Kita semua tahu bahwa mahasiswa menjadi
sebuah magnet terbesar dalam setiap bentuk perubahan yang terjadi di dunia ini.
Kaum yang banyak mendapatkan julukan ini tak hanya mampu menyumbangkan
pemikiran, tetapi juga menjadi katalisator perubahan itu sendiri. Sejarah telah
mencatat dalam tinta emas bagaimana mahasiswa mampu mengemban amanat sebagai
agen of change and agen of control. Di
Indonesia sendiri, mahasiswa telah mulai menunjukkan kapasitasnya sebagai kaum
penggerak ketika awal politik balas budi diterapkan oleh penjajah Hindia
Belanda (tahun ).
Bagaimana para mahasiswa STOVIA mampu
memberikan warna baru bagi perjuangan kemerdekaan saat itu?. Kaum intelektual
yang bergabung dalam organisasi Boedi Oetomo (Budi Utomo) pada tahun 28 Oktober
1908 yang kemudian dijadikan Hari Kebangkitan Nasional, lebih memilih jalan
kooperatif dan terstruktur dalam sebuah wadah organisasi dalam mencapai tujuan
kemerdekaan dari pada jalan konfrontasi dengan kaum penjajah. Walaupun tentu
semuanya ada sisi positif dan negatifnya.
Tentunya kita juga tahu bahwa kemerdekaan
bangsa ini juga tak lepas dari peran mahasiswa dan pemuda ketika mereka ngotot
dan menculik Bapak Soekarno dan Moh. Hatta untuk segera memproklamirkan
kemerdekaan bangsa Indonesia (peristiwa Rengas Dengklok pada tahun 1945). Masuk
pada dekade tahun 60-an kemudian muncul lagi para penggerak perubahan dari
kalangan mahasiswa. Dan yang lebih spektakuler dari perubahan yang dilakukan
mahasiswa setelah kemerdekaan adalah bagaimana mereka mampu menggulingkan
Tahta Kerajaan Republik Presiden Soeharto (karena Soeharto berkuasa selama 32
tahun) yang banyak menimbulkan permasalahan sehingga muncullah revolusi bangsa
yang kemudian memunculkan era baru, yaitu era reformasi.
Tentunya semua itu baru sedikit
perjalanan yang mampu terekam dalam benak kita. Dan yang pasti, masih banyak
terjadi di berbagai tempat yang mengalirkan hawa perubahan oleh gerakan
mahasiswa pada masanya. Yang perlu kita tahu bahwa semua revolusi itu dimulai
dengan kritik-kritik di media massa lewat tulisan-tulisan mahasiswa. Para
mahasiswa memulai perjuangan dengan menulis diberbagai media cetak untuk
menggugah kaum mahasiswa dan kaum lainnya agar tergerak hati dan memunculkan
semangat juang untuk merubah peradaban sebuah bangsa dan Negara.
Awal revolusi pada tahun 1998, banyak
kalangan masyarakat Indonesia yang tidak pernah berani mengusik kekuasaan
Presiden Soeharto yang ditopang oleh kekuatan militer. Sehingga menjadi riskan
dan terlalu beresiko untuk menyuarakan perubahan karena bisa jadi nyawa
adalah taruhannya. Dimulai dengan tulisan seorang Amien Rais yang saat
itu berani menyatakan untuk menggulingkan Soeharto dari kursi Presiden-nya.
Seakan tulisan tersebut menjadi motor penggerak dalam gerakan revolusi
,sehingga muncullah peristiwa revolusi 1998 dengan jatuhnya rezim Soeharto dan
diganti dengan era reformasi. Sehingga akhirnya Amien Rais mendapatkan julukan
sebagai Bapak Lokomotif Reformasi Indonesia.
Mahasiswa telah banyak terlena dan angin
perubahan sudah menjadi barang langka kembali. Kaum intelektual ini menjadi
kehilangan semangat seperti halnya bangunan yang tiangnya retak untuk terus
menyuarakan perubahan-perubahan sebagai bentuk aktualisasi diri dan sebagai
jawaban akan status yang disandangnya, yaitu sebagai agen of change and agen of control.
Saat-saat ini sudah jarang sekali kita
mendengar mahasiswa melakukan protes sosial terhadap berbagai hal yang tentunya
menjadi tidak sesuai dengan aturan dan cita-cita didirikannya bangsa ini. Kita
jarang membaca protes dan kritik mahasiswa lewat media baik cetak maupun
elektronik seperti yang dilakukan pendahulu-pendahulu kita dan ini
mengidentifikasikan adalah sebuah kemunduran.
Terlebih lagi, kita jarang melihat hasil
karya tulis mahasiswa yang mampu menjadi penyeimbang dan kritik atas
kejadian-kejadian yang ada di bangsa ini melalui media cetak (koran). Padahal,
kita tahu bahwa banyak sekali media-media cetak yang telah dengan jelas
memberikan wilayah maupun wadah khusus untuk semua orang agar bisa
mengekspresikan dirinya melalui media tesebut, baik lewat opini, artikel,
maupun yang lainnya. Bahkan terkadang hanya generasi tua lah yang selalu muncul
mengutarakan ide-idenya. Saat ini, bangsa sangatlah merindukan sentuhan
mahasiswa yang terpanggil jiwanya untuk memberikan kontribusi yang nyata dalam
dunia ini. Bangsa rindu kepada gerakan-gerakan mahasiswa dalam membangun bangsa
yang menggoreskan tinta-tinta mereka didalamnya.
Lalu dimana mahasiswa yang mendapatkan
julukan kaum intelektual itu? hanya kaum mahasiswalah yang mampu menjawab semua
ini. Sehingga kita tidak lagi kehilangan pena kita. Pergerakan mahasiswa saat
ini sedang menghadapi masa kritis, eksistensinya semakin tidak jelas. Gerakan
mahasiswa juga terlena akan imbas dari Globalisasi, imbas ini merubah pola
hidup mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa yang cenderung instan dan matrealis
menjadi tantangan tersendiri agar gerakan mahasiswa terus berada dalam jalur
idealisme yang semestinya.
Aktivitas yang sering dilakukan mahasiswa
adalah cenderung lebih memilih untuk melakukan aktivitas kuliah saja dan sisa
waktunya tidak dimanfaatkan untuk kegiatan positif lainnya. Mereka hanya
terfokus pada kuliah semata, mereka enggan untuk tergabung ke dalam
organisasi-organisasi yang membawa aktivitas positif untuk mereka, yang mereka
lakukan seusai kuliah adalah kembali ke kos atau rumah masing-masing. Ini
tampaklah jelas bahwasannya mahasiswa seperti ini tidak peduli dengan keadaan
lingkungan ataupun menatap Negara. Mereka tidak terpikir untuk meluangkan
waktunya menjadi para penerus pergerakan golongan intelektual yang membawa
perubahan.
Tentulah sangat disayangkan jiwa
mahasiswa yang seharusnya kritis, kini tidak lagi kritis, jiwa yang biasanya
aktivis kini tidak demikian. Keadaan intelektual yang seharusnya mereka
kembangkan malah justru tidak mereka manfaatkan. Pola berfikir yang tidak
berkembang ini dampak dari kegiatan seperti mereka. Berbeda dengan para aktivis
organisasi yang rela meluangkan waktunya untuk kegiatan-kegiatan positif, baik
intern maupun extern. Kegiatan yang mereka lakukan demi diri sendiri dan
masyarakan, mereka lebih cenderung selalu memperhatikan keadaan sekeliling nya,
lebih kritis dan juga memiliki intelektual yang baik
Sebuah gerakan para intelektual muda
sangat dibutuhkan oleh masyarakat saat ini. Di era globalisasi masyarakat
memerlukan pendidikan yang murni yang melawan para penjajah pendidikan. Para
penjajah pendidikan memanfaatkan era globalisasi ini melalui teknologi, sarana
informasi, telekomunikasi, dan lain sebagainya untuk meracuni dan merusak moral
anak bangsa. dengan kegiatan ini adalah wartawan, seniman bisa juga blogger (penulis di internet).
Ungkapan "jika Anda ingin
menguasai dunia maka kuasai informasi" memang ada benarnya dan
selama ini sudah dilakukan oleh Zionis dalam melaksanakan misi mereka untuk
menguasai dunia. Coba tengok saja, hampir sebagian besar media informasi besar
di dunia dimiliki oleh pengusaha Yahudi, bahkan beberapa situs-situs jejaring
sosial populer yang banyak digunakan untuk tukar menukar informasi, sebut saja Facebook juga dimiliki oleh pengusaha berdarah Yahudi.
Media informasi banyak digunakan oleh Zionis dan pengikutnya (termasuk di
Indonesia) untuk mempengaruhi opini publik dan digunakan untuk membelokan
perhatian masyarakat pada saat ada isu sensitif yang berkembang mengganggu
kepentingan pihak-pihak tertentu. Disini peran para pergerakan mahasiswa sangat
diperlukan sekali oleh masyarakat, terutama goresan pena yang mempu
mengentaskan para imperalisme yang menjadi hama di negri tercinta ini.