1. Jelaskan
pengertian kebudayaan dan peradaban serta bagaimana peradaban Islam terbentuk?
Jawab:
Banyak para ahli di dunia yang
mempunyai pandangan dan pikiran tentang pengertian Kebudayaan. Edward T.
Hall antropologi asal Amerika menyebutkan bahwa Kebudayaan
adalah komunikasi dan komunikasi adalah kebudayaan. E.B Tylor
antropologi asal Inggris, menyatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang
kompleks yang didalamnya meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan,
adat istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang mempelajari oleh
manusia sebagai anggota masyarakat. Larry A. Samovar & Richard E.
Porter mendefinisikan secara
lebih kompleks bahwa kebudayaan dapat berarti simpanan akumulatif dari
pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama,
pilihan waktu, peranan, relasi ruang, konsep yang luas, dan objek material atau
kepemilikan yang dimiliki dan dipertahankan oleh sekelompok orang atau suatu
generasi.
Sedangkan
Peradaban dalam sebuah pemahaman lama tetapi masih sering dipergunakan adalah
istilah “peradaban” dapat digunakan dalam cara sebagai normatif baik dalam
konteks sosial di mana rumit dan budaya kota yang dianggap unggul lain “ganas”
atau “biadab” budaya, konsep dari “peradaban” digunakan sebagai sinonim untuk
“budaya (dan sering moral) Keunggulan dari kelompok tertentu.” Dalam artian
yang sama, peradaban dapat berarti “perbaikan pemikiran, tata krama, atau
rasa”. masyarakat yang mempraktikkan pertanian secara intensif; memiliki
pembagian kerja; dan kepadatan penduduk yang mencukupi untuk membentuk
kota-kota. “Peradaban” dapat juga digunakan dalam konteks luas untuk merujuk
pada seluruh atau tingkat pencapaian manusia dan penyebarannya (peradaban
manusia atau peradaban global). Istilah peradaban sendiri sebenarnya bisa
digunakan sebagai sebuah upaya manusia untuk memakmurkan dirinya dan
kehidupannya. Maka, dalam sebuah peradaban pasti tidak akan dilepaskan dari
tiga faktor yang menjadi tonggak berdirinya sebuah peradaban. Ketiga faktor
tersebut adalah sistem pemerintahan, sistem ekonomi, dan IPTEK. peradaban
adalah memiliki berbagai arti dalam kaitannya dengan masyarakat. Seringkali
istilah ini digunakan untuk merujuk pada suatu masyarakat yang “kompleks”: dicirikan
oleh praktik dalam pertanian, hasil karya dan pemukiman, berbanding dengan
budaya lain, anggota-anggota sebuah peradaban akan disusun dalam beragam
pembagian kerja yang rumit dalam struktur hirarki sosial.
Peradaban
Islam terbentuk di mulai dari lahirnya Islam di mekah yang di bawa oleh Nabi
Muhammad, namun menurut pandangan penulis peradaban Islam terbentuk ketika Nabi
hijrah ke-Madinah. Hijrah – kata Karen Armstrong, penulis buku “Sejarah Tuhan” adalah cikal bakal
munculnya peradaba Islam. Dan peradaban Islam adalah cikal bakal munculnya
peradaban modern: sebuah peradaban yang berpijak pada landasan ilmu dan
teknologi (Iptek). Jauh sebelum umat-umat beragama lain menyadari pentingya
sains (ilmu), umat Islam sejak awal diajarkan Rasulullah SAW untuk memahami dan
mengaplikasikan sains dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kitab suci Alqur’an,
misalnya, Allah berkali-kali menyerukan umat Islam agar berpikir dan
menggunakan akalnya (afalaa tatafakkarun, afala ta’qiluun) agar tidak
terjebak pada kehidupan mistis dan klenik.
Alqur’an
di abad ke-6 M telah menyuruh orang berpikir dan menggunakan akalnya
untuk menyelesaikan persoalan kehidupannya, pada saat mana orang-orang Perancis
masih mempercayai bahwa setan dan dedemitlah yang menyebabkan mereka sakit,
menderita kelaparan, dan miskin. Orang-orang Perancis saat itu, akan menaruh
sesajen di dekat sumur dan kuburan, bila ada saudaranrya yang terkena penyakit
kusta dan paru-paru. Apa arti semua itu? Perintah Al-qur’an di atas sangat
revolusioner, sebab saat itu Eropa masih gelap gulita. Islam di saat yang sama
justru memberikan cahaya ilmu.
Hijrah
Nabi, juga merupakan perintah Allah yang sangat revolusioner. Dengan
hijrah, manusia tradisional seperti para pengikut awal Islam terbuka wawasan
pemikirannya, wawasan budayanya, dan wawasan keberagamaannya. Itulah sebabnya,
Karen Armstrong, menyatakan bahwa perintah Hijrah dalam sejarah Islam menjadi
awal dari terbukanya peradaban manusia. Dalam konteks inilah, kenapa umat Islam
sangat menghargai makna hijrah tidak hanya hijrah yang dilakukan umat Islam,
tapi juga umat lain. Banyak ilmuwan Islam yang menjadi perintis perkembangan
ilmu-ilmu modern seperti Ibnu Sina (ilmu kedokteran), Al-Jabar (matematika),
Al-Batani (ilmu fisika) dan lain-lain, berkembang wawasan keilmuwannya setelah
hijrah ke Eropa Barat, yang saat itu menjadi “wilayah” Islam. Ilmuwan Islam
yang hijrah ini pula yang kemudian mengembangkan filsafat yang dirintis
filsuf-filsuf Yunani kuno seperti Socrates, Aristoteles, dan Plato. Sebaliknya,
banyak pula ilmuwan “luar” yang hijrah ke negara-negara Islam yang saat itu
lebih maju peradabannya. Sultan Al-Makmun, misalnya, sengaja mengimpor atau
menghijrahkan “ilmuwan” dari negara-negara non-muslim untuk mengembangkan
Baitul ‘Ilm (rumah ilmu) bersama ilmuwan-ilmuwan Islam di zaman
kekhalifahannya. Dengan demikian, konsep hijrah berkembang makin luas hingga
menjadi pintu kebangkitan peradaban modern. Hadist Nabi yang menyatakan bahwa
“tuntutlah ilmu mulai dari lahir sampai liang kubur” dan kemudian “tuntutlah
ilmu walau sampai ke negeri Cina” perlu dimaknai dalam konteks hijrah
tersebut.
2. Apa yang
Saudara ketahui tentang Piagam Madinah dan apa hubungannya dengan pembentukan
peradaban Islam?
Salah
satu kebijakan penting yang diambil di masa awal Negara madinah adalah
penerbitan piagam madinah. Kebijakan ini
menjadi sentrum bagi kehidupan masyarakat madinah kala itu karena menjadi dasar
hukum dalam interaksi sosial. Piagam madinah adalah sebutan bagi shahifat
(berarti lembaran tertulis dan kitab yang dibuat oleh nabi. Disebut Piagam
karena isinya mengakui hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, kebebasan
berpendapat dan kehendak umum warga madinah supaya keadilan terwujud dalam
kehidupan mereka, mengatur kwajiban-kwajiban kemasyarakatan semua golongan,
menetapkan pembentukan persatuan dan kesatuan semua warga dan
prinsip-prinsipnya untuk menghapuskan tradisi dan peraturan kesukuan yang tidak
baik (Pulungan, 2004:114).
Mengenai
isi pokok atau prinsip-prinsip yang terdapat didalam piagam tersebut para ahli
biasanya berbeda dalam melihatnya. Cara pandang ini biasanya terpengaruh oleh
tema besar kajian tersebut. Misalnya Suyuti pulungan yang membagi prinsip pokok
piagam tersebut menjadi 14 prinsip pokok. 1) prinsip umat; 2) prinsip persatuan
dan persaudaraan; 3) prinsip persamaan; 4) prinsip kebebasan; 5) prinsip
hubungan antar pemeluk agama; 6) prinip tolong menolong dan membela yang
teraniaya; 7) prinsip hidup bertetangga; 8) prinsip perdamaian; 9)prinsip
pertahanan; 10) prinsip musyawarah; 11) prinsip keadilan; 12) prinsip penegakan
hukum; 13) prinsip kepemimpinan; 14) prinsip ketakwaan amar ma’ruf nahi mungkar
(Pulungan, 2004: 121). Nampaknya prinsip-prinsip tersebut sangat terpengaruh
oleh cara pandang teori-teori kepemimpinan yang menjadi landasan dalam mengkaji
teks tersebut.
Bedahalnya
dengan Munawir Sadzali yang lebih menyederhanakan pokok kajian ini. Dalam
kajianya, beliau menempatkan piagam madinah sebagai landasan bagi kehidupan
bernegara untuk masyarakat majemuk yang mendasarkan pada dua hal, 1) semua
pemeluk Islam meskipun berasal dari berbagagai macam suku, tetapi merupakan
satu komunitas. 2) hubungan antar komunitas yang mendasarkan pada sikap saling
membantu, bertetangga baik, menghadapi musuh bersama, saling menasehati dan
menghormati kebebasan beragama (Sadzali,1990: 16).
Bagi
saya sendiri setelah menganalisa piagam tersebut nampaknya masih mempunyai
ruang yang luas untuk diberikan tafsir khususnya terkait dengan prinsip-prinsip
wacana hak sipil agama. Sebut saja sebuah pasal yang berbunyi ”Sesungguhnya
kaum Yahudi al-Aus, sekutu, dan diri mereka memperoleh hak dan kewajiban
seperti apa yang diperoleh kelompok lain pendukung shahifat ini memperoleh
perlakuan yang baik dari semua pemilik sahifat ini. Sesungguhnya kebaikan
berbeda dengan kejahatan. Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatanya
sendiri. Sesungguhnya Allah membenarkan dan memandang baik apa yang termuat
dalam sahifat ini” (Hisyam,III:35). Sepertinya Piagam Madinah merupakan
legislasi hukum yang berlaku di Madinah. Keadilan, kerjasama, kesatuan, dan
penegakan hukum merupakan isi piagam ini. Menurut kami, peletakan Piagam
Madinah merupakan usaha untuk menjamin keselamatan Ummah. Meskipun nantinya perjanjian ini
dilanggar oleh sebagian golongan, Muhammad SAW. telah berhasil untuk
mengusahakan tegaknya keadilan, persamaan, kesatuan dan penegakan hukum yang
bisa mengikat seluruh orang yang ikut menyetujuinya.
3. Kenapa
Nabi s.a.w. tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan
beliau sebagai pemimpin ummat setelah wafat sehingga masing-masing fihak dari
shahabat Muhajirin dan Anshar merasa paling berhak untuk menjabat sebagai
khalifah; dan ceritakan proses pemilihan Abu Bakar al-Shiddiq sebagai khalifah!
Jawab:
Nabi Muhammad tidak meninggalkan
wasiat itu di karenakan khawatir akan terjadi klaim bahwa Islam itu di wariskan
dari ahlul bait, sehingga apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW lebih
cenderung menyerahkan semuanya kepada umatnya untuk memilih khalifah secara
demokrasi.
Setelah Rasulullah
Wafat, ada beberapa golongan pada saat itu yang memiliki kemungkinan besar
pengganti Rasulullah yaitu; pertama, Golongan Ahlul Bait, yang mengklaim
bahwa yang berhak sebagai khalifah adalah dari keluarga nabi saw kali ini yang
dimaksud adalah Ali Bin Abi Tholib Ra. Kedua, golongan Aristokrat
Quraisy yang memiliki otoritas kekuasaan dan kekayaan pra Islam yaitu Bani
Umayah kelompok ini dipimpin oleh Abu Sofyan. Ketiga, golongan Anshar,
yaitu penduduk madinah yang menjadi penolong dan pelindung Nabi Saw. Mereka
juga mengklaim berhak menjadi khalifah dengan alasan tanpa pertolongan dan
perlindungan mereka, Rasulullah Saw, agama masih lemah. Keempat, golongan
Muhajirin, mengklaim yang berhak menjadi khalifah dengan argument berasal dari
suku yang sama dengan nabi dan yang pertama masuk Islam. Namun suara yang
paling kuat berasal dari orang-orang anshar dan Muhajirin. orang-orang Anshar
merasa bahwa mereka sangat membutuhkan pemilihan seorang khalifah yang akan
mengatur masalah-masalah dan urusan-urusan mereka di Madinah. Orang-orang
Anshar mengira bahwa setelah meninggalnya Rasulullah orang-orang Muhajirin akan
kembali ke mekah. Meka mereka segera berkumpul di saqifah Bani Saidah dan
melakukan Musyawarah diantara mereka. Dalam musyawarah itu mereka sepakat untuk
memilih sa’ad bin Ubadah. Namun setelah kaum Muhajirin mengetahui apa yang
telah dilakukan oleh kaum Anshar. Maka Abu Bakar, Umar dan Zubair datang
menemui mereka. Kemudian Abu Bakar berpidato, yang antara lain berbunyi
“Sesungguhnya orang-orang Arab tidak mengakui kekuasaan ini kecuali untuk
orang-orang Qurays”. Umar juga sependapat dengan Abu Bakar, maka diusulkan agar
pucuk kekuasaan dilakukan secara bergilir. Pertama kali di pegang kaum
Muhajirin lalu di gantikan oleh kaum Anshar. Demikian seterusnya. Namun usulan
tersebut di tolak dengan tegas.
Setelah
musyawarah dengan alot maka kemudian sebagian orang Anshar mengusulkan agar
dikalangan muhajirin ada seorang pemimpin dan dikalangan Anshar juga ada pemimpin,
namun pendapat inipun di tolak. Setelah kaum Anshar tahu bahwa kaum muhajirin
akan tetap tinggal di madinah dan tidak akan pernah meninggalkannya, maka
mereka menerima dengan lapang dada bahwa kaum muhajirin memang lebih berhak
untuk mengendalikan kekuasaan ini. Akhirnya persoalan pelik tersebut dapat
dipecahkan melalui proses muasyawarah dengan memilih Abu Bakar Assidiq sebagai
pemimpin pengganti Rasulullah setelah terjadi kesepakatan antara Abu Bakar
Sendiri, Umar bin Khottob, dan Abu Ubaydah ibn Jarrah. Setelah semuanya sepakat, maka Umar maju dan
membaiat Abu Bakar yang kemudian dibaiat oleh semua yang hadir di saqifah. Pada
hari kedua, semua penduduk membaiatnya secara umum. Kemudian Abu Bakar
menyampaikan pidatonya diantara yang dia katakana adalah “Taatlah kalian
kepadaku sepanjang aku taat kepada Allah dan Rasulnya di tengah kalian. Jika
aku bermaksiat, tidak wajib kalian taat kepada-ku”.
4. Jelaskan
secara sosiologis dan antropologis, kenapa kelompok Muawiyah dapat menang
terhadap kelompok Ali, dan kenapa Muawiyah bersikeras untuk memperoleh
kekuasaan dan melanggengkannya kepada anak turunnya ?
Selesailah
peperangan Shiffin dengan cara tahkim (menyelesaikan masalah perbedaan dua
kelompok besar kaum Muslimin dengan kembali berhukum kepada Kitab Allah),
mereka berhenti berperang karena mushaf-mushaf diangkat di atas tombak-tombak.
Ali radhiyallahu ‘anhu menerima usulan tahkim kemudian ia kembali ke Kufah
sedangkan Muawiyah ke Syam dan mereka sepakati tahkim dilaksanakan pada bulan
Ramadhan. Setelah tiba masanya, Ali mengutus Abu Musa Al-Asy’ari dan Muawiyah
mengutus Amr bin Ash –radhiyallahu anhum ajma’in-
Kisah
tahkim yang masyhur dan terkenal adalah Amr bin Ash sepakat dengan Abu Musa
Al-Asy’ari untuk mencopot Ali dan Muawiyah, kemudian Abu Musa Al-Ays’ari naik
ke mimbar dan berkata, “Saya mencopot Ali dari jabatan Khalifah sebagaimana
saya lepas cincinku ini”. Kemudian beliau melepas cincinnya. Setelah Amr bin
Ash naik, ia angkat bicara, “Saya juga mencopot Ali sebagaimana yang dilakukan
oleh Abu Musa Al-Asy’ari, saya juga mencopot cincinku ini, setelah itu saya
tetapkan Muawiyah sebagaimana saya masukkan kembali cincinku ini”. Setelah itu
terjadi kekacauan, Abu Musa marah dan keluar kembali ke Makkah dan tidak pergi
kepada Ali di Kufah, sedangkan Amr bin Ash setelah itu kembali ke Syam. (Tarikh
Thabari 4/51 dan Al-Kamil Fi At-Tarikh 3/168)
Kebencian
Bani Umayyah yang oleh Allah dalam Al Qur’an al Isra : 60 dijuluki sebaga al
syajarah al Mal’unah (pohon kayu terkutuk/terlaknat) kepada Rasulullah saw dan
Ahlul Ba’itnya memang tak disangsikan lagi, termasuk diantaranya sekenario
pembunuhan terhadap Imam Husain as, perencanaan pembunuhan itu disusun sendiri
oleh Muawiyyah bin Abu Sofyan dan dilanjutkan oleh Yazid bin Muawiyah, adapun
buktinya adalah surat yang dikirimkan oleh Muawiyyah kepada Yazid berikut isi
surat itu :
Kepada
Yazid dari Muawiyyah bin abi sufyan, tak pelak, kematian adalah peristiwa yang
sungguh menyeramkan dan sangat merugikan bagi seorang lelaki berkuasa seperti
ayahmu. Namun, biarkanlah, semua peran telah kumainkan. Semua impianku telah
kuukirkan pada kening sejarah dan semuanya telah terjadi, Aku sangat bangga
telah berjaya membangun kekuasaan atas nama para leluhur Umayyah.
Namun,
yang kini membuatku gundah dan tak nyenyak tidur adalah nasib dan kelanggengan
pada masa-masa mendatang, Maka camkanlah, putraku, meski tubuh ayhmu telah
terbujur dalam perut bumi, kekuasaan ini, sebagaimana yang di inginkan Abu
sofyan dan seluruh orang, haruslah menjadi hak abadi putra-putra dan
keturunanku. Demi mempertahankannya, beberapa langkah mesti kau ambil, Berikan
perhatian istimewa kepada warga syam. Penuhi seluruh kebutuhan dan saran-saran
mereka, Kelak mereka dapat kaujadikan sebagai tumbal dan perisai. Mereka akan
menjadi serdadu-serdadu berdarah dingin yang setia kepadamu. Namun, ketahuilah,
kedudukan dan kekuasaan ini adalah incaran banyak orang bak seekor kelinci
manis ditengah gerombolan serigala lapar. Maka, muawiyah memberi wasiat kepad
anak turunnya yakni untuk mewaspadai terhadap empat tokoh masyarakat antara lain:
pertama adalah ‘Abdurahman bin Abu
Bakar, pesanku, jangan terlalu khawatir menghadapinya, ia mudah di bius dengan
harta dan gemerlap pesta. Benamkan dia dalam kesenangan, dan seketika ia
menjadi dungu, bahkan menjadi pendukung. Kedua Abdullah bin Umar bin al
Khatab, ia menurut pengakuanya, hanya peduli pada agama dan akherat, seperti
mendalami dan mengajarkan Al qur’an dan mengurung diri dalam mihrab masjid. Aku
meramalkan, ia tidak terlalu berbahaya bagi keududkanmu, karena dunia dimatanya
adalah kotor, sedangkan panji-panji Muhammad adalah harapan pertama dan
terakhir. Biarkan putra kawanku ini larut dalam upacara-upacara keagamaanya dan
menikmati mantra-mantranya. Ketiga adalah ‘Abdullah bin Zubair, Ia
seperti ayahnya bisa memainkan dua peran, serigala dan harimau. Pantaulah
selalu gerak geriknya, jika berperan sebagai serigala, ia hanya melahap
sisa-sisa makanan harimau dan ia tidak akan mengusikmu. Apabila memperlihatkan
sikap lunak, sertakanlah cucu Al ‘Awam ini dalam rapat-rapat pemerintahanmu.
Namun jika ia berperan seperti Harimau, yaitu berambisi merebut kekuasaanmu,
maka janganlah mengulur-ulur waktu mengemasnya dalam keranda. Ia cukup berani,
cerdik dan bangsawan. Keempat adalah Husain bin Ali bin Abi Thalib,
sengaja aku letakkan namanya pada urutan terakhir, karena ayahmu ingin
mengulasnya lebih panjang. Nasib kekuasanmu sangat ditentukan oleh sikap dan
caramuy dalam menghadapinya. Bila kuingat namanya, kuingat pada kakek, ayah,
ibu dan saudaranya. Bila semua itu teringat, maka serasa sebonngkah kayu menghantam
kepalaku dan jilatan api cemburu membakar jiwaku. Putra kedua musuh bebuyutanku
ini akan menjadi pusat perhatian dan tumpuan masyarakat.
Pesanku,
dalam jangka sementara, bersikaplah lembut padanya, karena sebagaimana kau
sendiri ketahui, darah Muhammad mengalir di tubuhnya, Ia pria satria, putra
pangeran jawara, susu penghulu para ksatria. Ia pandai, berpenampilan sangat
menarik, dan gagah. Ia mempunyai semua alasan untuk disegani, dihormati dan di
taati. Namun, bila sikap tegas dibutuhkan dan keadaan telah mendesak, kau harus
mempertahankan kekuasaan yang telah kuperoleh dengan susah payah ini, apapun
akibatnya, tak terkecuali menebas batang leher al Husain dan menyediakan
sebidang tanah untuk menanam seluruh keluarga dan pengikutnya.
Dan
surat tersebut di antar oleh Adh Dhahhak bin Qais al Fihri kepada Yazid bin
Muawiyah, sebagian sejahrawan menyebutkan bahwa Muawiyyah sempat menasehati
Yazid dengan statment sama seperti surat yang tertulis diatas. (ThabariTarikh ar
rasul wa al Muluk Juz II hal 196). Dari sebuah narasi surat diatas maka
saya berasumsi bahwa muawiyah ingin mencetak sejarah dalam keluarganya (bani
umayah). Yang mana hal tersebut akan membawa masa pencatatan sejarah Islam di
tangan bani Umayah.
5. Jelaskan
bagaimana Bani Abbas dapat merebut kekuasaan dari Bani Umaiyah; dan jelaskan
pula apa kunci kesuksesan/kemajuan peradaban pada masa Bani Abbasiyah periode
pertama dan kenapa masa itu dicatat dalam sejarah sebagai The Golden Age of
Islam (Masa Keemasan Islam)?
Jawab:
Bani
Abbasiyah mewarisi Negara yang maha luas dari bani Umayah sampai negeri Cina
sebelah timur Perancis Selatan di sebelah Barat, termasuk Andalus dan mempunyai peradaban yang sanagat tinggi. Jika
saja tidak ada gelombang pemberontakan dan pembelotan terhadap Negara bani
Umayah, maka selain Allah tidak ada yang tahu luasnya kekuasaan dan pengaruh
peradaban Umayah yang maju tersebut. Allah berkehendak bahwa bani Abbasiyah
mewarisi peradaban dan rezim Bani Umayah lengkap dengan kebesaran. Itulah
sunnatullah dalam makhluknya. Maha benar Allah atas segala firman-NYA, “Dan
Masa (kejayaan dan kehancuran) itu, kami pergilirkan diantara manusia. [ali
Imran: 140].” Negara bani umayah banyak menghadapi pemberontakan namun semuanya
kalah di hadapan batu tembok batu yang ternyata jauh lebih kuat. Pemberontakan
terakhir yaitu pemberontakan Bani Abbasiyah yang menemui sukses besar. Adapun
alasannya yang jelas pemberontakan Bani Abbasiyah layak menang karena; pertama
pemberontakan dirancang dengan strategi yang matang dan studi analisa yang
integral. Kedua pemberontakan tersebut pada saat bani Umayah mulai di
jangkiti umsur-unsur kehancuran dan ketuaan sehingga tidak bisa diandalkan
kembali dinamis seperti masa mudanya dulu kala.
Ketika
khalifah bani Umayah, Marwan bin Muhammad membunuh Imam Abbasi, maka
orang-orang bani Abbasiyah memanfaatkan peristiwa sadis tersebut untuk membakar
semanagat pengikutnya melawan bani Umayah dan memobilisasi mereka secara
spiritual dan materi. Mereka membaiat saudara Ibrahim, Abul Abbas As-Saffah dan
mengumumkan pearang terhadap khalifah terakhir bani Umayah hingga tamat Negara
bani Umayah. Begitulah orang-orang Abbasiyah merancang gerakannya. Mereka
menggunkan semua sebab-sebab kewaspadaan dan kehati-hatian. Kesempatan yang
datang sedikitpun tidak mereka sia-siakan. Sebab terpenting lainnya di balik
rahasia kemenangan pemberontakan bani Abbasiyah ia tidak terburu-buru, tidak
pernah berpikir untuk memetik buah yang belum masak. Mereka salalu ,memantau
buah yang mulai terlihat dengan cermat, mengamati perkembangan dengan
hati-hati, mengikuti perkembangan buah tersebut, menggunakan seluruh sarana yang
mendekatkannya kepada buah tersebut, dan ketika waktunya memetik buah tersebut
mereka maju memetik buah tersebut. Dan akhirnya imperium Bani Umayah pun jatuh
ke tangan Abbasiyah.
Setelah
berhasil merebut kekuasaan dari Bani Umayah, pada periode pertama Abbasiyah
mendulang kesuksesan yang luar biasa dikarenakan Khalifah-khalifah Bani
Abbasiyah secara terbuka mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan dengan
mendatangkan naskah-naskah kuno dari berbagai pusat peradaban sebelumnya untuk
kemudian diterjemahkan, diadaptasi dan diterapkan di dunai Islam. Kebangkitan
ilmiyah pada zaman ini terbagi di dalam tiga lapangan, yaitu : kegiatan
menyusun buku-buku ilmiah, mengatur ilmu-ilmu Islam dan penerjemahan dari
bahasa asing. Pesatnya perkembangan peradaban juga didukung oleh kemajua
ekonomi imperium yang menjadi penghubung dunua timur dan barat. Stabilitas politik
yang relatif baik terutama pada masa Abbasiyah awal ini juga menjadi pemicu
kemajuan peradaban Islam.
1. Gerakan penerjemahan; upaya
untuk menerjemahkan dan menskrinsip berbahasa asing terutama bahasa yunani dan
Persia ke dalam bahasa arab. Khalifah Al-Mansyur Pelopor gerakan penerjemahan
pada awal pemerintahan daulah Abbasiyah. Pada awal penerjemahan, naskah yang
diterjemahkan terutama dalam bidang astrologi, kimia dan kedokteran. Kemudian
naskah-naskah filsafat karya Aristoteles dan Plato juga diterjemahkan. Dalam
masa keemasan, karya yang banyak diterjemahkan tentang ilmu-ilmu pragmatis
seperti kedokteran. Naskah astronomi dan matematika juga diterjemahkan. Pada
masa ini, ada yang namanya Baitul hikmah yaitu perpustakaan yangberfungsi
sebagai pusat pengembagan ilmu pengetahuan.
2. Dalam bidang filasafat; Pada
masa ini pemikiran filasafat mencakup bidang keilmuan yang sangat luas seperti
logika, geometri, astronomi, dan juga teologia. Beberapa tokoh yang lahir pada
masa itu, termasuk diantaranya adalah Al-Kindi, Al-farobi, Ibnu Sina dan juga
Al-Ghazali yang kita kenal dengan julukan Hujjatul Islam.
3. Perkembangan Ekonomi; Ekonomi
imperium Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan. Sudah terdapat berbagai macam
industri sepertikain linen di Mesir, sutra dari Syiria dan Irak, kertas dari
Samarkand, serta berbagai produk pertanian sepertigandum dari mesir dan kurma
dari iraq. Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai
wilayah kekuasaan Abbasiyahdan Negara lain. Selain itu, perdagangan barang
tambang juga semarak. Emas yang ditambang dari Nubia dan Sudan Barat
melambungkan perekonomian Abbasiyah. Dinasti Tang di Cina juga mengalami masa
puncak kejayaan sehingga hubungan perdagangan antara keduanya menambah semaraknya
kegiatan perdagangan dunia.
4. Dalam bidang Keagamaan; ilmu-ilmu
keagamaan mulai dikembangkan. Dalam masa inilah ilmu metode tafsir juga mulai
berkembang, terutama dua metode penafsiran, aitu tafsir bir ra’i dan
tafsir bil ma’tsur . Dalam bidang hadits, pada masa ini hanya merupakan
penyempurnaan, pembukuan dari catatan dan hafalan para sahabat. Pada masa ini
pula dimulainya pengklasifikasian hadits, sehingga muncul yang namanya hadits dhaif,
maudlu’, shahih serta yang lainnya. Sedangkan dalam bidang hukum
Islam karya pertama yang diketahui adalah Majmu’ al Fiqh karya Zaid bin Ali
(w.122 H/740 M) yang berisi tentang fiqh Syi’ah Zaidiyah. Hakim agung yang
pertama adalah Abu Hanifah (w.150/767). meski diangap sebagai pendiri madzhab
hanafi,karya-karyanya sendiri tidak ada yang terselamatkan. Dua bukunya yang
berjudul Fiqh al-Akbar. Karena
sanking banyaknya kemajuan dan peradaban Pada saat itu (sebagaimana tersebut
diatas), maka masa ini di sebut the golden age of Islam.
6. Bagaimana
proses masuknya Islam di Spanyol yang kemudian pernah jaya di Spanyol dalam
beberapa abad. Apa faktor-faktor yang menyebabkan tercapainya masa kejayaan
itu; dan jelaskan perkembangan ilmu pengetahuan pada masa itu.
Jawab:
Wilayah
Spanyol dan Portugal berada dalam semenanjung yang dulu namanya, Iberia. Sejak
abad ke 5 M, daerah ini dikuasai oleh bangsa Vandals, maka wilayah ini,
terutama bagian selatan disebut Vandalusia. Menjelang kedatangan Islam, daerah
ini dikuasai oleh bangsa Visigoth (atau disebut juga bangsa Gothia, atau bangsa
Got).
Awal
kehancuran kerajan gothic adalah ketika Raja Roderick memindahkan ibu kota
negaranya dari Seville ke Toledo, sementara itu Witiz, yang saat itu menjadi
penguasa atas wilayah Toledo diberhentikan begitu saja, Keadaan ini memancing
amarah dari oppas dan Achila, kakak dan anak Witiza. Keduanya menghimpun
kekuatan untuk menjatuhkan Roderick. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung
dengan kaum Muslim. Sementara itu terjadi pula konflik antara Roderick dengan
pangeran Yulian, mantan penguasa wilayah Septah. Yulian juga bergabung dengan
kaum muslim di Afrika Utara. Orang-orang Spanyol yang terusir tersebut membujuk
penguasa Islam di Afrika Utara Musa bin Nushair supaya mau menaklukkan dan
menguasai Spanyol. Bahkan pangeran Yulian meminjamkan empat buah kapal
untuk menyeberankan pasukan Islam dari Afrika Utara ke Spanyol.
Dalam proses penaklukkan
Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang paling berjasa memimpin satuan-satuan
pasukan kesana. Mereka adalah Tharif Ibn Malik,Thariq Ibn Ziyad dan Musa Ibn Nushair. Tharif Ibn
Malik,adalah yang pertama melakukan penyerbuan dimana penyerbuannya itu
merupakan usaha merintis dan menyelidik. Ia menyeberangi selat itu lima ratus
orang tentara berkuda dan berjalan kaki, dengan menumpang empat buah kapal yang
disediakan oleh Yulian.
Ini
terjadi pada tahun 91H. tharif tidak menemukan perlawanan yang bererti,dan Ia
kembali ke Afrika Utara dengan membawa harta rampasan yang tidak sedikit.
Tharif dalam misinya ini tidak masuk ke daerah, Ia dengan pasukannya hanya
menyusuri pantai. Kebehasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh
kerajaan Visigothic (Gothic) yang berkuasa di Spanyol waktu itu, serta dorongan
yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa Ibn Nushair pada tahun
92 H atau 711 M mengirim pasukan yang lebih besar ke Spanyol, sebanyak 7000
orang dibawah pimpinan Thariq bin Ziyad. Ia berlabuh dipelabuhan yang tidak bisa
dilalui oleh pelaut yaitu dipinggir laut dikaki gunung, yang kemudian
gunung tersebut di namakan Gibraltar (Jabal Tarik). Thariq Bin Ziyad inilah
yang dipandang sebagai penakluk Spanyol, karena pasukannya lebih besar dan
hasilnya lebih nyata.
Dalam
pertempuran disuatu tempat yang bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan.
Dari sana Ia dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting seperti
Cordova, Granada dan Toledo (ibu kota kerajaan Gothic saat itu). Sebelum Thariq
menaklukkan kota Toledo,ia meminta tambahan pasukan kepada Musa Bin Nushair di
Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 personel,sehingga
jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini belum sebanding
dengan pasukan Gothic yang jau lebih besar, 100.000 orang. Kemengan Thariq pada
serangan pertama membuat Musa Bin Nushair tertarik untuk melibatkan diri ke
medan pertempuran. Dengan pasukan yang besar,pada tahun 712 M Ia berangkat
menyeberangi selai itu, dan satu persatu kota yang dilewatinya dapat
ditaklukkan. Musa berhasil menguasai Sidonia, Karmona, Seville dan Merida serta
mengalahkan Theodomir di Orihuela dan kemudian Ia bergabung dengan Thariq di
Toledo. Selanjutnya,keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di
Spanyol, termasuk bagian utaranya mulai dari Saragosa sampai Navarre. Setelah
Spanyol dapat dikuasai sepenuhnya maka Spanyol dijadikan salah satu
propinsi dari dinasti Bani Ummayah di Damakus,gubernur yang pertama kali
diangkat adalah Abdul Aziz putra Musa Bin Nushair pada tahun 716 M.
Pengamatan
saya factor yang mencapai kejayaan tersebut dapat juga terjadi karena pertama,
kemurnian dan keteguhan dalam mengimani, memahami dan mengamalkan ajaran
islam. Keimanan yang teguh, pemahaman yang memadai dan kesungguhan dalam
mempraktikkan ajaran Islam sabegaimana tertuangan dalam al-Qur’an dan Sunnah
itu telah berhasil melahirkan individu-individu siap tempur, yang unggul secara
mental maupun moralnya, yang pada gilirannya membenruk masyarakat madani yang
Islami. Terbukti dalam rentang waktu yang cukup singkat, mereka Berjaya
membangun peradaban yang gemilang.
Kedua, adanya motivasi agama. Sebagaimana kita ketahui
kitab suci al-Qur’an banyak anjuran untuk menuntut ilmu, perintah agar kita
membaca (iqra’), melakukan Observasi (al-fala yaraw-na),
eksplorasi (a-fala yanzhuruna) dan ekspedisi (siru fi l-ardi),
melakukan inference to the best explanation dalam istilah falsafah sains
modern-serta berfikir ilmiah rasional (li-qawnin ya’qilun, yatafakkarun).
Pendek kata pesan-pesan senada yang intinya mengecam dogmatis atau asal terima.
Begitu gencarnya ayat-ayat ini di dengungkan, sehingga belajar atau mencari
ilmu pengetahua sebagai kewajiban (faridah) atas setiap individu muslim,
dengan implikasi berdosalah mereka yang tidak melaksanakan. Pada tataran praktis, doktrin ini membawa
dampak positif. Ia mendorong dan mempercepat terciptanya masyarakat ilmu (Knowlidge
society) dan budaya ilmu (Knowlige culture), dua perkara penting
yang bertanggung jawab melahirkan peradaban Islam. Penting di inggat bahwa penekanan yang
diberikan Islam pada pentingnya ilmu dan perhatian serius terhadap pencarian berbagai
cabang ilmu adalah dalam rangka mencapai kebahagiaan sejati (fi l-dunya wa
l-ahirat) dan bukan sekedar memenuhi kebutuhan ekonomi (self-anggrandizement
atau personal gain).
Ketiga, factor Sosial politik. Tumbuh dan berkembangnya
budaya ilmu dan tradisi ilmiah pada masa itu di mungkinkan anatara lain-jika
bukan terutama-oleh kondisi masyarakat Islam yang terdiri dari bermacam-macam etnis
(Arab, Persi, Koptik, Bar-bar, Turki dan lain-lain), dengan latar belakang dan
kebudayaan masing-masing, namun berhasil diikat oleh tali aqidah Islam, dengan
demikian terwujudlah stabilitas, keamanaan dan persatuan (political unity,
stability, peace and order, because of faith and in spite of etnic as well as
cultural diversity).
Factor-faktor
kemajuan pemikiran Islam
Ada
beberapa faktor yang menyebabkan tradisi keilmuan Islam di Spanyol berkembang
pesat kala itu salah satunya adalah keinginan pihak khalifah mendirikan
institusi pendidikan, toko-toko buku dan perpustakaan berkembang pesat,
guru-guru yang mengajar dengan penuh keikhlasan serta kegiatan pembukuan dan
penjilidan yang demikian pesat. Artinya bahwa tradisi keilmuan tidak hanya
dimiliki oleh kalangan elit tapi hampir seluruh lapisan masyarakat berlomba
membekali diri dengan keilmuan yang memadai. Sungguh satu hal yang mengagumkan
apabila kita membaca sejarah umat Islam dahulu yang begitu berminat membaca, mengajar
serta megembangkan ilmu. (Nasution, 1988: 70) Masing-masing berlomba-lomba
memberikan kontribusinya dalam memajukan institusi pendidikan dengan mewakafkan
sebagian harta mereka untuk kebutuhan kemajuan pendidikan.
Dalam
tradisi keilmuan Islam, kita temukan tiga jenis perpustakaan yaitu perpustakaan
umum, perpustakaan khas (khusus) dan perpustakaan khas-umum. Perpustakaan umum
yaitu perpustakaan yang dibuka untuk orang awam seperti perpustakaan di
masjid-masjid. Perpustakaan ini dapat dipergunakan oleh siapapun juga dari
beragam kalangan. Diantaranya adalah perpustakaan Basrah dan Perpustakaan
al-Azhar. Di Baghdad saja terdapat 38 buah perpustakaan umum dan di Cordova
terdapat 70 buah perpustakaan.
Perpustakaan
khas (khusus) ialah perpustakaan pribadi yang dimiliki oleh para pembesar dan
ulama, seperti perpustakaan Fatah bin Haqân (w. 247 H) dan perpustakaan Ibn
Khasyab (567 M). Perpustakaan umum-khas yaitu perpustakaan yang khusus untuk
para ulama, sarjana dan pelajar. Perpustakaan ini tidak dibuka kepada umum
tetapi diperuntukan bagi para akademisi dan ilmuwan saja. Diantaranya
Perpustakaan Baitul Hikmah yang didirikan oleh Harun al-Rasyid di Baghdad,
Perpustakaan Dar al-Hikmah yang didirikan oleh Hakam Amrillah pada tahun 395 H
di Kaherah dan Perpustakaan Cordova.
Nuh ibnu
Mansur adalah salah seorang yang bangga dengan dirinya karena menjadi salah seorang
yang memiliki perpustakaan terbaik. Ia meminta ibnu Abbad untuk menjadi ketua
penanggung jawabnya, kemudian ia menolak pegawai kerajaan karena harus
membutuhkan 400 ekor onta untuk mengangkut buku-bukunya tersebut ke ibukota,
katalog perpustakaan pribadinya terdiri dari sepuluh volume. Perpustakaan
Adun Dawlah (wafat 982) memiliki dua cabang, disamping satu perpustakaan
miliknya di Basrah, ia membangun sebuah perpustakaan yang luas di pekarangan
istananya di Shiraz, dipimpin oleh seorang pustakawan, seorang pengawas dan
seorang direktur (Hazin, Matsrif dan Wakil). Perpustakaan tersebut berisi banyak
buku-buku literature ilmiah(Asy’arie, 1999:
74-83). Cyril Elgood menggambarkan
buku-buku Adun Dawlah tersimpan memanjang (dalam garis bujur) ruang (hall) yang
melengkung dengan banyak kamar di semua sudutnya. Pada dinding ruang tersebut
ditempatkan rak buku setinggi enam kaki dan lebar tiga yard, terbuat dari kayu
berukir, dengan pintu-pintu yang tertutup dari atas. Setiap cabang ilmu
pengetahuan memiliki kotak-kotak buku dan katalog yang terpisah.
Perpustakaan
Baitul Hikmah (rumah pengetahuan) yang didirikan pada tahun 998, oleh Khalifah
fathimiyah, al-Aziz (975-996). Berisi tidak kurang dari 100.000 volume, kurang
lebih sebanyak 600.000 jilid buku, termasuk 2.400 buah al-Qur’an berhiaskan
emas dan perak disimpan di ruang terpisah. Di Spanyol dan Sisilia ada lebih
dari tujuh puluh perpustakaan muslim Spanyol, dua terbesar diantaranya adalah
perpustakaan Khalifah al-Hakim (wafat 976) di Cordova, berisi sekitar 600.000
volume yang secara hati-hati diseleksi oleh para penyalur buku masa itu yang
ahli dari semua pasar buku Islam. Perpustakaannya dipimpin oleh sebuah staf
yang cukup besar, terdiri dari para pustakawan, penyalin dan penjilid di dalam
scriptorium. Perpustakaan Abdul Mutrif, seorang hakim Cordova, kebanyakan
berisi buku-buku langka, masterpiece-masterpiece kaligrafi, mempekerjakan enam
orang penyalin yang bekerja penuh waktu. Perpustakaan ini terjual dalam lelang
sebesar 40.000 dinar setelah ia wafat tahun 1011. Perpustakaan Sabor di Baghdad
yang didirikan oleh Sabor bin Ardashir seorang menteri Ibn Buwaih pada tahun
383 H. Perpustakaan ini juga berisi seribu al-Qur’an tulisan tangan dan 10,400
buah buku dalam pelbagai bidang. Di Baghdad terdapat seratus buah toko buku dan
ulama yang tinggal di situ tidak kurang dari delapan ribu orang. (Ismail, 1998)
Begitulah
maraknya kegiatan tradisi keilmuan Islam pada masa itu. Semua orang berlomba
memperkaya diri dengan ilmu. Sedangkan pada saat yang sama dunia Eropa masih
berada dalam masa kegelapan. Bangsa Eropa dalam keadaan kekurangan buku dan
perpustakaan. Dalam abad ke-9 Masehi, Perpustakan Katedral di Bandar Kensington
hanya menyimpan 356 buah buku saja dan Perpustakaan di Hamburg mempunyai 96
buah buku saja. Ini menunjukkan umat Islam saat itu sangat unggul dalam
kecintaan dan penghargaannya terhadap buku dan ilmu. Bahkan bangsa Eropa kala
itu menjadikan peradaban Islam sebagai acuan gaya hidupnya sebagaimana sekarang
bangsa Timur menjadikan Barat sebagai ukuran kemajuan. Umat Islam kala itu
berusaha menyalin semua salinan-salinan manuskrip terutama al-Qur’an, hadis,
sastra dan sains. Ibn Ishaq Nadim telah menulis buku yang berjudul al-Fihrist
(Katalog) yang membicarakan buku-buku serta pengarangnya hingga abad-10 masehi.
Buku ini merupakan karya bibliografi dan katalog yang paling lengkap tentang
manuskrip-manuskrip yang ditulis atau diterjemahkan oleh sarjana muslim. Walaupun
begitu, banyak buku-buku tersebut telah hilang akibat peperangan dan pemusnahan
perpustakaan. Kegigihan Imam al-Ghazali dalam menuntut ilmu patut pula
dijadikan contoh. Walaupun dia telah menjadi ulama besar dan mendapat gelar
hujjat al-Islam tetapi ia masih berguru dalam bidang hadis pada detik-detik
terakhir kehidupannya.
Kegiatan
keilmuan ini membuktikan bahwa tradisi keilmuan Islam berkembang pesat pada
zaman tersebut bersama dengan kegemilangan peradaban Islam. Peradaban yang maju
tidak dapat dibangun dan dipertahankan tanpa tradisi keilmuan yang kuat. Dengan
kata lain, peradaban Islam berkembang seiring dengan kuatnya perkembangan
tradisi keilmuan. Oleh sebab itu, membangun peradaban Islam mesti
mengikutsertakan pembangunan tradisi keilmuan dengan mewujudkan dan
memperbanyak institusi pendidikan yang berkualitas dan jaringannya menembus
batas negara. Demikian juga, umat Islam perlu melahirkan ulama, sarjana dan
pemikir yang berkualitas yang mampu menghadirkan kegiatan kajian, penelitian
dan penterjemahan yang semarak. Tanpa unsur-unsur tersebut institusi pendidikan
dan keilmuan akan nampak sepi dan tidak berkembang.
Peradaban
Islam pernah memimpin dunia selama lebih kurang 600-800 tahun, dimana kaum
Muslim dengan sungguh-sungguh mengemban amanah ilmu pengetahuan. Ini
artinya bahwa prestasi yang pernah diraih oleh dunia Muslim jauh lebih lama
dari apa yang sudah diraih oleh dunia Barat modern sekarang ini sejak masa
renaissance. Ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh dunia Islam tidak hanya
berkisar pada ranah kedokteran, tetapi juga termasuk matematika, astronomi dan
ilmu bumi sebagaimana terbukti dari banyaknya istilah-istilah modern (Barat) di
bidang-bidang itu yang berasal dari para ilmuan Muslim. Secara historis, dunia
Islamlah yang pertama kali melakukan internationalization of knowledge di mana
karya-karya ilmuwannya dibaca oleh ilmuwan lain dari berbagai negara. Sebelum
munculnya peradaban Islam, peradaban di dunia ini masih bersifat
lokalistik-nasionalistik. Misalnya, ilmu logika hanya berkembang di sekitar
peradaban Yunani, ilmu yang terkait pengadaan bahan mesiu hanya di seputar
peradaban Cina, dan lain-lain.
Pada
abad pertengahan Islam, penemuan perhitungan differensial dan integral,
geometri analitik, yaitu transformasi dari geometri menjadi aljabar di dalam
matematika, atau bahkan arabesque di dalam seni, semua ini berhubungan dengan
konsep ketakterbatasan yang berada pada jantung kebudayaan, yang merupakan
akibat dari Tauhid sebagai sistem keyakinan. Industri jam dan astronomi
disebabkan analisis waktu sebagai “tempat” untuk tindakan dan kejadian seperti
yang ditentukan dalam Al-Qur’an. Penemuan alat-alat optik berhubungan dengan
konsep cahaya yang disingkap oleh para mistik, yang menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur’an sebagai pengalaman spiritual. Teori atom merupakan perkembangan dari
salah satu bukti keberadaan Tuhan, didasarkan atas pembagian monad sampai monad
yang tak terbagi. Contoh-contoh lain dapat diberikan oleh mekanik, dinamik atau
fisika dan lainnya.
Kemajuan
pemikiran yang demikian pesat dan mengagumkan ini seiring dengan kebebasan
mengeksplorasi pemikiran yang secara spesifik banyak dipengaruhi oleh tradisi
filsafat Yunani. Sampai akhirnya perannya bergeser dengan digantikan oleh
tradisi sufistik yang dimotori oleh al-Ghazali yang sebenarnya juga berangkat
dari pijakan pemikiran filsafat. Pada masa ini dunia Islam mengalami kemandekan
pemikiran filsafat yang cukup panjang. Telah banyak usaha-usaha yang dilakukan
untuk menghidupkan kembali tradisi pemikiran filsafat dalam dunia Islam pasca
kejayaan pemikiran Islam. []
7. Kerajaan
Safawi merupakan salah satu dinasti Islam beraliran Syi’ah yang pernah eksis
pada zaman pertengahan. Bagaimana proses berdirinya dinasti itu, dan jelaskan
pula aliran Syi’ah yang sampai saat ini masih berkembang di Iran.
Jawab:
Pada
saat kekhilafahan atau kerajaan Turki Usmani berada dipuncak kemajuan, pada
saat inilah kekhilafahan atau kerajaan Safawi awal berdiri. Dari referensi yang
kami dapatkan didalam buku-buku sejarah peradaban islam dikatakan kerajaan
Safawi merupakan salah satu dari tiga kekhilafahan atau kerajaan yang besar
diakhir sejarah islam klasik atau dimasa pertengahan ( pramodern ).
Kekhilafahan atau kerajaan Safawi berjalan tidak begitu lama kurang lebih dua
setengah abad, dimulai sejak kepemimpinan Ismail I pada tahun 1501 M. hingga
kepemimpinan Abbas III pada tahun 1736 M. Kerajaan Safawi merupakan sebuah
kekhalifahan atau kerajaan yang mengambil Syi’ah sebagai madzhab Negara,
sehingga Kerajaan Safawi merupakan peletak dasar pertama terbentuknya Negara
Iran yang ada sampai saat ini. Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakkan
tarekat yang didirikan Safiuddin di Ardabil sebuah kota di Azarbaijan. Tarekat
ini bernama Tarekat Safawiyah. Nama Safawiyah sendiri diambil dari nama pendiri
tarekat ini yaitu Safiuddin (1252-1334 M.), nama Safawi terus dipertahankan
hingga tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan terus dipertahankan hingga
berhasil mendirikan kerajaan.
Jalan
hidup kesufian yang dipilih Safiuddin merupakan cikal-bakal keluarganya yang
memang mengambil sufi sebagai pendirian dalam menjalankan ajaran islam, selain
itu keluarga Safiuddin juga hidup dalam keadaan yang berada sehingga hal
tersebut juga mempermudah dalam perjuangannya. Selain itu Safiuddin juga
keturunan dari Imam Syi’ah yang keenam yaitu Musa al-Kazim (1216-1301 M.) yang
dikenal dengan julukan Zahid al-Gilani. Setelah menjadi menantu dan gurunya
wafat Safiuddin mendirikan tarekat Safawiyah. Pada awalnya tarekat Safawiyah
bertujuan memerangi orang-orang ingkar dan kelompok ahli bidah menirit mereka. Pada
abad limabelas, gerakan Safawiyah menjadi sebuah kekuatan politik yang sangat
berpengaruh dibagian barat laut Iran, dan dibagian timur Anatolia. Dapat kita
lihat juga dari sejarah yang ditulis oleh para sejarawan terutama sejarawan
muslim bagaimana kecenderungan Safawiyah memasuki dunia politik pada masa
kepemimpinan Imam Junaid (1447-1460 M.),
pada masa ini gerakan Safawiyah memperlihatkan lebih jelas bagaimana visi politiknya, dapat kita lihat pula gerakan ini selain sebagai gerakan agama terlihat juga sebagai gerakan politik. Setelah Imam Junaid wafat tarekat ini dipimpin oleh anaknya yang bernama Haedar. Haedar mengawini putrid Uzun Hasan, dari perkawinan inilah lahir anak bernama Ismail, yang nantinya Ismail ini mendirikan dan menjadi raja pertama dari kekhalifahan atau kerajaan Safawi di Persia.
pada masa ini gerakan Safawiyah memperlihatkan lebih jelas bagaimana visi politiknya, dapat kita lihat pula gerakan ini selain sebagai gerakan agama terlihat juga sebagai gerakan politik. Setelah Imam Junaid wafat tarekat ini dipimpin oleh anaknya yang bernama Haedar. Haedar mengawini putrid Uzun Hasan, dari perkawinan inilah lahir anak bernama Ismail, yang nantinya Ismail ini mendirikan dan menjadi raja pertama dari kekhalifahan atau kerajaan Safawi di Persia.
Sebagai
penerus ayahnya Ismail melanjutkan kepemimpinan Haedar dan Ia berhasil
kebangkitakan safawi yang dimasa kepemimpinan Haedar mengalami kekalahan ketika
Safawi menyerang wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan, AK Koyunlu mengirim bala
bantuan militer kepada pasukan Sirwan, sehingga pasukan Haedar kalah dan Haedar
sendiri terbunuh dalam peperangan ini. Pada saat menjadi pemimpin atau penguasa
kerajaan Safawi Ismail I baru berumur tujuh tahun. Selama lima tahun Ismail I
beserta pasukannya bermarkas di Gilan, mempersiapkan kekuatan dan mengadakan
hubungan dengan para pengikutnya di Azarbaijan, Syiria, dan Antolia. Pasukan
yang dipersiapkan tersebut dinamai Qizilbash (baret merah). Pada tahun 1501 M.
pasukan Qizilbash mengadakan penyerangan dan berhasil mengalahkan pasukan AK
Koyunlu di Sahrur dekat Nakhchivan, dengan kekuatan Qizilbash Ismail I mampu
membalas kekalahan ayahnya dahulu dari AK Koyunlu dan dapat menguasai wilayah
Tibriz, pusat kekuasaan AK Koyunlu. Diwilayah Tibriz ini Ismail I menyatakan
Atau memproklamirkan dirinya sebagai raja pertama Kekhilafahan atau Kerajaan
Safawi.
Jika
kita lihat dari asal usul Safawi merupajan sebuah kerajaan yang lahir atau
dipimpin oleh dua kekuatan, yang pertama, kepemimpinan agama (tarekat) sebagai
perintis kerajaan Safawi, dimulai ketika dipimpin oleh Safiuddin hingga
kepemimpinan Haedar (1252-1494 M.), yang kedua, kepemimpinan kekuatan politik
yang dilembagakan sebagai penerus kepemimpinan yang pertama pada masa ini
kepemimpinan sudah bersifat formal, dimulai sejak kepemimpinan Ismail I
(1501-1524 M.) hingga Abbas III (1732-1736 M.), kepemimpinan diantara kedua
masa tersebuat Safawi dipimpin oleh Sembilan sultan atau penguasa, yaitu
Tahmasp I, Ismail II, Muhammad Khudabanda, Abbas I, Safi Mirza, Abbas II,
Sulaiman, Husein, Tahmasp II. Masa kepemimpinan Ismail I berlangsung selama
kurang lebih 23 tahun, antara tahun 1501 M. hingga 1524 M. Dalam waktu sepuluh
tahun Ismail I dapat menguasai wilayah kekuasaan yang meliputi seluruh Persia
dan bagian Timur Bulan Sabit Subur (Fortile Crescent).
Negara
Iran menganut Aliran Syiah Itsna Asy Ariyah, aliran tersebut berkembang
dengan sangat pesat di sana, Hal ini tidak terlepas dari doktrin Safawi yang
pernah mereka lembagakan dalam konteks politik, jadi dapat dikatakan dasar
Negara Iran dewasa ini tidak terlepas dari doktrin ajaran syiah. Untuk
menghapuskan cara-cara pemujaan sufi misalnya, dzikir bersama-sama dan
pengultusan orang-orang suci sufi, majlis memperkenalkan ritual berkabung untuk
menghormati Husain sang martir karbala, untuk mengajarkan rakyat nilai-nilai
dan keimanan syiah. Ritual tersebut juga di tandai dengan prosesi yang rumit,
melakukan nyanyian penguburan yang sangat emosional, sementara orang-orang
meratap dan mengis keras-keras. Ritual ini menjadi adat terpenting di Iran.
Taziyeh di kembangkan sebagai penggambaran penuh
perasaan dari tragedy di Karbala, yang mendorong seseorang untuk tidak menjadi
penonton pasif, tetapi ikut serta dalam respon emosional, menangis dan memukuli
dada, dan mengikuti diri untuk ikut serta merasakan penderitaan Imam Husain. Saat
mereka meratap menampar dahi dan dan menangis maraung-raung, para penonton juga
merasakan getaran dalam diri mereka sendiri yang rindu akan keadilan yang
menjadi inti keimanan Syi’ah, mereka juga bertanya pada diri sendiri, mengapa
yang baik selalu menderita dan yang jelek selalu menang. Ritual ini netral dan
mendukung status quo, dalam mendesak rakyat untuk menjalin hubngan baik dengan
penguasa, dan mereka harus memikirkan kepentingan mereka sendiri. Pada Revolusi
Iran 1978-179, ritual ini di gunakan lagi sebagai alat penekan untuk
mengartikulasikan rasa berkabung mereka terhadap pemerintah yang korup. Ayatollah Khomaini (1902-1989) sangat
terpengaruh oleh pengajaran Mula Sadra dan dalam pidato terakhir kepada rakyat
Iran sebelum wafatnya, dia meminta mereka untuk meneruskan studi dan praktik Irfan,
karena tidak ada revolusi Islam sejati tanpa ada reformasi spiritual.
8. Apa yang
dimaksud dengan renaissance dan bagaimana kaitannya dengan penjajahan
negara-negara Muslim?
Jawab:
Renaissance adalah suatu periode sejarah yang mencapai
titik puncaknya kurang lebih pada tahun 1500 M. Perkataan renaissance
berasal dari bahasa Perancis renaissance yang artinya adalah “Lahir
Kembali” atau “Kelahiran Kembali”. Yang dimaksudkan biasanya adalah kelahiran
kembali budaya klasik terutama budaya Yunani kuno dan budaya Romawi kuno. Namun zaman sekarang hal ini bisa menyangkut
segala hal. Masa ini ditandai oleh kehidupan yang cemerlang di bidang seni, pemikiran maupun kesusastraan yang mengeluarkan Eropa dari kegelapan intelektual abad pertengahan. Masa Renaissance bukan suatu perpanjangan
yang berkembang secara alami dari abad pertengahan, melainkan sebuah revolusi
budaya, suatu reaksi terhadap kakunya pemikiran serta tradisi Abad pertengahan.
Berkat
pengaruh kebudayaan Islam yang berabad-abad, maka terutama di Spanyol dan
Portugal timbullah perkembangan ilmu dan kebudayaan. Timbullah pula berbagai
pikiran baru, pandangan hidup baru, dan keinginan untuk meluaskan pandangan dan
merantau ke negeri-negeri lain, terutama ke negeri-negeri Asia yang kaya dan
mengagumkan itu. Orang Eropa mencoba-coba untuk mencari jalan ke Asia itu
dengan meluaskan pelayaran-pelayaran mereka menyusuri pantai Afrika Barat.
Semangat pelaut begitu menghebat nya pada kedua bangsa itu, maka muncullah
banyak pelaut yang terkenal dari Portugal dan spanyol. Kita melihat misalnya
Bartholomeus Diaz dari Portugal telah berhasil melewati ujung Afrika Selatan
dalam pelayaran nya pada tahun 1486, dengan menempuh gelombang yang besar,
sehingga dinamakan nya “Tanjung Badi” kemudian raja Portugis merubah nama itu
untuk membangkitkan hasrat para pelaut dengan “Tanjung Harapan” (Kaap de
Goode Hooop).(Karen Amstrong, 2002: 147-148)
Di
samping bangsa Portugal dan Spanyol, bangkit pula bangsa Inggris, mereka dapat
ilmu dan kebudayaan Islam melalui sarjana nya yang terkenal Roger Bacon
(1214-1292), seorang pendeta Fransiscus yang pernah kuliah di Andalusia, Ilmu
baru yang diperolehnya itu dikembangkan nya di tanah airnya Inggris. (Amstrong, 2002: 149)
Ketiga
bangsa inilah, Portugal, Spanyol dan Inggris yang menjadi pembuka jalan bagi
negara-negara Imperialis di dunia. Uraian kita selanjutnya membukakan guci
wasiat kaum imperials ini, yang ada mulanya mencari “tanah-tanah koloni”,
tetapi kemudian melangkah lanjut menanamkan kapital nya.
Perekonomian
bangsa Eropa pun semakin maju karena daerah baru terbuka baginya. Tak lama
setelah itu mulailah kemajuan barat melampaui kemajuan islam yang sejak lama
mengalami kemunduran. kemajuan barat itu dipercepat oleh penemuan dan
perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Penemuan mesin uap yang kemudian
melahirkan revolusi industri di eropa semakin memantapkan kemajuan mereka.
Teknologi perkapalan dan militer membuat eropa menjadi penguasa lautan dan
bebas melakukan kegiatan ekonomi dan perdagangan dari keseluruhan dunia, tanpa
mendapatkan hambatan-hambatan berarti dari lawan mereka. Bahkan satu demi satu
negeri islam jatuh ke bawah kekuasaannya sebagai negeri jajahan.(Yatim, 2003: 175)
Salah
satu negri yang menjadi tujuan Negara-negara Eropa adalah India. India pada
masa kemajuan pemerintahan kerajaan mughal adalah negeri yang karya nya dengan
hasil yang kaya dengan hasil pertanian. Itu mengundang eropa yang sedang
mengalami kemajuan untuk berdagang ke sana. Inggris dan belanda mulai menginjak
kan kaki di India pada tahun 1611M, Inggris mendapatkan modal menanamkan
modal. Dan pada tahun 1617 M Belanda mendapat ijin yang sama.
Pada
tahun 1761 M Kongsi dagang Inggris British East India Company (BEIC) mulai
berusaha menguasai wilayah India bagian timur ketika ia merasa cukup kuat.
Penguasa setempat mencoba mempertahankan kekuasaan dan berperang melawan
Inggris. perang pun berkecamuk dalam waktu yang cukup lama, Namun mereka tidak
berhasil mengalahkan Inggris akibatnya daerah-daerah qudh, Bengel, dan Orissa
jatuh ke tangan Inggris pada tahun 1803 M. pada tahun 1882 M, ke- amiran Muslim
Sind di India dikuasainya. Tahun 1842 M Kerajaan Mughal bahkan dikuasai penuh,
walaupun mendapatkan perlawanan dari rakyat India yang dipelopori oleh gerakan
wahabi (Abdullah et al,
1989: 470) dan setahun kemudian raja yang terakhir
dipaksa meninggalkan istana. Sejak itu India dibawah kekuasaan Inggris berusaha
menguasai Afghanistan dan kesultanan muslim Balucita dimasukkan dibawah
kekuasaan India-Inggris.
Selain
itu Kemajuan Eropa dalam teknologi militer dan industri perang membuat kerajaan
Turki Utsmani menjadi kecil dihadapan Eropa, akan tetapi nama besar Turki
Utsmani masih membuat Eropa Barat segan untuk menyerang atau mengalahkan
wilayah yang berada di bawah kekuasaan kerajaan islam ini. Termasuk di daerah
Eropa Timur. Sejak itulah kerajaan Usman dalam menghadapi serangan Eropa di
wina tahun 1683 M. membuka mata barat bahwa kerajaan Usman telah mundur jauh
sekali. Sejak saat Itulah kerajaan Usman berulang kali mendapatkan serangan
besar dari barat.(ibid;)
Sejak
kekalahan dalam pertempuran wina itu, kerajaan Turki Utsmani juga menyadari
akan kemunduranya dan kemajuan barat. Celei Mehmed diutus ke Paris tahun 1720 M
dan diinstruksikan untuk mengunjungi pabrik benteng pertahanan dan ilustrasi
lainnya. laporan itu mendorong Sultan Ahmad III (1703-1730 M) untuk memulai
pembaharuan dikerjakannya. Pada tahun 1734 M. untuk pertama kalinya sekolah teknik
militer dibuka. Dalam bidang yang
lain pembaharuan juga dilakukan seperti pembukuan percetakan di Istanbul tahun
1722 M, untuk kepentingan kemajuan ilmu pengetahuan. Demikian juga gerakan
penerjemah buku Eropa ke dalam bahasa Turki.
Meskipun
demikian usaha pembaharuan itu bukan saja gagal menahan kemunduran Kerajaan
Turki Usman yang terus mengalami kemerosotan, keuangan negara yang terus
mengalami kebangkrutan sehingga tidak mampu menunjang usaha pembaharuan. Faktor
terpenting lainnya yang membawa kegagalan itu adalah karena ulama dan tentara
Yenissari yang sejak abad ke 17 M menguasai suasana politik dalam kerajaan
Usman serta menolak jurang kehancuran sementara barat yang menjadi ancaman
baginya semakin besar.
Disamping
itu gerakan pembaharuan malah justru mengecam kekuasaan para sultan yang
absolut, karena para pejuang Turki melihat bahwa kelemahan absolut karena para
pejuang Turki terletak pada ke absolutan sultan itu. Sehingga lahir gerakan
tanzimat Usmani muda, dan partai persatuan dan kemajuan (Ittihad ve Turekki).
Ketika
terjadi perang dunia I (1915) Turki Usmani berada dipihak yang kalah. Sampai
tahun 1919 M. sejak itu kebebasan Turki Usman benar-benar tenggelam bahkan
tidak lama kemudian kekhalifahannya dihapuskan (1942 M). Semua daerah
kekuasaannya yang luas baik di Asia maupun di Afrika diambil alih oleh
negara Eropa. Yang menang perang.
Penetrasi
barat ke pusat dunia islam timur tengah pertama-tama dilakukan oleh dua bangsa
Eropa terkemuka yaitu Inggris dan Perancis. Inggris lebih dulu menanamkan
pengaruhnya di India. Perancis merasa perlu memutuskan hubungan komunikasi
antar inggris di Barat dan India di Timur, oleh karena itu pintu gerbang ke India
yaitu Mesir harus berada dibawah kekuasaannya untuk maksud tersebut Mesir dapat
ditaklukkan Perancis tahun 1798 M.(ibid;)
9. Ada
beberapa teori tentang masuknya Islam di
Indonesia. Jelaskan teori-teori dimaksud, dan menurut Saudara teori
manakah yang paling kuat disertai dengan argumentasinya!
Jawab:
Teori
Masuknya Islam ke Indonesia Menurut beberapa sejarawan, agama Islam baru masuk
ke Indonesia pada abad ke-13 Masehi yang dibawa oleh para pedagang muslim.
Meskipun begitu, belum diketahui secara pasti sejak kapan Islam masuk ke
Indonesia karena para ahli masih berbeda pendapat mengenai hal tersebut.
Setidaknya ada tiga teori yang mencoba menjelaskan tentang proses masuknya
Islam ke Indonesia yaitu teori Mekkah, teori Gujarat, dan teori Persia.
1.
Teori Gujarat, Teori yang dipelopori
oleh Snouck Hurgronje ini menyatakan bahwa agama Islam baru masuk ke Nusantara
pada abad ke-13 Masehi yang dibawa oleh para pedagang dari Cambay (Gujarat),
India. dibenarkan oleh J.P. Moquette
yang pernah meneliti bentuk nisan kuburan-kuburan raja-raja Pasai, kuburan
Sultan Malik Ash-Shalih. Nisan kuburan Maulana Malik Ibrahim di Gresik, Jawa
Timur, juga ditelitinya. Dan ternyata sangat mirip dengan bentuk nisan-nisan
kuburan yang ada di Cambay, Gujarat. Rupanya, pendapat Moquette yang memperkuat
pendapat Pijnapel dan Hurgronje disanggah oleh S.Q. Fatimi. Pendapat Moquette
juga disanggah oleh G.E. Marrison. Marrison malah yakin, bahwa Islam yang
datang ke Indonesia berasal dari Pantai Coromandel, India Selatan. Alasannya,
pada abad ke-13 M, Gujarat masih menjadi sebuah kerajaan Hindu, sedang di
Pantai Coromandel Islam telah berkembang. Marrison juga berpendapat, para
pembawa dan penyebar Islam yang pertama ke Indonesia adalah para Sufi India.
Mereka menyebarkan Islam di Indonesia dengan pendekatan tasawwuf pada akhir
abad ke-13 M. Penyerbuan yang dimaksud memaksa banyak Sufi keluar dari
zawiyah-zawiyah mereka dan melakukan pengembaraan ke luar wilayah Bani
Abbasiyah, seperti ke ujung Persia atau bahkan ke India. Kedua pendapat tersebut masih dari satu
Negara yakni Gujarat, walaupun terjadi perbedaan pendapat masalah wilayah,
antara dari wilayah Cambay dan Coromandel, India bagian selatan.
- Teori Persia, Teori ini dipelopori oleh P.A Husein Hidayat. Teori Persia ini menyatakan bahwa agama Islam dibawa oleh para pedagang dari Persia (sekarang Iran) karena adanya beberapa kesamaan antara kebudayaan masyarakat Islam Indonesia dengan Persia.
- Teori Mekkah, Teori ini adalah teori baru yang muncul untuk menyanggah bahwa Islam baru sampai di Indonesia pada abad ke-13 dan dibawa oleh orang Gujarat. Teori ini mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dari Mekkah (arab) sebagai pusat agama Islam sejak abad ke-7. Teori ini didasari oleh sebuah berita dari Cina yang menyatakan bahwa pada abad ke-7 sudah terdapat sebuah perkampungan muslim di pantai barat Sumatera.
4.
Teori Cina, Mereka bermazhab Hanafi. Pendapat ini
disimpulkan oleh salah seorang pegawai Belanda pada masa pemerintahan kolonial
Belanda dulu. Sebelum Indonesia merdeka, orang-orang Belanda pernah menguasai
hampir seluas Indonesia sekarang sebelum ditaklukkan oleh tentara Jepang pada
1942. Tepatnya pada 1928, Poortman memulai penelitiannya terhadap
naskah Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda. Tidak berhenti di situ,
ia melanjutkan penelitiannya terhadap naskah-naskah kuno Cina yang tersimpan di
klenteng-klenteng Cina di Cirebon dan Semarang. Ia pun sempat mencari
naskah-naskah kuno di sebuah klenteng di Batavia, Jakarta dulu. Hasil
penelitiannya itu disimpan dengan keterangan Uitsluiten voor Dienstgebruik
ten Kantore, yang berarti “Sangat Rahasia Hanya Boleh Digunakan di Kantor”.
Sekarang disimpan di Gedung Arsip Negara Belanda di Den Haap, Belanda. Pada
1962, terbit buku Pongkinangolngolan Sinambela Gelar Tuanku Rao yang
ditulis Mangaradja Onggang Parlindungan. Dalam buku ini dilampirkan juga
naskah-naskah kuno Cina yang pernah diteliti oleh Poortman.
Dari
ke-empat teori tersebut menurut saya, Islam yang masuk ke Indonesia berasal
dari Persia (Iran sekarang). Hal ini terbukti, peringatan 10 Muharram atau hari
Asyura sebagai hari kematian Husein bin Ali bin Abi Thalib yang ada di
Indonesia berasal dari perayaan kaum Syiah di Persia. Peringatan 10 Muharram
itu lebih dikenal sebagai perayaan Hari Karbala. Saya juga yakin dengan
pendapat ini, karena keberadaan pengaruh bahasa Persia di beberapa tempat di
Indonesia. Selain itu, keberadaan Syeikh Siti Jenar dan Hamzah Fansuri dalam
sejarah Indonesia menandakan adanya pengaruh ajaran wihdatul wujud Al-Hallaj,
seorang Sufi ekstrim yang berasal dari Persia. karena itu, Syiah adalah bentuk
akidah pertama yang diterima di Indonesia. Baru setelah itu Islam Ahlus Sunnah
wal Jama’ah yang berkembang belakangan.
10. Pada
paroh pertama abad ke-20 M, di Indonesia muncul beberapa organisasi keagamaan
dan yang paling menonjol adalah Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Jelaskan
latar belakang pembentukan kedua organisasi itu, dan sebutkan beberapa
perbedaan di antara keduanya itu!
Jawab:
1. Latar
Balakang Lahirnya Muhamdiyah
Organisasi Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta
pada tanggal 8 Dzulhijjah tahun 1330 Hijriyah atau 18 Nopember 1912 Masehi(Hasyim, 1999: V). Organisasi ini didirian oleh KH Ahmad
Dahlan dan merupakan salah satu organisasi islam yang tertua(Nashir,
2000: V). Muhammadiyah bersama Nahdlatul Ulama (NU) sering disebut sebagai
dua pilar atau sayap islam di Nusantara (Ibid, IX).
Nama
kecil KH Muhammad Dahlan ialah Muhammad Darwis. Semasa kecilnya, Muhammad
Darwis tak pernah pergi ke sekolah. Ayah Darwis sendirilah yang mendidiknya,
seperti mengaji sebelum mengirimkannya ke ulama lain untuk memperdalam
agamanya. Kemudian ia menuntut ilmu di Mekkah dan melaksanakan ibadah haji pada
tahun 1890 saat ia berusia 22 tahun. Setelah melaksanakan haji, ia berganti
nama menjadi Ahmad Dahlan. Beliau pernah berguru selama 2 tahun kepada Syekh
Ahmad Chatib, ulama kelahiran Bukittinggi yang berkedudukan di Masjid Al-Haram
sebagai imam mazhab Syafii. Beliau juga diperkenalkan kepada Hasyim Asy’ari,
yang kelak menjadi pendiri NU (Karim, 1986: 3).
Sekembalinya
dari Mekkah, beliau mulai mempraktekkan ilmu falak (astronomi) di Yogya. Hal
yang pertama yang beliau coba ialah mengenai arah kiblat shalat. Saat itu, di
Indonesia orang melakukan shalat persis menghadap ke barat. Padahal, menurut
perhitungan Dahlan, seharusnya agak ke utara sedikit. Ketika beliau mencoba
membuat garis shaf baru di masjid Kesultanan Yogyakarta, penghulu masjid
menjadi murka. Penghulu tersebut bersama anak buahnya berniat merusak surau
Dahlan. Karena peristiwa itu, Dahlan berniat hijrah dari Yogya, namun Kyai
Shaleh, kakak iparnya mengurungkan niatnya. Kemudian Dahlan menyebarkan fatwa-fatwanya
tersebut sambil berdagang.
Tahun
1909 beliau masuk ke Budi Utomo. Mengingat anggota Budi Utomo umumnya akan
bekerja di pemerintahan, beliau berharap dapat mengajarkan agamanya di
sekolah-sekolah pemerintah. Harapan tersebut disambut mantap oleh kalangan Budi
Utomo karena ajaran Dahlan membuat islam terasa selaras dengan cara berfikir
anggota perkumpulan itu.
Pada
suatu saat, mereka menganjurkan agar Dahlan membentuk organisasi bagi
penyebaran pahamnya. Alhasil, pada tanggal 18 Nopember 1912, Muhammadiyah resmi
berdiri. Ada dua tujuan berdirinya Muhammadiyah ini:
a. Menyebarkan pengajaran
Kanjeng nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumiputra di dalam regentie
Djogjakarta.
b. Memajukan hal agama Islam kepada
anggota-anggotanya.
Dalam perkembangannya, Muhammadiyah terus saja membangun sekolah, masjid,
poliklinik, dan kegiatan sosial lainnya. Muhammadiyah memang sudah menjadi
kultur, bukan lagi organisasi. Seperti yang dikatakan oleh Taufik Abdullah,
organisasi pembawa tradisi pembaruan Islam di Indonesia.
2. Latar
balakang Lahirnya Nahdhatul Ulama’ (NU)
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama atau
Kebangkitan Cendekiawan Islam), disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam yang terbesar di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 di Surabaya, oleh KH Hasyim Asy’ari dan
bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi. Para Kyai pendiri NU adalah para pendukung, penyebar dan pembela paham
Islam Ahlus sunnah wal Jamaah. Faham ini telah mempersatukan secara organis
antara ajaran tauhid, fiqh dan Tasawuf. Jadi doktrin ahlussunah wal jamaah sebagaimana
berpangkal pada 3 madzhab panutan yakni; paham al-Asyariyah dan al-Maturidi
dalam bertauhid, mengikuti salah satu dari empat mazdhab (Hanafi, Maliki, Syafi’I
dan Hambali) dalam ber-fiqh, dan mengikuti faham al-Junaidi, al-Baghdadi
dan al-Ghazali dalam bertasawuf. (Nur hasan, ijtihad Politik NU, 2010:
48)
Tujuan didirikannya NU adalah menegakkan ajaran
Islam menurut paham Ahlussunnah waljama’ah di tengah-tengah kehidupan
masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keterbelakangan
baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah
menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini,
melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan “Kebangkitan Nasional”. Semangat kebangkitan memang terus menyebar
ke mana-mana - setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya
dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi
pendidikan dan pembebasan. Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan
membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan “Nahdlatul Fikri”
(kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan
keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut
Tujjar,
(pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki
perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul
Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan
yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Suatu waktu Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab Wahabi di Mekkah, kalangan pesantren yang selama ini membela
keberagaman, menolak pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.
Dengan sikapnya yang berbeda itu kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres
Al Islam di Yogyakarta pada tahun 1925. Akibatnya kalangan pesantren juga tidak
dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan mengesahkan keputusan
tersebut. Sumber lain menyebutkan bahwa K.H. Hasyim Asy'ari, K.H. Wahab Hasbullah dan sesepuh NU lainnya melakukan walk out.
Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermazhab serta
peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa
membuat delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh K.H. Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun
dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, maka
Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di Mekkah bebas
dilaksanakan ibadah sesuai dengan mazhab mereka masing-masing. Itulah peran
internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memper-juangkan
kebebasan bermazhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah dan
peradaban yang sangat berharga. Berangkan komite dan berbagai organisasi yang
bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk
organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi
perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang
bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari
1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini,
maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab
Qanun Asasi
(prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan
dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan
warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan
politik.
3. Perbedaan
Pemikiran NU vs Muhammadiyah
a. Aspek Ideologi
Muhamadiah maupun NU berafiliasi dengan
ideology Sunni (Ortodok), namun warga Muhamdiyah lebih suka mengatakan bahwa organisasi
mereka mengikuti gerakan tajdid yang mendukung ijtihad dan seruan kembali
kejalan ajaran murni (al-Qur’an dan as-Sunnah). Pandangan semacam itu
memudahkan memperkenalkan model pemahaman baru tentang al-Qur’an berdasarkan tema
atau isu, ang berkaitan dengan dinamika social (tafsir maudlu’i-mengambil ayat
Qur’an dan Sunnah sebagai sumber utama dan memaksimalkan ijtihad). Dengan
demikian muhamadiyah mampu membedakan teks ayat suci dengan jelas. Pemahaman
tersebut sangat relative yang berarti bahwa penafsiran ayat suci memiliki
kaitan latar belakang social, budaya, dan psikologis sang mufassir. Ayat suci
adalah paling mutlak kebenarannya.
Namun Muhammadiayah sering terjebag dalam
konservatisme dan pemahaman yang kaku berkaitan dengan ideology keagamaan
(puritanisme) dan reduksionisme, khususnya ketika menterjemahkan konsep tajdid
dalam konsep fiqh (furu’iyah). (Fahrudin, 2006: 231-233)
Sebaliknya, NU bersikeras bahwa warganya harus
berafiliasi pada ideology ahlusunnah wal jamaah atau aswaja. Warga NU
yakin betul bahwa aswaja dan tradisi fiqh memberi kesempatan (dorongan dari
dalam) untuk menghormati perbedaan atau pluralitas. NU menjadikan tradisi fiqh sebagai
tradisi dan pedoman dalam mengambil keputusan organisasi dan kepentingan public
(masalihu al-ummah). NU mengklaim bahwa fiqh dan penghargaan terhadap
budaya local mampu memberikan ruang lebih terbuka kepada ummat dari berbagai
kepercayaan atau agama untuk tetap hidup berdampingan. Oleh sebab itu keduanya
merupakan asset bagi NU untuk memajukan masyarakat demokratis di Indonesia,
yang memudahkan warga NU untuk menjadi lebih terbuka dan apresiatif terhadap
pluralitas ketimbang kelompok modernis. Keterlibatan warga NU mempelajari
karya-karya klasik Islam, kitab kuning (karya ulama’ abad pertengahan)
memudahkan mereka mengembangkan pemikiran melalui kajian analitis yang intensif
(Fahrudin, 2006: 233-235). Dengan demikian NU dapat mengembangkan keterbukaan
di kalangan warganya. Dari hal tersebut maka dalam aspek ideologi banyak terjadi
perbedaan antara keduanya.
Ranah perbedaan
antara kedua organisasi sosial keagaan tersebut, yakni NU dan Muhammadiyah,
bukan untuk menambah problem yang timbul sebagai akibat perbedaan itu,
melainkan justru sebaliknya, agar semakin mendekatkannya. Sebab ternyata
dengan perbedaan itu, selain ada untungnya, dalam hal-hal tertentu,
ternyata merugikan kedua belah pihak dan bahkan semuanya.
Salah satu contoh kecil
kerugian itu adalah misalnya mengganggu silaturrahmi. Orang
NU tidak begitu mudah diterima bekerja di lembaga Muhammadiyah, dan
sebaliknya. Orang Muhammadiyah tidak mudah diterima di sebuah departemen, jika
pimpinan departemen itu orang NU, dan juga sebaliknya.
Padahal mencari tenaga professional kadang sangat sulit,
namun masih dipersulit lagi oleh adanya perbedaan kultur atau
organisasi keagamaan itu itulah realita yang terjadi.
Jika hal demikian itu benar-benar
terjadi, maka organisasi sosial keagamaan tidak terlalu menguntungkan.
Ukuran kualitas seseorang menjadi bertambah dengan variabel yang tidak mudah
dipenuhi. Misalnya, disebut berkualitas jika berasal dari paham keagamaan
yang sama. Dengan begitu maka, organisasi sosial keagamaan justru menjadi
sebab terjadinya keputusan rasional tidak dijalankan. Akhirnya
keadaannya menjadi aneh, mencari calon tukang potong rambut saja bisa
dilakukan secara obyektif, mencari yang ahli; sementara,
mencari calon Rektor misalnya, harus memilih yang sealiran.
Padahal yang terpilih akhirnya belum tentu kualitasnya lebih baik.
Contoh seperti itu, ternyata di mana-mana
terjadi dan cukup banyak jumlahnya. Sebagai akibatnya, organisasi
tidak berhasil dijalankan secara obyektif, rasional, dan terbuka, sebagaimana
tuntutan organisasi modern. Organisasi menjadi tidak dinamis atau apalagi
maju. Selain itu, pelayanan masyarakat menjadi tidak maksimal. Dampak
negative itu akan dialami oleh masing-masing anggota organisasi
yang bersangkutan, menjadi serba terbatas.
Perbedaan antara NU dan Muhammadiyah jika
diperhatikan secara saksama, sebenarnya hanya berada pada ranah
ritual saja. Lagi pula, aspek ritual itu juga tidak berada pada
wilayah yang mendasar. Orang menyebutnya hanya pada aspek yang sifatnya cabang
atau furu’. Perbedaan itu hanya di seputar bagaimana ritual itu
dijalankan. Misalnya, jamaáh NU ketika shalat subuh melengkapi dengan qunut,
sedangkan Muhammadiyah tidak.
Selain itu, NU ketika shalat jumát,
adzannya dua kali, sedangkan Muhammadiyah hanya sekali saja. NU
setelah shalat fardhu berdzikir bersama, sedangkan Muhajmmadiyah tidak.
NU membiasakan membaca puji-pujian menjelang shalat berjamaáh, sedangkan
Muhammdiyah tidak. Untuk menentuikan awal puasa atau mengakhirnya,
Muhammadiyah lewat pendekatan hisab, sedangkan NU menggunakan
rukyat. Hasilnya kadang sama, tetapi sekali-kali berbeda.
Persoalan ritual dalam Islam, sebenarnya
adalah merupakan bagian kecil dari keseluruhan ajaran yang dibawa
oleh Nabi Muhammad, atau dalam al Qurán itu sendiri. Dalam hal yang lebih
luas, Islam mengajak umatnya menjalani kehidupan ini secara sempurna,
mengembangkan semua aspek dalam dirinya. Islam mengajarkan bagaimana
menggunakan akal pikirannya secara benar. Islam juga mengajarkan agar jiwa dan
raganya menjadi sehat. Islam mengajarkan bagaimana agar ucapan,
pikiran, hati, dan anggota badannya selalu dijaga agar bersih dan
bahkan suci. Dalam Islam diajarkan tentang tazkiyatun nafs. Sedangkan
kegiatan ritual, sekalipun sungguh amat penting, namun hanyalah merupakan
bagian kecil dari ajaran Islam.
Apa saja yang terkait dengan ritual
mestinya bukan diperdebatkan, melainkan seharusnya segera dijalankan. Berdedat
soal ritual tidak akan membawa hasil, dalam arti diketemukan mana yang
paling duluan diterima dan yang ditolak oleh Tuhan. Tidak akan ada
seorang pun yang tahu bahwa ritualnya diterima atau ditolak. Penerimaan dan
atau penolakan kegiatan ritual adalah hak prerogative Tuhan sendiri.
Seseorang mungkin menang dalam berdebat, maka sebenarnya belum
tentu benar-benar menang di hadapan Allah. Bisa saja yang terjadi justru
sebaliknya, bahwa mereka yang kalah, karena ritualnya dilakukan
secara lebih khusuk dan ikhlas justru diterima. Sebaliknya, pihak yang
menang hanya akan mendapatkan kemenangannya di hadapan orang.
Ajaran Islam sedemikian luas, yaitu mengajarkan
agar para umatnya kaya ilmu pengetahuan, menjadi manusia unggul dalam arti
bertauhid, berhasil bisa dipercaya, dan selalu menjaga kesucian dalam
semua aspek kehidupannya. Selain itu, Islam mengajarkan tentang tatanan
sosial yang adil dan juga agar menjalankan semua pekerjaan atau amalnya
secara professional atau beramal saleh. Dalam al Qurán disebutkan
bahwa siapa yang beriman dan beramal saleh akan selamat hidupnya, baik di dunia
maupun di akherat.
Sebenarnya boleh saja di mana-mana
terjadi perbedaan atau bahkan berdebat. Tetapi hendaknya
perdebatan itu dalam soal yang terkait dengan ilmu
pengetahuan, membangun keadilan dan mencari cara yang tepat dalam beramal
saleh. Sebab berbeda dalam ilmu pengetahuan dan lainnya itu akan
melahirkan rakhmat. Artinya dengan perbedaan dan perdebatan itu justru
pengetahuan dan pengalaman seseorang akan semakin bertambah. Akan
tetapi, perbedaan dalam ritual secara berkepanjangan, yang
didapat sebaliknya, yaitu umat akan terpecah dan bercerai berai
sebagaimana yang tampak selama ini.
Perbedaan dalam beritual sebenarnya sudah
terjadi sejak zaman nabi. Banyak kisah tentang itu, misalnya
menyangkut tentang pelaksanaan shalat dan bahkan juga haji. Setiap
ada perbedaan di antara para sahabat segera dikonsultasikan
langsung kepada Nabi. Maka, jika ada pengaduan seperti itu, selalu
saja Nabi membenarkan semuanya. Artinya semua yang telah dilakukan
oleh sahabat dalam menjalankan ritual dibolehkan dan atau dibenarkan. Oleh
karena itu, maka dengan perbedaan ritual itu sebenarnya tidak perlu
masing-masing mengklaim, bahwa diri atau kelompoknya yang paling
benar.
Dalam soal ritual, asalkan masih berada
pada frame atau kerangka pokoknya, semua dibolehkan. Sedangkan
menyangkut cara yang detail-detail tidak perlu harus diperdebatkan.
Kalaupun harus ada yang dipersoalkan adalah menyangkut kekhusukannya.
Sebab Nabi dalam suatu riwayat, pernah menyuruh salah seorang untuk
mengulangi shalatnya, karena dinilai kurang khusu’. Ternyata, bukan
terkait dengan persoalan yang sering diperdebatkan selama ini. Akhirnya, jika
hal seperti itu dipahami dan dihayati bersama, maka
kewajiban agar supaya umat Islam selalu menjaga
persatuan akan berhasil dijalankan.
b.
Aspek Peradaban dan Pemikiran
Nahdhatul Ulama’ (NU)
Usaha-usaha yang dilakukan organisasi NU
antara lain:
1.
Bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa
persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
2. Bidang pendidikan,
menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk
membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal ini
terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah
tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa (seperti halnya pesantren
salaf).
3.
Bidang sosial
budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan
nilai keislaman dan kemanusiaan.
4.
Bidang ekonomi,
mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan
mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT
dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat.
5.
Mengembangkan usaha
lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi
yang terbaik bagi masyrakat.
Muhammadiyah
Gerakan
Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat
yang lebih maju dan terdidik (ini dibuktikan dengan jumlah lembaga pendidikan
yang dimiliki Muhammadiyah yang berjumlah ribuan). Menampilkan ajaran Islam
bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan
berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Akan
tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang
ekstrem.
Muhammadiyah yang merupakan sebuah
gerakan sosial keagamaan yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan ini tak lepas
dari gerakan pembaharuan dan suatu fenomena modern pada saat ini. Ciri
kemodernan ini, menurut M. Amien Rais, ada tiga hal pokok:
a. Bentuk gerakannya yang
terorganisasi.
b.
Aktivitas
pendidikannya yang mengacu pada model sekolah modern untuk ukuran zamannya.
c. Pendekatan
teknologis yang digunakan dalam mengembangkan aktivitas organisasi terutama
amal usahanya.
Kendatipun Muhammadiyah lahir
sebagai suatu perwujudan dari suatu proses pemikiran yang mendalam, tetapi yang
diberikan Muhammadiyah kepada masyarakat bukanlah dalam bentuk gerakan
pemikiran semata-mata, akan terapi diaplikasikan berupa amal nyata
di tengah-tengah masyarakan.