Friday, October 10, 2014

Mahasiswa Kehilangan Laptopnya?

Kita semua tahu bahwa mahasiswa menjadi sebuah magnet terbesar dalam setiap bentuk perubahan yang terjadi di dunia ini. Kaum yang banyak mendapatkan julukan ini tak hanya mampu menyumbangkan pemikiran, tetapi juga menjadi katalisator perubahan itu sendiri. Sejarah telah mencatat dalam tinta emas bagaimana mahasiswa mampu mengemban amanat sebagai  agen of change and agen of control. Di Indonesia sendiri, mahasiswa telah mulai menunjukkan kapasitasnya sebagai kaum penggerak ketika awal politik balas budi diterapkan oleh penjajah Hindia Belanda (tahun ).


Bagaimana para mahasiswa STOVIA mampu memberikan warna baru bagi perjuangan kemerdekaan saat itu?. Kaum intelektual yang bergabung dalam organisasi Boedi Oetomo (Budi Utomo) pada tahun 28 Oktober 1908 yang kemudian dijadikan Hari Kebangkitan Nasional, lebih memilih jalan kooperatif dan terstruktur dalam sebuah wadah organisasi dalam mencapai tujuan kemerdekaan dari pada jalan konfrontasi dengan kaum penjajah. Walaupun tentu semuanya ada sisi positif dan negatifnya.

Tentunya kita juga tahu bahwa kemerdekaan bangsa ini juga tak lepas dari peran mahasiswa dan pemuda ketika mereka ngotot dan menculik Bapak Soekarno dan Moh. Hatta untuk segera memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia (peristiwa Rengas Dengklok pada tahun 1945). Masuk pada dekade tahun 60-an kemudian muncul lagi para penggerak perubahan dari kalangan mahasiswa. Dan yang lebih spektakuler dari perubahan yang dilakukan  mahasiswa setelah kemerdekaan adalah bagaimana mereka mampu menggulingkan Tahta Kerajaan Republik Presiden Soeharto (karena Soeharto berkuasa selama 32 tahun) yang banyak menimbulkan permasalahan sehingga muncullah revolusi bangsa yang kemudian memunculkan era baru, yaitu era reformasi.

Tentunya semua itu baru sedikit perjalanan yang mampu terekam dalam benak kita. Dan yang pasti, masih banyak terjadi di berbagai tempat yang mengalirkan hawa perubahan oleh gerakan mahasiswa pada masanya. Yang perlu kita tahu bahwa semua revolusi itu dimulai dengan kritik-kritik di media massa lewat tulisan-tulisan mahasiswa. Para mahasiswa memulai perjuangan dengan menulis diberbagai media cetak untuk menggugah kaum mahasiswa dan kaum lainnya agar tergerak hati dan memunculkan semangat juang untuk merubah peradaban sebuah bangsa dan Negara.

Awal revolusi pada tahun 1998, banyak kalangan masyarakat Indonesia yang tidak pernah berani mengusik kekuasaan Presiden Soeharto yang ditopang oleh kekuatan militer. Sehingga menjadi riskan dan terlalu beresiko untuk menyuarakan perubahan karena bisa jadi nyawa adalah  taruhannya. Dimulai dengan tulisan seorang Amien Rais yang saat itu berani menyatakan untuk menggulingkan Soeharto dari kursi Presiden-nya. Seakan tulisan tersebut menjadi motor penggerak dalam gerakan revolusi ,sehingga muncullah peristiwa revolusi 1998 dengan jatuhnya rezim Soeharto dan diganti dengan era reformasi. Sehingga akhirnya Amien Rais mendapatkan julukan sebagai Bapak Lokomotif Reformasi Indonesia.

Mahasiswa telah banyak terlena dan angin perubahan sudah menjadi barang langka kembali. Kaum intelektual ini menjadi kehilangan semangat seperti halnya bangunan yang tiangnya retak untuk terus menyuarakan perubahan-perubahan sebagai bentuk aktualisasi diri dan sebagai jawaban akan status yang disandangnya, yaitu sebagai agen of change and agen of  control.

Saat-saat ini sudah jarang sekali kita mendengar mahasiswa melakukan protes sosial terhadap berbagai hal yang tentunya menjadi tidak sesuai dengan aturan dan cita-cita didirikannya bangsa ini. Kita jarang membaca protes dan kritik mahasiswa lewat media baik cetak maupun elektronik seperti yang dilakukan pendahulu-pendahulu kita dan ini mengidentifikasikan adalah sebuah kemunduran.

Terlebih lagi, kita jarang melihat hasil karya tulis mahasiswa yang mampu menjadi penyeimbang dan kritik atas kejadian-kejadian yang ada di bangsa ini melalui media cetak (koran). Padahal, kita tahu bahwa banyak sekali media-media cetak yang telah dengan jelas memberikan wilayah maupun wadah khusus untuk semua orang agar bisa mengekspresikan dirinya melalui media tesebut, baik lewat opini, artikel, maupun yang lainnya. Bahkan terkadang hanya generasi tua lah yang selalu muncul mengutarakan ide-idenya. Saat ini, bangsa sangatlah merindukan sentuhan mahasiswa yang terpanggil jiwanya untuk memberikan kontribusi yang nyata dalam dunia ini. Bangsa rindu kepada gerakan-gerakan mahasiswa dalam membangun bangsa yang menggoreskan tinta-tinta mereka didalamnya.

Lalu dimana mahasiswa yang mendapatkan julukan kaum intelektual itu? hanya kaum mahasiswalah yang mampu menjawab semua ini. Sehingga kita tidak lagi kehilangan pena kita. Pergerakan mahasiswa saat ini sedang menghadapi masa kritis, eksistensinya semakin tidak jelas. Gerakan mahasiswa juga terlena akan imbas dari Globalisasi, imbas ini merubah pola hidup mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa yang cenderung instan dan matrealis menjadi tantangan tersendiri agar gerakan mahasiswa terus berada dalam jalur idealisme yang semestinya.

Aktivitas yang sering dilakukan mahasiswa adalah cenderung lebih memilih untuk melakukan aktivitas kuliah saja dan sisa waktunya tidak dimanfaatkan untuk kegiatan positif lainnya. Mereka hanya terfokus pada kuliah semata, mereka enggan untuk tergabung ke dalam organisasi-organisasi yang membawa aktivitas positif untuk mereka, yang mereka lakukan seusai kuliah adalah kembali ke kos atau rumah masing-masing. Ini tampaklah jelas bahwasannya mahasiswa seperti ini tidak peduli dengan keadaan lingkungan ataupun menatap Negara. Mereka tidak terpikir untuk meluangkan waktunya menjadi para penerus pergerakan golongan intelektual yang membawa perubahan.

Tentulah sangat disayangkan jiwa mahasiswa yang seharusnya kritis, kini tidak lagi kritis, jiwa yang biasanya aktivis kini tidak demikian. Keadaan intelektual yang seharusnya mereka kembangkan malah justru tidak mereka manfaatkan. Pola berfikir yang tidak berkembang ini dampak dari kegiatan seperti mereka. Berbeda dengan para aktivis organisasi yang rela meluangkan waktunya untuk kegiatan-kegiatan positif, baik intern maupun extern. Kegiatan yang mereka lakukan demi diri sendiri dan masyarakan, mereka lebih cenderung selalu memperhatikan keadaan sekeliling nya, lebih kritis dan juga memiliki intelektual yang baik

Sebuah gerakan para intelektual muda sangat dibutuhkan oleh masyarakat saat ini. Di era globalisasi masyarakat memerlukan pendidikan yang murni yang melawan para penjajah pendidikan. Para penjajah pendidikan memanfaatkan era globalisasi ini melalui teknologi, sarana informasi, telekomunikasi, dan lain sebagainya untuk meracuni dan merusak moral anak bangsa. dengan kegiatan ini adalah wartawan, seniman bisa juga blogger (penulis di internet).

Ungkapan  "jika Anda ingin menguasai dunia maka kuasai informasi"  memang ada benarnya dan selama ini sudah dilakukan oleh Zionis dalam melaksanakan misi mereka untuk menguasai dunia. Coba tengok saja, hampir sebagian besar media informasi besar di dunia dimiliki oleh pengusaha Yahudi, bahkan beberapa situs-situs jejaring sosial populer yang banyak digunakan untuk tukar menukar informasi, sebut saja Facebook juga dimiliki oleh pengusaha berdarah Yahudi. Media informasi banyak digunakan oleh Zionis dan pengikutnya (termasuk di Indonesia) untuk mempengaruhi opini publik dan digunakan untuk membelokan perhatian masyarakat pada saat ada isu sensitif yang berkembang mengganggu kepentingan pihak-pihak tertentu. Disini peran para pergerakan mahasiswa sangat diperlukan sekali oleh masyarakat, terutama goresan pena yang mempu mengentaskan para imperalisme yang menjadi hama di negri tercinta ini.