Friday, March 1, 2013

Iktishar Sejarah Islam

1.       Jelaskan pengertian kebudayaan dan peradaban serta bagaimana peradaban Islam terbentuk?
Jawab:
Banyak para ahli di dunia yang mempunyai pandangan dan pikiran tentang pengertian Kebudayaan. Edward T. Hall antropologi asal Amerika menyebutkan bahwa Kebudayaan adalah komunikasi dan komunikasi adalah kebudayaan. E.B Tylor antropologi asal Inggris, menyatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks yang didalamnya meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, adat istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang mempelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Larry A. Samovar & Richard E. Porter  mendefinisikan secara lebih kompleks bahwa kebudayaan dapat berarti simpanan akumulatif dari pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, pilihan waktu, peranan, relasi ruang, konsep yang luas, dan objek material atau kepemilikan yang dimiliki dan dipertahankan oleh sekelompok orang atau suatu generasi.
Sedangkan Peradaban dalam sebuah pemahaman lama tetapi masih sering dipergunakan adalah istilah “peradaban” dapat digunakan dalam cara sebagai normatif baik dalam konteks sosial di mana rumit dan budaya kota yang dianggap unggul lain “ganas” atau “biadab” budaya, konsep dari “peradaban” digunakan sebagai sinonim untuk “budaya (dan sering moral) Keunggulan dari kelompok tertentu.” Dalam artian yang sama, peradaban dapat berarti “perbaikan pemikiran, tata krama, atau rasa”.  masyarakat yang mempraktikkan pertanian secara intensif; memiliki pembagian kerja; dan kepadatan penduduk yang mencukupi untuk membentuk kota-kota. “Peradaban” dapat juga digunakan dalam konteks luas untuk merujuk pada seluruh atau tingkat pencapaian manusia dan penyebarannya (peradaban manusia atau peradaban global). Istilah peradaban sendiri sebenarnya bisa digunakan sebagai sebuah upaya manusia untuk memakmurkan dirinya dan kehidupannya. Maka, dalam sebuah peradaban pasti tidak akan dilepaskan dari tiga faktor yang menjadi tonggak berdirinya sebuah peradaban. Ketiga faktor tersebut adalah sistem pemerintahan, sistem ekonomi, dan IPTEK. peradaban adalah memiliki berbagai arti dalam kaitannya dengan masyarakat. Seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk pada suatu masyarakat yang “kompleks”: dicirikan oleh praktik dalam pertanian, hasil karya dan pemukiman, berbanding dengan budaya lain, anggota-anggota sebuah peradaban akan disusun dalam beragam pembagian kerja yang rumit dalam struktur hirarki sosial.
Peradaban Islam terbentuk di mulai dari lahirnya Islam di mekah yang di bawa oleh Nabi Muhammad, namun menurut pandangan penulis peradaban Islam terbentuk ketika Nabi hijrah ke-Madinah. Hijrah – kata Karen Armstrong, penulis buku Sejarah Tuhanadalah  cikal bakal munculnya peradaba Islam. Dan peradaban Islam adalah cikal bakal munculnya peradaban modern: sebuah peradaban yang berpijak pada landasan ilmu dan teknologi (Iptek). Jauh sebelum umat-umat beragama lain menyadari pentingya sains (ilmu), umat Islam sejak awal diajarkan Rasulullah SAW untuk memahami dan mengaplikasikan sains dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kitab suci Alqur’an, misalnya, Allah berkali-kali menyerukan umat Islam agar berpikir dan menggunakan akalnya (afalaa tatafakkarun, afala ta’qiluun) agar tidak terjebak pada kehidupan mistis dan klenik.
Alqur’an di abad ke-6 M telah menyuruh orang  berpikir dan menggunakan akalnya untuk menyelesaikan persoalan kehidupannya, pada saat mana orang-orang Perancis masih mempercayai bahwa setan dan dedemitlah yang menyebabkan mereka sakit, menderita kelaparan, dan miskin. Orang-orang Perancis saat itu, akan menaruh sesajen di dekat sumur dan kuburan, bila ada saudaranrya yang terkena penyakit kusta dan paru-paru. Apa arti semua itu? Perintah Al-qur’an di atas sangat revolusioner, sebab saat itu Eropa masih gelap gulita. Islam di saat yang sama justru memberikan cahaya ilmu.
Hijrah Nabi,  juga merupakan perintah Allah yang sangat revolusioner. Dengan hijrah, manusia tradisional seperti para pengikut awal Islam terbuka wawasan pemikirannya, wawasan budayanya, dan wawasan keberagamaannya. Itulah sebabnya, Karen Armstrong, menyatakan bahwa perintah Hijrah dalam sejarah Islam menjadi awal dari terbukanya peradaban manusia. Dalam konteks inilah, kenapa umat Islam sangat menghargai makna hijrah tidak hanya hijrah yang dilakukan umat Islam, tapi juga umat lain. Banyak ilmuwan Islam yang menjadi perintis perkembangan ilmu-ilmu modern seperti Ibnu Sina (ilmu kedokteran), Al-Jabar (matematika), Al-Batani (ilmu fisika) dan lain-lain, berkembang wawasan keilmuwannya setelah hijrah ke Eropa Barat, yang saat itu menjadi “wilayah” Islam. Ilmuwan Islam yang hijrah ini pula yang kemudian mengembangkan filsafat yang dirintis filsuf-filsuf Yunani kuno seperti Socrates, Aristoteles, dan Plato. Sebaliknya, banyak pula ilmuwan “luar” yang hijrah ke negara-negara Islam yang saat itu lebih maju peradabannya. Sultan Al-Makmun, misalnya, sengaja mengimpor atau menghijrahkan  “ilmuwan” dari negara-negara non-muslim untuk mengembangkan Baitul ‘Ilm (rumah ilmu) bersama ilmuwan-ilmuwan Islam di zaman kekhalifahannya. Dengan demikian, konsep hijrah berkembang makin luas hingga menjadi pintu kebangkitan peradaban modern. Hadist Nabi yang menyatakan bahwa “tuntutlah ilmu mulai dari lahir sampai liang kubur” dan kemudian “tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina”  perlu dimaknai dalam konteks hijrah tersebut.

2.      Apa yang Saudara ketahui tentang Piagam Madinah dan apa hubungannya dengan pembentukan peradaban Islam?


Salah satu kebijakan penting yang diambil di masa awal Negara madinah adalah penerbitan  piagam madinah. Kebijakan ini menjadi sentrum bagi kehidupan masyarakat madinah kala itu karena menjadi dasar hukum dalam interaksi sosial. Piagam madinah adalah sebutan bagi shahifat (berarti lembaran tertulis dan kitab yang dibuat oleh nabi. Disebut Piagam karena isinya mengakui hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, kebebasan berpendapat dan kehendak umum warga madinah supaya keadilan terwujud dalam kehidupan mereka, mengatur kwajiban-kwajiban kemasyarakatan semua golongan, menetapkan pembentukan persatuan dan kesatuan semua warga dan prinsip-prinsipnya untuk menghapuskan tradisi dan peraturan kesukuan yang tidak baik (Pulungan, 2004:114).
Mengenai isi pokok atau prinsip-prinsip yang terdapat didalam piagam tersebut para ahli biasanya berbeda dalam melihatnya. Cara pandang ini biasanya terpengaruh oleh tema besar kajian tersebut. Misalnya Suyuti pulungan yang membagi prinsip pokok piagam tersebut menjadi 14 prinsip pokok. 1) prinsip umat; 2) prinsip persatuan dan persaudaraan; 3) prinsip persamaan; 4) prinsip kebebasan; 5) prinsip hubungan antar pemeluk agama; 6) prinip tolong menolong dan membela yang teraniaya; 7) prinsip hidup bertetangga; 8) prinsip perdamaian; 9)prinsip pertahanan; 10) prinsip musyawarah; 11) prinsip keadilan; 12) prinsip penegakan hukum; 13) prinsip kepemimpinan; 14) prinsip ketakwaan amar ma’ruf nahi mungkar (Pulungan, 2004: 121). Nampaknya prinsip-prinsip tersebut sangat terpengaruh oleh cara pandang teori-teori kepemimpinan yang menjadi landasan dalam mengkaji teks tersebut.
Bedahalnya dengan Munawir Sadzali yang lebih menyederhanakan pokok kajian ini. Dalam kajianya, beliau menempatkan piagam madinah sebagai landasan bagi kehidupan bernegara untuk masyarakat majemuk yang mendasarkan pada dua hal, 1) semua pemeluk Islam meskipun berasal dari berbagagai macam suku, tetapi merupakan satu komunitas. 2) hubungan antar komunitas yang mendasarkan pada sikap saling membantu, bertetangga baik, menghadapi musuh bersama, saling menasehati dan menghormati kebebasan beragama (Sadzali,1990: 16).
Bagi saya sendiri setelah menganalisa piagam tersebut nampaknya masih mempunyai ruang yang luas untuk diberikan tafsir khususnya terkait dengan prinsip-prinsip wacana hak sipil agama. Sebut saja sebuah pasal yang berbunyi ”Sesungguhnya kaum Yahudi al-Aus, sekutu, dan diri mereka memperoleh hak dan kewajiban seperti apa yang diperoleh kelompok lain pendukung shahifat ini memperoleh perlakuan yang baik dari semua pemilik sahifat ini. Sesungguhnya kebaikan berbeda dengan kejahatan. Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatanya sendiri. Sesungguhnya Allah membenarkan dan memandang baik apa yang termuat dalam sahifat ini” (Hisyam,III:35). Sepertinya Piagam Madinah merupakan legislasi hukum yang berlaku di Madinah. Keadilan, kerjasama, kesatuan, dan penegakan hukum merupakan isi piagam ini. Menurut kami, peletakan Piagam Madinah merupakan usaha untuk menjamin keselamatan Ummah. Meskipun nantinya perjanjian ini dilanggar oleh sebagian golongan, Muhammad SAW. telah berhasil untuk mengusahakan tegaknya keadilan, persamaan, kesatuan dan penegakan hukum yang bisa mengikat seluruh orang yang ikut menyetujuinya.


3.      Kenapa Nabi s.a.w. tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin ummat setelah wafat sehingga masing-masing fihak dari shahabat Muhajirin dan Anshar merasa paling berhak untuk menjabat sebagai khalifah; dan ceritakan proses pemilihan Abu Bakar al-Shiddiq sebagai khalifah!
Jawab:
Nabi Muhammad tidak meninggalkan wasiat itu di karenakan khawatir akan terjadi klaim bahwa Islam itu di wariskan dari ahlul bait, sehingga apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW lebih cenderung menyerahkan semuanya kepada umatnya untuk memilih khalifah secara demokrasi.
Setelah Rasulullah Wafat, ada beberapa golongan pada saat itu yang memiliki kemungkinan besar pengganti Rasulullah yaitu; pertama, Golongan Ahlul Bait, yang mengklaim bahwa yang berhak sebagai khalifah adalah dari keluarga nabi saw kali ini yang dimaksud adalah Ali Bin Abi Tholib Ra. Kedua, golongan Aristokrat Quraisy yang memiliki otoritas kekuasaan dan kekayaan pra Islam yaitu Bani Umayah kelompok ini dipimpin oleh Abu Sofyan. Ketiga, golongan Anshar, yaitu penduduk madinah yang menjadi penolong dan pelindung Nabi Saw. Mereka juga mengklaim berhak menjadi khalifah dengan alasan tanpa pertolongan dan perlindungan mereka, Rasulullah Saw, agama masih lemah. Keempat, golongan Muhajirin, mengklaim yang berhak menjadi khalifah dengan argument berasal dari suku yang sama dengan nabi dan yang pertama masuk Islam. Namun suara yang paling kuat berasal dari orang-orang anshar dan Muhajirin. orang-orang Anshar merasa bahwa mereka sangat membutuhkan pemilihan seorang khalifah yang akan mengatur masalah-masalah dan urusan-urusan mereka di Madinah. Orang-orang Anshar mengira bahwa setelah meninggalnya Rasulullah orang-orang Muhajirin akan kembali ke mekah. Meka mereka segera berkumpul di saqifah Bani Saidah dan melakukan Musyawarah diantara mereka. Dalam musyawarah itu mereka sepakat untuk memilih sa’ad bin Ubadah. Namun setelah kaum Muhajirin mengetahui apa yang telah dilakukan oleh kaum Anshar. Maka Abu Bakar, Umar dan Zubair datang menemui mereka. Kemudian Abu Bakar berpidato, yang antara lain berbunyi “Sesungguhnya orang-orang Arab tidak mengakui kekuasaan ini kecuali untuk orang-orang Qurays”. Umar juga sependapat dengan Abu Bakar, maka diusulkan agar pucuk kekuasaan dilakukan secara bergilir. Pertama kali di pegang kaum Muhajirin lalu di gantikan oleh kaum Anshar. Demikian seterusnya. Namun usulan tersebut di tolak dengan tegas.
Setelah musyawarah dengan alot maka kemudian sebagian orang Anshar mengusulkan agar dikalangan muhajirin ada seorang pemimpin dan dikalangan Anshar juga ada pemimpin, namun pendapat inipun di tolak. Setelah kaum Anshar tahu bahwa kaum muhajirin akan tetap tinggal di madinah dan tidak akan pernah meninggalkannya, maka mereka menerima dengan lapang dada bahwa kaum muhajirin memang lebih berhak untuk mengendalikan kekuasaan ini. Akhirnya persoalan pelik tersebut dapat dipecahkan melalui proses muasyawarah dengan memilih Abu Bakar Assidiq sebagai pemimpin pengganti Rasulullah setelah terjadi kesepakatan antara Abu Bakar Sendiri, Umar bin Khottob, dan Abu Ubaydah ibn Jarrah.  Setelah semuanya sepakat, maka Umar maju dan membaiat Abu Bakar yang kemudian dibaiat oleh semua yang hadir di saqifah. Pada hari kedua, semua penduduk membaiatnya secara umum. Kemudian Abu Bakar menyampaikan pidatonya diantara yang dia katakana adalah “Taatlah kalian kepadaku sepanjang aku taat kepada Allah dan Rasulnya di tengah kalian. Jika aku bermaksiat, tidak wajib kalian taat kepada-ku”.   
         
4.      Jelaskan secara sosiologis dan antropologis, kenapa kelompok Muawiyah dapat menang terhadap kelompok Ali, dan kenapa Muawiyah bersikeras untuk memperoleh kekuasaan dan melanggengkannya kepada anak turunnya ?
Selesailah peperangan Shiffin dengan cara tahkim (menyelesaikan masalah perbedaan dua kelompok besar kaum Muslimin dengan kembali berhukum kepada Kitab Allah), mereka berhenti berperang karena mushaf-mushaf diangkat di atas tombak-tombak. Ali radhiyallahu ‘anhu menerima usulan tahkim kemudian ia kembali ke Kufah sedangkan Muawiyah ke Syam dan mereka sepakati tahkim dilaksanakan pada bulan Ramadhan. Setelah tiba masanya, Ali mengutus Abu Musa Al-Asy’ari dan Muawiyah mengutus Amr bin Ash –radhiyallahu anhum ajma’in-
Kisah tahkim yang masyhur dan terkenal adalah Amr bin Ash sepakat dengan Abu Musa Al-Asy’ari untuk mencopot Ali dan Muawiyah, kemudian Abu Musa Al-Ays’ari naik ke mimbar dan berkata, “Saya mencopot Ali dari jabatan Khalifah sebagaimana saya lepas cincinku ini”. Kemudian beliau melepas cincinnya. Setelah Amr bin Ash naik, ia angkat bicara, “Saya juga mencopot Ali sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Musa Al-Asy’ari, saya juga mencopot cincinku ini, setelah itu saya tetapkan Muawiyah sebagaimana saya masukkan kembali cincinku ini”. Setelah itu terjadi kekacauan, Abu Musa marah dan keluar kembali ke Makkah dan tidak pergi kepada Ali di Kufah, sedangkan Amr bin Ash setelah itu kembali ke Syam. (Tarikh Thabari 4/51 dan Al-Kamil Fi At-Tarikh 3/168)
Kebencian Bani Umayyah yang oleh Allah dalam Al Qur’an al Isra : 60 dijuluki sebaga al syajarah al Mal’unah (pohon kayu terkutuk/terlaknat) kepada Rasulullah saw dan Ahlul Ba’itnya memang tak disangsikan lagi, termasuk diantaranya sekenario pembunuhan terhadap Imam Husain as, perencanaan pembunuhan itu disusun sendiri oleh Muawiyyah bin Abu Sofyan dan dilanjutkan oleh Yazid bin Muawiyah, adapun buktinya adalah surat yang dikirimkan oleh Muawiyyah kepada Yazid berikut isi surat itu :
Kepada Yazid dari Muawiyyah bin abi sufyan, tak pelak, kematian adalah peristiwa yang sungguh menyeramkan dan sangat merugikan bagi seorang lelaki berkuasa seperti ayahmu. Namun, biarkanlah, semua peran telah kumainkan. Semua impianku telah kuukirkan pada kening sejarah dan semuanya telah terjadi, Aku sangat bangga telah berjaya membangun kekuasaan atas nama para leluhur Umayyah.
Namun, yang kini membuatku gundah dan tak nyenyak tidur adalah nasib dan kelanggengan pada masa-masa mendatang, Maka camkanlah, putraku, meski tubuh ayhmu telah terbujur dalam perut bumi, kekuasaan ini, sebagaimana yang di inginkan Abu sofyan dan seluruh orang, haruslah menjadi hak abadi putra-putra dan keturunanku. Demi mempertahankannya, beberapa langkah mesti kau ambil, Berikan perhatian istimewa kepada warga syam. Penuhi seluruh kebutuhan dan saran-saran mereka, Kelak mereka dapat kaujadikan sebagai tumbal dan perisai. Mereka akan menjadi serdadu-serdadu berdarah dingin yang setia kepadamu. Namun, ketahuilah, kedudukan dan kekuasaan ini adalah incaran banyak orang bak seekor kelinci manis ditengah gerombolan serigala lapar. Maka, muawiyah memberi wasiat kepad anak turunnya yakni untuk mewaspadai terhadap empat tokoh masyarakat antara lain:
pertama adalah ‘Abdurahman bin Abu Bakar, pesanku, jangan terlalu khawatir menghadapinya, ia mudah di bius dengan harta dan gemerlap pesta. Benamkan dia dalam kesenangan, dan seketika ia menjadi dungu, bahkan menjadi pendukung. Kedua Abdullah bin Umar bin al Khatab, ia menurut pengakuanya, hanya peduli pada agama dan akherat, seperti mendalami dan mengajarkan Al qur’an dan mengurung diri dalam mihrab masjid. Aku meramalkan, ia tidak terlalu berbahaya bagi keududkanmu, karena dunia dimatanya adalah kotor, sedangkan panji-panji Muhammad adalah harapan pertama dan terakhir. Biarkan putra kawanku ini larut dalam upacara-upacara keagamaanya dan menikmati mantra-mantranya. Ketiga adalah ‘Abdullah bin Zubair, Ia seperti ayahnya bisa memainkan dua peran, serigala dan harimau. Pantaulah selalu gerak geriknya, jika berperan sebagai serigala, ia hanya melahap sisa-sisa makanan harimau dan ia tidak akan mengusikmu. Apabila memperlihatkan sikap lunak, sertakanlah cucu Al ‘Awam ini dalam rapat-rapat pemerintahanmu. Namun jika ia berperan seperti Harimau, yaitu berambisi merebut kekuasaanmu, maka janganlah mengulur-ulur waktu mengemasnya dalam keranda. Ia cukup berani, cerdik dan bangsawan. Keempat adalah Husain bin Ali bin Abi Thalib, sengaja aku letakkan namanya pada urutan terakhir, karena ayahmu ingin mengulasnya lebih panjang. Nasib kekuasanmu sangat ditentukan oleh sikap dan caramuy dalam menghadapinya. Bila kuingat namanya, kuingat pada kakek, ayah, ibu dan saudaranya. Bila semua itu teringat, maka serasa sebonngkah kayu menghantam kepalaku dan jilatan api cemburu membakar jiwaku. Putra kedua musuh bebuyutanku ini akan menjadi pusat perhatian dan tumpuan masyarakat.
Pesanku, dalam jangka sementara, bersikaplah lembut padanya, karena sebagaimana kau sendiri ketahui, darah Muhammad mengalir di tubuhnya, Ia pria satria, putra pangeran jawara, susu penghulu para ksatria. Ia pandai, berpenampilan sangat menarik, dan gagah. Ia mempunyai semua alasan untuk disegani, dihormati dan di taati. Namun, bila sikap tegas dibutuhkan dan keadaan telah mendesak, kau harus mempertahankan kekuasaan yang telah kuperoleh dengan susah payah ini, apapun akibatnya, tak terkecuali menebas batang leher al Husain dan menyediakan sebidang tanah untuk menanam seluruh keluarga dan pengikutnya.
Dan surat tersebut di antar oleh Adh Dhahhak bin Qais al Fihri kepada Yazid bin Muawiyah, sebagian sejahrawan menyebutkan bahwa Muawiyyah sempat menasehati Yazid dengan statment sama seperti surat yang tertulis diatas. (ThabariTarikh ar rasul wa al Muluk Juz II hal 196). Dari sebuah narasi surat diatas maka saya berasumsi bahwa muawiyah ingin mencetak sejarah dalam keluarganya (bani umayah). Yang mana hal tersebut akan membawa masa pencatatan sejarah Islam di tangan bani Umayah.  
     
5.      Jelaskan bagaimana Bani Abbas dapat merebut kekuasaan dari Bani Umaiyah; dan jelaskan pula apa kunci kesuksesan/kemajuan peradaban pada masa Bani Abbasiyah periode pertama dan kenapa masa itu dicatat dalam sejarah sebagai The Golden Age of Islam (Masa Keemasan Islam)?
Jawab:
Bani Abbasiyah mewarisi Negara yang maha luas dari bani Umayah sampai negeri Cina sebelah timur Perancis Selatan di sebelah Barat, termasuk Andalus  dan mempunyai peradaban yang sanagat tinggi.   Jika saja tidak ada gelombang pemberontakan dan pembelotan terhadap Negara bani Umayah, maka selain Allah tidak ada yang tahu luasnya kekuasaan dan pengaruh peradaban Umayah yang maju tersebut. Allah berkehendak bahwa bani Abbasiyah mewarisi peradaban dan rezim Bani Umayah lengkap dengan kebesaran. Itulah sunnatullah dalam makhluknya. Maha benar Allah atas segala firman-NYA, “Dan Masa (kejayaan dan kehancuran) itu, kami pergilirkan diantara manusia. [ali Imran: 140].” Negara bani umayah banyak menghadapi pemberontakan namun semuanya kalah di hadapan batu tembok batu yang ternyata jauh lebih kuat. Pemberontakan terakhir yaitu pemberontakan Bani Abbasiyah yang menemui sukses besar. Adapun alasannya yang jelas pemberontakan Bani Abbasiyah layak menang karena; pertama pemberontakan dirancang dengan strategi yang matang dan studi analisa yang integral. Kedua pemberontakan tersebut pada saat bani Umayah mulai di jangkiti umsur-unsur kehancuran dan ketuaan sehingga tidak bisa diandalkan kembali dinamis seperti masa mudanya dulu kala.
Ketika khalifah bani Umayah, Marwan bin Muhammad membunuh Imam Abbasi, maka orang-orang bani Abbasiyah memanfaatkan peristiwa sadis tersebut untuk membakar semanagat pengikutnya melawan bani Umayah dan memobilisasi mereka secara spiritual dan materi. Mereka membaiat saudara Ibrahim, Abul Abbas As-Saffah dan mengumumkan pearang terhadap khalifah terakhir bani Umayah hingga tamat Negara bani Umayah. Begitulah orang-orang Abbasiyah merancang gerakannya. Mereka menggunkan semua sebab-sebab kewaspadaan dan kehati-hatian. Kesempatan yang datang sedikitpun tidak mereka sia-siakan. Sebab terpenting lainnya di balik rahasia kemenangan pemberontakan bani Abbasiyah ia tidak terburu-buru, tidak pernah berpikir untuk memetik buah yang belum masak. Mereka salalu ,memantau buah yang mulai terlihat dengan cermat, mengamati perkembangan dengan hati-hati, mengikuti perkembangan buah tersebut, menggunakan seluruh sarana yang mendekatkannya kepada buah tersebut, dan ketika waktunya memetik buah tersebut mereka maju memetik buah tersebut. Dan akhirnya imperium Bani Umayah pun jatuh ke tangan Abbasiyah.
Setelah berhasil merebut kekuasaan dari Bani Umayah, pada periode pertama Abbasiyah mendulang kesuksesan yang luar biasa dikarenakan Khalifah-khalifah Bani Abbasiyah secara terbuka mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan dengan mendatangkan naskah-naskah kuno dari berbagai pusat peradaban sebelumnya untuk kemudian diterjemahkan, diadaptasi dan diterapkan di dunai Islam. Kebangkitan ilmiyah pada zaman ini terbagi di dalam tiga lapangan, yaitu : kegiatan menyusun buku-buku ilmiah, mengatur ilmu-ilmu Islam dan penerjemahan dari bahasa asing. Pesatnya perkembangan peradaban juga didukung oleh kemajua ekonomi imperium yang menjadi penghubung dunua timur dan barat. Stabilitas politik yang relatif baik terutama pada masa Abbasiyah awal ini juga menjadi pemicu kemajuan peradaban Islam.
1.      Gerakan penerjemahan; upaya untuk menerjemahkan dan menskrinsip berbahasa asing terutama bahasa yunani dan Persia ke dalam bahasa arab. Khalifah Al-Mansyur Pelopor gerakan penerjemahan pada awal pemerintahan daulah Abbasiyah. Pada awal penerjemahan, naskah yang diterjemahkan terutama dalam bidang astrologi, kimia dan kedokteran. Kemudian naskah-naskah filsafat karya Aristoteles dan Plato juga diterjemahkan. Dalam masa keemasan, karya yang banyak diterjemahkan tentang ilmu-ilmu pragmatis seperti kedokteran. Naskah astronomi dan matematika juga diterjemahkan. Pada masa ini, ada yang namanya Baitul hikmah yaitu perpustakaan yangberfungsi sebagai pusat pengembagan ilmu pengetahuan.
2.      Dalam bidang filasafat; Pada masa ini pemikiran filasafat mencakup bidang keilmuan yang sangat luas seperti logika, geometri, astronomi, dan juga teologia. Beberapa tokoh yang lahir pada masa itu, termasuk diantaranya adalah Al-Kindi, Al-farobi, Ibnu Sina dan juga Al-Ghazali yang kita kenal dengan julukan Hujjatul Islam.
3.      Perkembangan Ekonomi; Ekonomi imperium Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan. Sudah terdapat berbagai macam industri sepertikain linen di Mesir, sutra dari Syiria dan Irak, kertas dari Samarkand, serta berbagai produk pertanian sepertigandum dari mesir dan kurma dari iraq. Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyahdan Negara lain. Selain itu, perdagangan barang tambang juga semarak. Emas yang ditambang dari Nubia dan Sudan Barat melambungkan perekonomian Abbasiyah. Dinasti Tang di Cina juga mengalami masa puncak kejayaan sehingga hubungan perdagangan antara keduanya menambah semaraknya kegiatan perdagangan dunia.
4.      Dalam bidang Keagamaan; ilmu-ilmu keagamaan mulai dikembangkan. Dalam masa inilah ilmu metode tafsir juga mulai berkembang, terutama dua metode penafsiran, aitu tafsir bir ra’i dan tafsir bil ma’tsur . Dalam bidang hadits, pada masa ini hanya merupakan penyempurnaan, pembukuan dari catatan dan hafalan para sahabat. Pada masa ini pula dimulainya pengklasifikasian hadits, sehingga muncul yang namanya hadits dhaif, maudlu’, shahih serta yang lainnya. Sedangkan dalam bidang hukum Islam karya pertama yang diketahui adalah Majmu’ al Fiqh karya Zaid bin Ali (w.122 H/740 M) yang berisi tentang fiqh Syi’ah Zaidiyah. Hakim agung yang pertama adalah Abu Hanifah (w.150/767). meski diangap sebagai pendiri madzhab hanafi,karya-karyanya sendiri tidak ada yang terselamatkan. Dua bukunya yang berjudul Fiqh al-Akbar.  Karena sanking banyaknya kemajuan dan peradaban Pada saat itu (sebagaimana tersebut diatas), maka masa ini di sebut the golden age of Islam.
  
6.      Bagaimana proses masuknya Islam di Spanyol yang kemudian pernah jaya di Spanyol dalam beberapa abad. Apa faktor-faktor yang menyebabkan tercapainya masa kejayaan itu; dan jelaskan perkembangan ilmu pengetahuan pada masa itu.
Jawab:
Wilayah Spanyol dan Portugal berada dalam semenanjung yang dulu namanya, Iberia. Sejak abad ke 5 M, daerah ini dikuasai oleh bangsa Vandals, maka wilayah ini, terutama bagian selatan disebut Vandalusia. Menjelang kedatangan Islam, daerah ini dikuasai oleh bangsa Visigoth (atau disebut juga bangsa Gothia, atau bangsa Got).
Awal kehancuran kerajan gothic adalah ketika Raja Roderick memindahkan ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara itu Witiz, yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo diberhentikan begitu saja, Keadaan ini memancing amarah dari oppas dan Achila, kakak dan anak Witiza. Keduanya menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderick. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum Muslim. Sementara itu terjadi pula konflik antara Roderick dengan pangeran Yulian, mantan penguasa wilayah Septah. Yulian juga bergabung dengan kaum muslim di Afrika Utara. Orang-orang Spanyol yang terusir tersebut membujuk penguasa Islam di Afrika Utara Musa bin Nushair supaya mau menaklukkan dan menguasai  Spanyol. Bahkan pangeran Yulian meminjamkan empat buah kapal untuk menyeberankan  pasukan Islam dari Afrika Utara ke Spanyol.
Dalam proses penaklukkan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan kesana. Mereka adalah Tharif Ibn Malik,Thariq Ibn Ziyad dan Musa Ibn Nushair. Tharif Ibn Malik,adalah yang pertama melakukan penyerbuan dimana penyerbuannya itu merupakan usaha merintis dan menyelidik. Ia menyeberangi selat itu lima ratus orang tentara berkuda dan berjalan kaki, dengan menumpang empat buah kapal yang disediakan oleh Yulian.  
Ini terjadi pada tahun 91H. tharif tidak menemukan perlawanan yang bererti,dan Ia kembali ke Afrika Utara dengan membawa harta rampasan yang tidak sedikit. Tharif dalam misinya ini tidak masuk ke daerah, Ia dengan pasukannya hanya menyusuri pantai. Kebehasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visigothic (Gothic) yang berkuasa di Spanyol waktu itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa Ibn Nushair pada tahun 92 H atau 711 M mengirim pasukan yang lebih besar ke Spanyol, sebanyak 7000 orang dibawah pimpinan Thariq bin Ziyad. Ia berlabuh dipelabuhan yang tidak bisa dilalui oleh pelaut yaitu dipinggir laut dikaki gunung, yang kemudian gunung tersebut di namakan Gibraltar (Jabal Tarik). Thariq Bin Ziyad inilah yang dipandang sebagai penakluk Spanyol, karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. 
Dalam pertempuran disuatu tempat yang bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari sana Ia dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting seperti Cordova, Granada dan Toledo (ibu kota kerajaan Gothic saat itu). Sebelum Thariq menaklukkan kota Toledo,ia meminta tambahan pasukan kepada Musa Bin Nushair di Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 personel,sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini belum sebanding dengan pasukan Gothic yang jau lebih besar, 100.000 orang. Kemengan Thariq pada serangan pertama membuat Musa Bin Nushair tertarik untuk melibatkan diri ke medan pertempuran. Dengan pasukan yang besar,pada tahun 712 M Ia berangkat menyeberangi selai itu, dan satu persatu kota yang dilewatinya dapat ditaklukkan. Musa berhasil menguasai Sidonia, Karmona, Seville dan Merida serta mengalahkan Theodomir di Orihuela dan kemudian Ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya,keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya mulai dari Saragosa sampai Navarre. Setelah Spanyol dapat dikuasai  sepenuhnya maka Spanyol dijadikan salah satu propinsi dari dinasti Bani Ummayah di Damakus,gubernur yang pertama kali diangkat adalah Abdul Aziz putra Musa Bin Nushair pada tahun 716 M.
Pengamatan saya factor yang mencapai kejayaan tersebut dapat juga terjadi karena pertama, kemurnian dan keteguhan dalam mengimani, memahami dan mengamalkan ajaran islam. Keimanan yang teguh, pemahaman yang memadai dan kesungguhan dalam mempraktikkan ajaran Islam sabegaimana tertuangan dalam al-Qur’an dan Sunnah itu telah berhasil melahirkan individu-individu siap tempur, yang unggul secara mental maupun moralnya, yang pada gilirannya membenruk masyarakat madani yang Islami. Terbukti dalam rentang waktu yang cukup singkat, mereka Berjaya membangun peradaban yang gemilang.
Kedua, adanya motivasi agama. Sebagaimana kita ketahui kitab suci al-Qur’an banyak anjuran untuk menuntut ilmu, perintah agar kita membaca (iqra’), melakukan Observasi (al-fala yaraw-na), eksplorasi (a-fala yanzhuruna) dan ekspedisi (siru fi l-ardi), melakukan inference to the best explanation dalam istilah falsafah sains modern-serta berfikir ilmiah rasional (li-qawnin ya’qilun, yatafakkarun). Pendek kata pesan-pesan senada yang intinya mengecam dogmatis atau asal terima. Begitu gencarnya ayat-ayat ini di dengungkan, sehingga belajar atau mencari ilmu pengetahua sebagai kewajiban (faridah) atas setiap individu muslim, dengan implikasi berdosalah mereka yang tidak melaksanakan.  Pada tataran praktis, doktrin ini membawa dampak positif. Ia mendorong dan mempercepat terciptanya masyarakat ilmu (Knowlidge society) dan budaya ilmu (Knowlige culture), dua perkara penting yang bertanggung jawab melahirkan peradaban Islam.  Penting di inggat bahwa penekanan yang diberikan Islam pada pentingnya ilmu dan perhatian serius terhadap pencarian berbagai cabang ilmu adalah dalam rangka mencapai kebahagiaan sejati (fi l-dunya wa l-ahirat) dan bukan sekedar memenuhi kebutuhan ekonomi (self-anggrandizement atau personal gain).
Ketiga, factor Sosial politik. Tumbuh dan berkembangnya budaya ilmu dan tradisi ilmiah pada masa itu di mungkinkan anatara lain-jika bukan terutama-oleh kondisi masyarakat Islam yang terdiri dari bermacam-macam etnis (Arab, Persi, Koptik, Bar-bar, Turki dan lain-lain), dengan latar belakang dan kebudayaan masing-masing, namun berhasil diikat oleh tali aqidah Islam, dengan demikian terwujudlah stabilitas, keamanaan dan persatuan (political unity, stability, peace and order, because of faith and in spite of etnic as well as cultural diversity).
Factor-faktor kemajuan pemikiran Islam
Ada beberapa faktor yang menyebabkan tradisi keilmuan Islam di Spanyol berkembang pesat kala itu salah satunya adalah keinginan pihak khalifah mendirikan institusi pendidikan, toko-toko buku dan perpustakaan berkembang pesat, guru-guru yang mengajar dengan penuh keikhlasan serta kegiatan pembukuan dan penjilidan yang demikian pesat. Artinya bahwa tradisi keilmuan tidak hanya dimiliki oleh kalangan elit tapi hampir seluruh lapisan masyarakat berlomba membekali diri dengan keilmuan yang memadai. Sungguh satu hal yang mengagumkan apabila kita membaca sejarah umat Islam dahulu yang begitu berminat membaca, mengajar serta megembangkan ilmu. (Nasution, 1988: 70) Masing-masing berlomba-lomba memberikan kontribusinya dalam memajukan institusi pendidikan dengan mewakafkan sebagian harta mereka untuk kebutuhan kemajuan pendidikan.
Dalam tradisi keilmuan Islam, kita temukan tiga jenis perpustakaan yaitu perpustakaan umum, perpustakaan khas (khusus) dan perpustakaan khas-umum. Perpustakaan umum yaitu perpustakaan yang dibuka untuk orang awam seperti perpustakaan di masjid-masjid. Perpustakaan ini dapat dipergunakan oleh siapapun juga dari beragam kalangan. Diantaranya adalah perpustakaan Basrah dan Perpustakaan al-Azhar. Di Baghdad saja terdapat 38 buah perpustakaan umum dan di Cordova terdapat 70 buah perpustakaan.
Perpustakaan khas (khusus) ialah perpustakaan pribadi yang dimiliki oleh para pembesar dan ulama, seperti perpustakaan Fatah bin Haqân (w. 247 H) dan perpustakaan Ibn Khasyab (567 M). Perpustakaan umum-khas yaitu perpustakaan yang khusus untuk para ulama, sarjana dan pelajar. Perpustakaan ini tidak dibuka kepada umum tetapi diperuntukan bagi para akademisi dan ilmuwan saja. Diantaranya Perpustakaan Baitul Hikmah yang didirikan oleh Harun al-Rasyid di Baghdad, Perpustakaan Dar al-Hikmah yang didirikan oleh Hakam Amrillah pada tahun 395 H di Kaherah dan Perpustakaan Cordova.
Nuh ibnu Mansur adalah salah seorang yang bangga dengan dirinya karena menjadi salah seorang yang memiliki perpustakaan terbaik. Ia meminta ibnu Abbad untuk menjadi ketua penanggung jawabnya, kemudian ia menolak pegawai kerajaan karena harus membutuhkan 400 ekor onta untuk mengangkut buku-bukunya tersebut ke ibukota, katalog perpustakaan pribadinya terdiri dari sepuluh volume.  Perpustakaan Adun Dawlah (wafat 982) memiliki dua cabang, disamping satu perpustakaan miliknya di Basrah, ia membangun sebuah perpustakaan yang luas di pekarangan istananya di Shiraz, dipimpin oleh seorang pustakawan, seorang pengawas dan seorang direktur (Hazin, Matsrif dan Wakil). Perpustakaan tersebut berisi banyak buku-buku literature ilmiah(Asy’arie, 1999: 74-83). Cyril Elgood menggambarkan buku-buku Adun Dawlah tersimpan memanjang (dalam garis bujur) ruang (hall) yang melengkung dengan banyak kamar di semua sudutnya. Pada dinding ruang tersebut ditempatkan rak buku setinggi enam kaki dan lebar tiga yard, terbuat dari kayu berukir, dengan pintu-pintu yang tertutup dari atas. Setiap cabang ilmu pengetahuan memiliki kotak-kotak buku dan katalog yang terpisah. 
Perpustakaan Baitul Hikmah (rumah pengetahuan) yang didirikan pada tahun 998, oleh Khalifah fathimiyah, al-Aziz (975-996). Berisi tidak kurang dari 100.000 volume, kurang lebih sebanyak 600.000 jilid buku, termasuk 2.400 buah al-Qur’an berhiaskan emas dan perak disimpan di ruang terpisah. Di Spanyol dan Sisilia ada lebih dari tujuh puluh perpustakaan muslim Spanyol, dua terbesar diantaranya adalah perpustakaan Khalifah al-Hakim (wafat 976) di Cordova, berisi sekitar 600.000 volume yang secara hati-hati diseleksi oleh para penyalur buku masa itu yang ahli dari semua pasar buku Islam. Perpustakaannya dipimpin oleh sebuah staf yang cukup besar, terdiri dari para pustakawan, penyalin dan penjilid di dalam scriptorium. Perpustakaan Abdul Mutrif, seorang hakim Cordova, kebanyakan berisi buku-buku langka, masterpiece-masterpiece kaligrafi, mempekerjakan enam orang penyalin yang bekerja penuh waktu. Perpustakaan ini terjual dalam lelang sebesar 40.000 dinar setelah ia wafat tahun 1011. Perpustakaan Sabor di Baghdad yang didirikan oleh Sabor bin Ardashir seorang menteri Ibn Buwaih pada tahun 383 H. Perpustakaan ini juga berisi seribu al-Qur’an tulisan tangan dan 10,400 buah buku dalam pelbagai bidang. Di Baghdad terdapat seratus buah toko buku dan ulama yang tinggal di situ tidak kurang dari delapan ribu orang. (Ismail, 1998)
Begitulah maraknya kegiatan tradisi keilmuan Islam pada masa itu. Semua orang berlomba memperkaya diri dengan ilmu. Sedangkan pada saat yang sama dunia Eropa masih berada dalam masa kegelapan. Bangsa Eropa dalam keadaan kekurangan buku dan perpustakaan. Dalam abad ke-9 Masehi, Perpustakan Katedral di Bandar Kensington hanya menyimpan 356 buah buku saja dan Perpustakaan di Hamburg mempunyai 96 buah buku saja. Ini menunjukkan umat Islam saat itu sangat unggul dalam kecintaan dan penghargaannya terhadap buku dan ilmu. Bahkan bangsa Eropa kala itu menjadikan peradaban Islam sebagai acuan gaya hidupnya sebagaimana sekarang bangsa Timur menjadikan Barat sebagai ukuran kemajuan. Umat Islam kala itu berusaha menyalin semua salinan-salinan manuskrip terutama al-Qur’an, hadis, sastra dan sains. Ibn Ishaq Nadim telah menulis buku yang berjudul al-Fihrist (Katalog) yang membicarakan buku-buku serta pengarangnya hingga abad-10 masehi. Buku ini merupakan karya bibliografi dan katalog yang paling lengkap tentang manuskrip-manuskrip yang ditulis atau diterjemahkan oleh sarjana muslim. Walaupun begitu, banyak buku-buku tersebut telah hilang akibat peperangan dan pemusnahan perpustakaan. Kegigihan Imam al-Ghazali dalam menuntut ilmu patut pula dijadikan contoh. Walaupun dia telah menjadi ulama besar dan mendapat gelar hujjat al-Islam tetapi ia masih berguru dalam bidang hadis pada detik-detik terakhir kehidupannya.
Kegiatan keilmuan ini membuktikan bahwa tradisi keilmuan Islam berkembang pesat pada zaman tersebut bersama dengan kegemilangan peradaban Islam. Peradaban yang maju tidak dapat dibangun dan dipertahankan tanpa tradisi keilmuan yang kuat. Dengan kata lain, peradaban Islam berkembang seiring dengan kuatnya perkembangan tradisi keilmuan. Oleh sebab itu, membangun peradaban Islam mesti mengikutsertakan pembangunan tradisi keilmuan dengan mewujudkan dan memperbanyak institusi pendidikan yang berkualitas dan jaringannya menembus batas negara. Demikian juga, umat Islam perlu melahirkan ulama, sarjana dan pemikir yang berkualitas yang mampu menghadirkan kegiatan kajian, penelitian dan penterjemahan yang semarak. Tanpa unsur-unsur tersebut institusi pendidikan dan keilmuan akan nampak sepi dan tidak berkembang.
Peradaban Islam pernah memimpin dunia selama lebih kurang 600-800 tahun, dimana kaum Muslim dengan sungguh-sungguh mengemban amanah ilmu pengetahuan.  Ini artinya bahwa prestasi yang pernah diraih oleh dunia Muslim jauh lebih lama dari apa yang sudah diraih oleh dunia Barat modern sekarang ini sejak masa renaissance.  Ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh dunia Islam tidak hanya berkisar pada ranah kedokteran, tetapi juga termasuk matematika, astronomi dan ilmu bumi sebagaimana terbukti dari banyaknya istilah-istilah modern (Barat) di bidang-bidang itu yang berasal dari para ilmuan Muslim. Secara historis, dunia Islamlah yang pertama kali melakukan internationalization of knowledge di mana karya-karya ilmuwannya dibaca oleh ilmuwan lain dari berbagai negara. Sebelum munculnya peradaban Islam, peradaban di dunia ini masih bersifat lokalistik-nasionalistik. Misalnya, ilmu logika hanya berkembang di sekitar peradaban Yunani, ilmu yang terkait pengadaan bahan mesiu hanya di seputar peradaban Cina, dan lain-lain.
Pada abad pertengahan Islam, penemuan perhitungan differensial dan integral, geometri analitik, yaitu transformasi dari geometri menjadi aljabar di dalam matematika, atau bahkan arabesque di dalam seni, semua ini berhubungan dengan konsep ketakterbatasan yang berada pada jantung kebudayaan, yang merupakan akibat dari Tauhid sebagai sistem keyakinan. Industri jam dan astronomi disebabkan analisis waktu sebagai “tempat” untuk tindakan dan kejadian seperti yang ditentukan dalam Al-Qur’an. Penemuan alat-alat optik berhubungan dengan konsep cahaya yang disingkap oleh para mistik, yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai pengalaman spiritual. Teori atom merupakan perkembangan dari salah satu bukti keberadaan Tuhan, didasarkan atas pembagian monad sampai monad yang tak terbagi. Contoh-contoh lain dapat diberikan oleh mekanik, dinamik atau fisika dan lainnya.
Kemajuan pemikiran yang demikian pesat dan mengagumkan ini seiring dengan kebebasan mengeksplorasi pemikiran yang secara spesifik banyak dipengaruhi oleh tradisi filsafat Yunani. Sampai akhirnya perannya bergeser dengan digantikan oleh tradisi sufistik yang dimotori oleh al-Ghazali yang sebenarnya juga berangkat dari pijakan pemikiran filsafat. Pada masa ini dunia Islam mengalami kemandekan pemikiran filsafat yang cukup panjang. Telah banyak usaha-usaha yang dilakukan untuk menghidupkan kembali tradisi pemikiran filsafat dalam dunia Islam pasca kejayaan pemikiran Islam. []

7.      Kerajaan Safawi merupakan salah satu dinasti Islam beraliran Syi’ah yang pernah eksis pada zaman pertengahan. Bagaimana proses berdirinya dinasti itu, dan jelaskan pula aliran Syi’ah yang sampai saat ini masih berkembang di Iran.
Jawab:
Pada saat kekhilafahan atau kerajaan Turki Usmani berada dipuncak kemajuan, pada saat inilah kekhilafahan atau kerajaan Safawi awal berdiri. Dari referensi yang kami dapatkan didalam buku-buku sejarah peradaban islam dikatakan kerajaan Safawi merupakan salah satu dari tiga kekhilafahan atau kerajaan yang besar diakhir sejarah islam klasik atau dimasa pertengahan ( pramodern ). Kekhilafahan atau kerajaan Safawi berjalan tidak begitu lama kurang lebih dua setengah abad, dimulai sejak kepemimpinan Ismail I pada tahun 1501 M. hingga kepemimpinan Abbas III pada tahun 1736 M. Kerajaan Safawi merupakan sebuah kekhalifahan atau kerajaan yang mengambil Syi’ah sebagai madzhab Negara, sehingga Kerajaan Safawi merupakan peletak dasar pertama terbentuknya Negara Iran yang ada sampai saat ini. Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakkan tarekat yang didirikan Safiuddin di Ardabil sebuah kota di Azarbaijan. Tarekat ini bernama Tarekat Safawiyah. Nama Safawiyah sendiri diambil dari nama pendiri tarekat ini yaitu Safiuddin (1252-1334 M.), nama Safawi terus dipertahankan hingga tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan terus dipertahankan hingga berhasil mendirikan kerajaan.
Jalan hidup kesufian yang dipilih Safiuddin merupakan cikal-bakal keluarganya yang memang mengambil sufi sebagai pendirian dalam menjalankan ajaran islam, selain itu keluarga Safiuddin juga hidup dalam keadaan yang berada sehingga hal tersebut juga mempermudah dalam perjuangannya. Selain itu Safiuddin juga keturunan dari Imam Syi’ah yang keenam yaitu Musa al-Kazim (1216-1301 M.) yang dikenal dengan julukan Zahid al-Gilani. Setelah menjadi menantu dan gurunya wafat Safiuddin mendirikan tarekat Safawiyah. Pada awalnya tarekat Safawiyah bertujuan memerangi orang-orang ingkar dan kelompok ahli bidah menirit mereka. Pada abad limabelas, gerakan Safawiyah menjadi sebuah kekuatan politik yang sangat berpengaruh dibagian barat laut Iran, dan dibagian timur Anatolia. Dapat kita lihat juga dari sejarah yang ditulis oleh para sejarawan terutama sejarawan muslim bagaimana kecenderungan Safawiyah memasuki dunia politik pada masa kepemimpinan Imam Junaid (1447-1460 M.),
pada masa ini gerakan Safawiyah memperlihatkan lebih jelas bagaimana visi politiknya, dapat kita lihat pula gerakan ini selain sebagai gerakan agama terlihat juga sebagai gerakan politik. Setelah Imam Junaid wafat tarekat ini dipimpin oleh anaknya yang bernama Haedar. Haedar mengawini putrid Uzun Hasan, dari perkawinan inilah lahir anak bernama Ismail, yang nantinya Ismail ini mendirikan dan menjadi raja pertama dari kekhalifahan atau kerajaan Safawi di Persia.
Sebagai penerus ayahnya Ismail melanjutkan kepemimpinan Haedar dan Ia berhasil kebangkitakan safawi yang dimasa kepemimpinan Haedar mengalami kekalahan ketika Safawi menyerang wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan, AK Koyunlu mengirim bala bantuan militer kepada pasukan Sirwan, sehingga pasukan Haedar kalah dan Haedar sendiri terbunuh dalam peperangan ini. Pada saat menjadi pemimpin atau penguasa kerajaan Safawi Ismail I baru berumur tujuh tahun. Selama lima tahun Ismail I beserta pasukannya bermarkas di Gilan, mempersiapkan kekuatan dan mengadakan hubungan dengan para pengikutnya di Azarbaijan, Syiria, dan Antolia. Pasukan yang dipersiapkan tersebut dinamai Qizilbash (baret merah). Pada tahun 1501 M. pasukan Qizilbash mengadakan penyerangan dan berhasil mengalahkan pasukan AK Koyunlu di Sahrur dekat Nakhchivan, dengan kekuatan Qizilbash Ismail I mampu membalas kekalahan ayahnya dahulu dari AK Koyunlu dan dapat menguasai wilayah Tibriz, pusat kekuasaan AK Koyunlu. Diwilayah Tibriz ini Ismail I menyatakan Atau memproklamirkan dirinya sebagai raja pertama Kekhilafahan atau Kerajaan Safawi.
Jika kita lihat dari asal usul Safawi merupajan sebuah kerajaan yang lahir atau dipimpin oleh dua kekuatan, yang pertama, kepemimpinan agama (tarekat) sebagai perintis kerajaan Safawi, dimulai ketika dipimpin oleh Safiuddin hingga kepemimpinan Haedar (1252-1494 M.), yang kedua, kepemimpinan kekuatan politik yang dilembagakan sebagai penerus kepemimpinan yang pertama pada masa ini kepemimpinan sudah bersifat formal, dimulai sejak kepemimpinan Ismail I (1501-1524 M.) hingga Abbas III (1732-1736 M.), kepemimpinan diantara kedua masa tersebuat Safawi dipimpin oleh Sembilan sultan atau penguasa, yaitu Tahmasp I, Ismail II, Muhammad Khudabanda, Abbas I, Safi Mirza, Abbas II, Sulaiman, Husein, Tahmasp II. Masa kepemimpinan Ismail I berlangsung selama kurang lebih 23 tahun, antara tahun 1501 M. hingga 1524 M. Dalam waktu sepuluh tahun Ismail I dapat menguasai wilayah kekuasaan yang meliputi seluruh Persia dan bagian Timur Bulan Sabit Subur (Fortile Crescent).
Negara Iran menganut Aliran Syiah Itsna Asy Ariyah, aliran tersebut berkembang dengan sangat pesat di sana, Hal ini tidak terlepas dari doktrin Safawi yang pernah mereka lembagakan dalam konteks politik, jadi dapat dikatakan dasar Negara Iran dewasa ini tidak terlepas dari doktrin ajaran syiah. Untuk menghapuskan cara-cara pemujaan sufi misalnya, dzikir bersama-sama dan pengultusan orang-orang suci sufi, majlis memperkenalkan ritual berkabung untuk menghormati Husain sang martir karbala, untuk mengajarkan rakyat nilai-nilai dan keimanan syiah. Ritual tersebut juga di tandai dengan prosesi yang rumit, melakukan nyanyian penguburan yang sangat emosional, sementara orang-orang meratap dan mengis keras-keras. Ritual ini menjadi adat terpenting di Iran.
Taziyeh di kembangkan sebagai penggambaran penuh perasaan dari tragedy di Karbala, yang mendorong seseorang untuk tidak menjadi penonton pasif, tetapi ikut serta dalam respon emosional, menangis dan memukuli dada, dan mengikuti diri untuk ikut serta merasakan penderitaan Imam Husain. Saat mereka meratap menampar dahi dan dan menangis maraung-raung, para penonton juga merasakan getaran dalam diri mereka sendiri yang rindu akan keadilan yang menjadi inti keimanan Syi’ah, mereka juga bertanya pada diri sendiri, mengapa yang baik selalu menderita dan yang jelek selalu menang. Ritual ini netral dan mendukung status quo, dalam mendesak rakyat untuk menjalin hubngan baik dengan penguasa, dan mereka harus memikirkan kepentingan mereka sendiri. Pada Revolusi Iran 1978-179, ritual ini di gunakan lagi sebagai alat penekan untuk mengartikulasikan rasa berkabung mereka terhadap pemerintah yang korup.  Ayatollah Khomaini (1902-1989) sangat terpengaruh oleh pengajaran Mula Sadra dan dalam pidato terakhir kepada rakyat Iran sebelum wafatnya, dia meminta mereka untuk meneruskan studi dan praktik Irfan, karena tidak ada revolusi Islam sejati tanpa ada reformasi spiritual.  

8.      Apa yang dimaksud dengan renaissance dan bagaimana kaitannya dengan penjajahan negara-negara Muslim?
Jawab:
Renaissance adalah suatu periode sejarah yang mencapai titik puncaknya kurang lebih pada tahun 1500 M. Perkataan renaissance berasal dari bahasa Perancis renaissance yang artinya adalah “Lahir Kembali” atau “Kelahiran Kembali”. Yang dimaksudkan biasanya adalah kelahiran kembali budaya klasik terutama budaya Yunani kuno dan budaya Romawi kuno. Namun zaman sekarang hal ini bisa menyangkut segala hal. Masa ini ditandai oleh kehidupan yang cemerlang di bidang seni, pemikiran maupun kesusastraan yang mengeluarkan Eropa dari kegelapan intelektual abad pertengahan. Masa Renaissance bukan suatu perpanjangan yang berkembang secara alami dari abad pertengahan, melainkan sebuah revolusi budaya, suatu reaksi terhadap kakunya pemikiran serta tradisi Abad pertengahan.
Berkat pengaruh kebudayaan Islam yang berabad-abad, maka terutama di Spanyol dan Portugal timbullah perkembangan ilmu dan kebudayaan. Timbullah pula berbagai pikiran baru, pandangan hidup baru, dan keinginan untuk meluaskan pandangan dan merantau ke negeri-negeri lain, terutama ke negeri-negeri Asia yang kaya dan mengagumkan itu. Orang Eropa mencoba-coba untuk mencari jalan ke Asia itu dengan meluaskan pelayaran-pelayaran mereka menyusuri pantai Afrika Barat. Semangat pelaut begitu menghebat nya pada kedua bangsa itu, maka muncullah banyak pelaut yang terkenal dari Portugal dan spanyol. Kita melihat misalnya Bartholomeus Diaz dari Portugal telah berhasil melewati ujung Afrika Selatan dalam pelayaran nya pada tahun 1486, dengan menempuh gelombang yang besar, sehingga dinamakan nya “Tanjung Badi” kemudian raja Portugis merubah nama itu untuk membangkitkan hasrat para pelaut dengan “Tanjung Harapan” (Kaap de Goode Hooop).(Karen Amstrong, 2002: 147-148)
Di samping bangsa Portugal dan Spanyol, bangkit pula bangsa Inggris, mereka dapat ilmu dan kebudayaan Islam melalui sarjana nya yang terkenal Roger Bacon (1214-1292), seorang pendeta Fransiscus yang pernah kuliah di Andalusia, Ilmu baru yang diperolehnya itu dikembangkan nya di tanah airnya Inggris. (Amstrong, 2002: 149)
Ketiga bangsa inilah, Portugal, Spanyol dan Inggris yang menjadi pembuka jalan bagi negara-negara Imperialis di dunia. Uraian kita selanjutnya membukakan guci wasiat kaum imperials ini, yang ada mulanya mencari “tanah-tanah koloni”, tetapi kemudian melangkah lanjut menanamkan kapital nya.
Perekonomian bangsa Eropa pun semakin maju karena daerah baru terbuka baginya. Tak lama setelah itu mulailah kemajuan barat melampaui kemajuan islam yang sejak lama mengalami kemunduran. kemajuan barat itu dipercepat oleh penemuan dan perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Penemuan mesin uap yang kemudian melahirkan revolusi industri di eropa semakin memantapkan kemajuan mereka. Teknologi perkapalan dan militer membuat eropa menjadi penguasa lautan dan bebas melakukan kegiatan ekonomi dan perdagangan dari keseluruhan dunia, tanpa mendapatkan hambatan-hambatan berarti dari lawan mereka. Bahkan satu demi satu negeri islam jatuh ke bawah kekuasaannya sebagai negeri jajahan.(Yatim, 2003: 175)
Salah satu negri yang menjadi tujuan Negara-negara Eropa adalah India. India pada masa kemajuan pemerintahan kerajaan mughal adalah negeri yang karya nya dengan hasil yang kaya dengan hasil pertanian. Itu mengundang eropa yang sedang mengalami kemajuan untuk berdagang ke sana. Inggris dan belanda mulai menginjak kan kaki di India pada tahun 1611M, Inggris mendapatkan modal menanamkan  modal. Dan pada tahun 1617 M Belanda mendapat ijin yang sama.
Pada tahun 1761 M Kongsi dagang Inggris British East India Company (BEIC) mulai berusaha menguasai wilayah India bagian timur ketika ia merasa cukup kuat. Penguasa setempat mencoba mempertahankan kekuasaan dan berperang melawan Inggris. perang pun berkecamuk dalam waktu yang cukup lama, Namun mereka tidak berhasil mengalahkan Inggris akibatnya daerah-daerah qudh, Bengel, dan Orissa jatuh ke tangan Inggris pada tahun 1803 M. pada tahun 1882 M, ke- amiran Muslim Sind di India dikuasainya. Tahun 1842 M Kerajaan Mughal bahkan dikuasai penuh, walaupun mendapatkan perlawanan dari rakyat India yang dipelopori oleh gerakan wahabi (Abdullah et al, 1989: 470) dan setahun kemudian raja yang terakhir dipaksa meninggalkan istana. Sejak itu India dibawah kekuasaan Inggris berusaha menguasai Afghanistan dan kesultanan muslim Balucita dimasukkan dibawah kekuasaan India-Inggris.
Selain itu Kemajuan Eropa dalam teknologi militer dan industri perang membuat kerajaan Turki Utsmani menjadi kecil dihadapan Eropa, akan tetapi nama besar Turki Utsmani masih membuat Eropa Barat segan untuk menyerang atau mengalahkan wilayah yang berada di bawah kekuasaan kerajaan islam ini. Termasuk di daerah Eropa Timur. Sejak itulah kerajaan Usman dalam menghadapi serangan Eropa di wina tahun 1683 M. membuka mata barat bahwa kerajaan Usman telah mundur jauh sekali. Sejak saat Itulah kerajaan Usman berulang kali mendapatkan serangan besar dari barat.(ibid;)
Sejak kekalahan dalam pertempuran wina itu, kerajaan Turki Utsmani juga menyadari akan kemunduranya dan kemajuan barat. Celei Mehmed diutus ke Paris tahun 1720 M dan diinstruksikan untuk mengunjungi pabrik benteng pertahanan dan ilustrasi lainnya. laporan itu mendorong Sultan Ahmad III (1703-1730 M) untuk memulai pembaharuan dikerjakannya. Pada tahun 1734 M. untuk pertama kalinya sekolah teknik militer dibuka. Dalam bidang yang lain pembaharuan juga dilakukan seperti pembukuan percetakan di Istanbul tahun 1722 M, untuk kepentingan kemajuan ilmu pengetahuan. Demikian juga gerakan penerjemah buku Eropa ke dalam bahasa Turki.
Meskipun demikian usaha pembaharuan itu bukan saja gagal menahan kemunduran Kerajaan Turki Usman yang terus mengalami kemerosotan, keuangan negara yang terus mengalami kebangkrutan sehingga tidak mampu menunjang usaha pembaharuan. Faktor terpenting lainnya yang membawa kegagalan itu adalah karena ulama dan tentara Yenissari yang sejak abad ke 17 M menguasai suasana politik dalam kerajaan Usman serta menolak jurang kehancuran sementara barat yang menjadi ancaman baginya semakin besar.
Disamping itu gerakan pembaharuan malah justru mengecam kekuasaan para sultan yang absolut, karena para pejuang Turki melihat bahwa kelemahan absolut karena para pejuang Turki terletak pada ke absolutan sultan itu. Sehingga lahir gerakan tanzimat Usmani muda, dan partai persatuan dan kemajuan (Ittihad ve Turekki).
Ketika terjadi perang dunia I (1915) Turki Usmani berada dipihak yang kalah. Sampai tahun 1919 M. sejak itu kebebasan Turki Usman benar-benar tenggelam bahkan tidak lama kemudian kekhalifahannya dihapuskan (1942 M). Semua daerah kekuasaannya yang luas  baik di Asia maupun di Afrika diambil alih oleh negara Eropa. Yang menang perang.
Penetrasi barat ke pusat dunia islam timur tengah pertama-tama dilakukan oleh dua bangsa Eropa terkemuka yaitu Inggris dan Perancis. Inggris lebih dulu menanamkan pengaruhnya di India. Perancis merasa perlu memutuskan hubungan komunikasi antar inggris di Barat dan India di Timur, oleh karena itu pintu gerbang ke India yaitu Mesir harus berada dibawah kekuasaannya untuk maksud tersebut Mesir dapat ditaklukkan Perancis tahun 1798 M.(ibid;)

9.      Ada beberapa teori tentang masuknya Islam di  Indonesia. Jelaskan teori-teori dimaksud, dan menurut Saudara teori manakah yang paling kuat disertai dengan argumentasinya!
Jawab:
Teori Masuknya Islam ke Indonesia Menurut beberapa sejarawan, agama Islam baru masuk ke Indonesia pada abad ke-13 Masehi yang dibawa oleh para pedagang muslim. Meskipun begitu, belum diketahui secara pasti sejak kapan Islam masuk ke Indonesia karena para ahli masih berbeda pendapat mengenai hal tersebut. Setidaknya ada tiga teori yang mencoba menjelaskan tentang proses masuknya Islam ke Indonesia yaitu teori Mekkah, teori Gujarat, dan teori Persia.
1.      Teori Gujarat, Teori yang dipelopori oleh Snouck Hurgronje ini menyatakan bahwa agama Islam baru masuk ke Nusantara pada abad ke-13 Masehi yang dibawa oleh para pedagang dari Cambay (Gujarat), India. dibenarkan oleh J.P. Moquette yang pernah meneliti bentuk nisan kuburan-kuburan raja-raja Pasai, kuburan Sultan Malik Ash-Shalih. Nisan kuburan Maulana Malik Ibrahim di Gresik, Jawa Timur, juga ditelitinya. Dan ternyata sangat mirip dengan bentuk nisan-nisan kuburan yang ada di Cambay, Gujarat. Rupanya, pendapat Moquette yang memperkuat pendapat Pijnapel dan Hurgronje disanggah oleh S.Q. Fatimi. Pendapat Moquette juga disanggah oleh G.E. Marrison. Marrison malah yakin, bahwa Islam yang datang ke Indonesia berasal dari Pantai Coromandel, India Selatan. Alasannya, pada abad ke-13 M, Gujarat masih menjadi sebuah kerajaan Hindu, sedang di Pantai Coromandel Islam telah berkembang. Marrison juga berpendapat, para pembawa dan penyebar Islam yang pertama ke Indonesia adalah para Sufi India. Mereka menyebarkan Islam di Indonesia dengan pendekatan tasawwuf pada akhir abad ke-13 M. Penyerbuan yang dimaksud memaksa banyak Sufi keluar dari zawiyah-zawiyah mereka dan melakukan pengembaraan ke luar wilayah Bani Abbasiyah, seperti ke ujung Persia atau bahkan ke India. Kedua pendapat tersebut masih dari satu Negara yakni Gujarat, walaupun terjadi perbedaan pendapat masalah wilayah, antara dari wilayah Cambay dan Coromandel, India bagian selatan.
  1. Teori Persia, Teori ini dipelopori oleh P.A Husein Hidayat. Teori Persia ini menyatakan bahwa agama Islam dibawa oleh para pedagang dari Persia (sekarang Iran) karena adanya beberapa kesamaan antara kebudayaan masyarakat Islam Indonesia dengan Persia.
  2. Teori Mekkah, Teori ini adalah teori baru yang muncul untuk menyanggah bahwa Islam baru sampai di Indonesia pada abad ke-13 dan dibawa oleh orang Gujarat. Teori ini mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dari Mekkah (arab) sebagai pusat agama Islam sejak abad ke-7. Teori ini didasari oleh sebuah berita dari Cina yang menyatakan bahwa pada abad ke-7 sudah terdapat sebuah perkampungan muslim di pantai barat Sumatera.
4.      Teori Cina, Mereka bermazhab Hanafi. Pendapat ini disimpulkan oleh salah seorang pegawai Belanda pada masa pemerintahan kolonial Belanda dulu. Sebelum Indonesia merdeka, orang-orang Belanda pernah menguasai hampir seluas Indonesia sekarang sebelum ditaklukkan oleh tentara Jepang pada 1942. Tepatnya pada 1928, Poortman memulai penelitiannya terhadap naskah Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda. Tidak berhenti di situ, ia melanjutkan penelitiannya terhadap naskah-naskah kuno Cina yang tersimpan di klenteng-klenteng Cina di Cirebon dan Semarang. Ia pun sempat mencari naskah-naskah kuno di sebuah klenteng di Batavia, Jakarta dulu. Hasil penelitiannya itu disimpan dengan keterangan Uitsluiten voor Dienstgebruik ten Kantore, yang berarti “Sangat Rahasia Hanya Boleh Digunakan di Kantor”. Sekarang disimpan di Gedung Arsip Negara Belanda di Den Haap, Belanda. Pada 1962, terbit buku Pongkinangolngolan Sinambela Gelar Tuanku Rao yang ditulis Mangaradja Onggang Parlindungan. Dalam buku ini dilampirkan juga naskah-naskah kuno Cina yang pernah diteliti oleh Poortman.
Dari ke-empat teori tersebut menurut saya, Islam yang masuk ke Indonesia berasal dari Persia (Iran sekarang). Hal ini terbukti, peringatan 10 Muharram atau hari Asyura sebagai hari kematian Husein bin Ali bin Abi Thalib yang ada di Indonesia berasal dari perayaan kaum Syiah di Persia. Peringatan 10 Muharram itu lebih dikenal sebagai perayaan Hari Karbala. Saya juga yakin dengan pendapat ini, karena keberadaan pengaruh bahasa Persia di beberapa tempat di Indonesia. Selain itu, keberadaan Syeikh Siti Jenar dan Hamzah Fansuri dalam sejarah Indonesia menandakan adanya pengaruh ajaran wihdatul wujud Al-Hallaj, seorang Sufi ekstrim yang berasal dari Persia. karena itu, Syiah adalah bentuk akidah pertama yang diterima di Indonesia. Baru setelah itu Islam Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang berkembang belakangan.
10.   Pada paroh pertama abad ke-20 M, di Indonesia muncul beberapa organisasi keagamaan dan yang paling menonjol adalah Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Jelaskan latar belakang pembentukan kedua organisasi itu, dan sebutkan beberapa perbedaan di antara keduanya itu!
Jawab:
1.       Latar Balakang Lahirnya Muhamdiyah
Organisasi Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah tahun 1330 Hijriyah atau 18 Nopember 1912 Masehi(Hasyim, 1999: V). Organisasi ini didirian oleh KH Ahmad Dahlan dan merupakan salah satu organisasi islam yang tertua(Nashir, 2000: V). Muhammadiyah bersama Nahdlatul Ulama (NU) sering disebut sebagai dua pilar atau sayap islam di Nusantara (Ibid, IX).
Nama kecil KH Muhammad Dahlan ialah Muhammad Darwis. Semasa kecilnya, Muhammad Darwis tak pernah pergi ke sekolah. Ayah Darwis sendirilah yang mendidiknya, seperti mengaji sebelum mengirimkannya ke ulama lain untuk memperdalam agamanya. Kemudian ia menuntut ilmu di Mekkah dan melaksanakan ibadah haji pada tahun 1890 saat ia berusia 22 tahun. Setelah melaksanakan haji, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Beliau pernah berguru selama 2 tahun kepada Syekh Ahmad Chatib, ulama kelahiran Bukittinggi yang berkedudukan di Masjid Al-Haram sebagai imam mazhab Syafii. Beliau juga diperkenalkan kepada Hasyim Asy’ari, yang kelak menjadi pendiri NU (Karim, 1986: 3).
Sekembalinya dari Mekkah, beliau mulai mempraktekkan ilmu falak (astronomi) di Yogya. Hal yang pertama yang beliau coba ialah mengenai arah kiblat shalat. Saat itu, di Indonesia orang melakukan shalat persis menghadap ke barat. Padahal, menurut perhitungan Dahlan, seharusnya agak ke utara sedikit. Ketika beliau mencoba membuat garis shaf baru di masjid Kesultanan Yogyakarta, penghulu masjid menjadi murka. Penghulu tersebut bersama anak buahnya berniat merusak surau Dahlan. Karena peristiwa itu, Dahlan berniat hijrah dari Yogya, namun Kyai Shaleh, kakak iparnya mengurungkan niatnya. Kemudian Dahlan menyebarkan fatwa-fatwanya tersebut sambil berdagang.
Tahun 1909 beliau masuk ke Budi Utomo. Mengingat anggota Budi Utomo umumnya akan bekerja di pemerintahan, beliau berharap dapat mengajarkan agamanya di sekolah-sekolah pemerintah. Harapan tersebut disambut mantap oleh kalangan Budi Utomo karena ajaran Dahlan membuat islam terasa selaras dengan cara berfikir anggota perkumpulan itu.
Pada suatu saat, mereka menganjurkan agar Dahlan membentuk organisasi bagi penyebaran pahamnya. Alhasil, pada tanggal 18 Nopember 1912, Muhammadiyah resmi berdiri. Ada dua tujuan berdirinya Muhammadiyah ini:
a.       Menyebarkan pengajaran Kanjeng nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumiputra di dalam regentie Djogjakarta.
b.      Memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya.
             Dalam perkembangannya, Muhammadiyah terus saja membangun sekolah, masjid, poliklinik, dan kegiatan sosial lainnya. Muhammadiyah memang sudah menjadi kultur, bukan lagi organisasi. Seperti yang dikatakan oleh Taufik Abdullah, organisasi pembawa tradisi pembaruan Islam di Indonesia.

2.      Latar balakang Lahirnya Nahdhatul Ulama’ (NU)
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam), disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam yang terbesar di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 di Surabaya, oleh KH Hasyim Asy’ari dan bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi. Para Kyai pendiri NU adalah para pendukung, penyebar dan pembela paham Islam Ahlus sunnah wal Jamaah. Faham ini telah mempersatukan secara organis antara ajaran tauhid, fiqh dan Tasawuf. Jadi doktrin ahlussunah wal jamaah sebagaimana berpangkal pada 3 madzhab panutan yakni; paham al-Asyariyah dan al-Maturidi dalam bertauhid, mengikuti salah satu dari empat mazdhab (Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hambali) dalam ber-fiqh, dan mengikuti faham al-Junaidi, al-Baghdadi dan al-Ghazali dalam bertasawuf. (Nur hasan, ijtihad Politik NU, 2010: 48)    
Tujuan didirikannya NU adalah menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama’ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan “Kebangkitan Nasional”. Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana - setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan. Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan “Nahdlatul Fikri” (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Suatu waktu Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab Wahabi di Mekkah, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut. Dengan sikapnya yang berbeda itu kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta pada tahun 1925. Akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan mengesahkan keputusan tersebut. Sumber lain menyebutkan bahwa K.H. Hasyim Asy'ari, K.H. Wahab Hasbullah dan sesepuh NU lainnya melakukan walk out. Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermazhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh K.H. Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, maka Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di Mekkah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan mazhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memper-juangkan kebebasan bermazhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah dan peradaban yang sangat berharga. Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.





3.      Perbedaan Pemikiran NU vs Muhammadiyah
a.      Aspek Ideologi
Muhamadiah maupun NU berafiliasi dengan ideology Sunni (Ortodok), namun warga Muhamdiyah lebih suka mengatakan bahwa organisasi mereka mengikuti gerakan tajdid yang mendukung ijtihad dan seruan kembali kejalan ajaran murni (al-Qur’an dan as-Sunnah). Pandangan semacam itu memudahkan memperkenalkan model pemahaman baru tentang al-Qur’an berdasarkan tema atau isu, ang berkaitan dengan dinamika social (tafsir maudlu’i-mengambil ayat Qur’an dan Sunnah sebagai sumber utama dan memaksimalkan ijtihad). Dengan demikian muhamadiyah mampu membedakan teks ayat suci dengan jelas. Pemahaman tersebut sangat relative yang berarti bahwa penafsiran ayat suci memiliki kaitan latar belakang social, budaya, dan psikologis sang mufassir. Ayat suci adalah paling mutlak kebenarannya.
Namun Muhammadiayah sering terjebag dalam konservatisme dan pemahaman yang kaku berkaitan dengan ideology keagamaan (puritanisme) dan reduksionisme, khususnya ketika menterjemahkan konsep tajdid dalam konsep fiqh (furu’iyah). (Fahrudin, 2006: 231-233)
Sebaliknya, NU bersikeras bahwa warganya harus berafiliasi pada ideology ahlusunnah wal jamaah atau aswaja. Warga NU yakin betul bahwa aswaja dan tradisi fiqh memberi kesempatan (dorongan dari dalam) untuk menghormati perbedaan atau pluralitas. NU menjadikan tradisi fiqh sebagai tradisi dan pedoman dalam mengambil keputusan organisasi dan kepentingan public (masalihu al-ummah). NU mengklaim bahwa fiqh dan penghargaan terhadap budaya local mampu memberikan ruang lebih terbuka kepada ummat dari berbagai kepercayaan atau agama untuk tetap hidup berdampingan. Oleh sebab itu keduanya merupakan asset bagi NU untuk memajukan masyarakat demokratis di Indonesia, yang memudahkan warga NU untuk menjadi lebih terbuka dan apresiatif terhadap pluralitas ketimbang kelompok modernis. Keterlibatan warga NU mempelajari karya-karya klasik Islam, kitab kuning (karya ulama’ abad pertengahan) memudahkan mereka mengembangkan pemikiran melalui kajian analitis yang intensif (Fahrudin, 2006: 233-235). Dengan demikian NU dapat mengembangkan keterbukaan di kalangan warganya. Dari hal tersebut maka dalam aspek ideologi banyak terjadi perbedaan antara keduanya.        
Ranah perbedaan antara kedua organisasi sosial keagaan tersebut, yakni NU dan Muhammadiyah, bukan untuk menambah problem yang timbul sebagai akibat perbedaan itu, melainkan justru sebaliknya,  agar semakin mendekatkannya. Sebab ternyata dengan perbedaan itu, selain ada untungnya,   dalam hal-hal  tertentu,  ternyata merugikan kedua belah pihak dan bahkan semuanya.  
 Salah satu contoh kecil  kerugian  itu adalah misalnya  mengganggu silaturrahmi. Orang NU tidak begitu  mudah diterima bekerja di lembaga Muhammadiyah,  dan sebaliknya. Orang Muhammadiyah tidak mudah diterima di sebuah departemen, jika pimpinan departemen itu   orang NU,  dan juga sebaliknya. Padahal mencari tenaga professional kadang sangat  sulit,  namun  masih dipersulit lagi oleh adanya  perbedaan kultur atau organisasi keagamaan itu itulah realita yang terjadi.   
 Jika hal demikian itu benar-benar terjadi, maka  organisasi sosial keagamaan tidak terlalu menguntungkan. Ukuran kualitas seseorang menjadi bertambah dengan variabel yang tidak mudah dipenuhi. Misalnya, disebut berkualitas jika  berasal dari paham keagamaan yang sama. Dengan  begitu maka, organisasi sosial keagamaan justru menjadi  sebab terjadinya keputusan rasional tidak dijalankan.  Akhirnya keadaannya menjadi aneh, mencari calon tukang potong rambut saja  bisa dilakukan secara   obyektif, mencari yang ahli;  sementara,  mencari calon Rektor misalnya, harus   memilih yang sealiran. Padahal  yang terpilih akhirnya belum tentu kualitasnya lebih baik.
 Contoh seperti itu, ternyata di mana-mana terjadi  dan  cukup banyak jumlahnya. Sebagai akibatnya, organisasi tidak berhasil dijalankan secara obyektif, rasional, dan terbuka, sebagaimana tuntutan organisasi modern.  Organisasi menjadi tidak dinamis atau apalagi maju. Selain itu, pelayanan masyarakat menjadi tidak maksimal.  Dampak negative itu akan dialami oleh  masing-masing  anggota organisasi yang bersangkutan, menjadi serba terbatas.
Perbedaan antara NU dan Muhammadiyah jika diperhatikan secara saksama, sebenarnya  hanya  berada pada ranah ritual saja. Lagi pula,  aspek ritual itu  juga tidak berada pada wilayah yang mendasar. Orang menyebutnya hanya pada aspek yang sifatnya cabang atau furu’.  Perbedaan itu hanya di seputar bagaimana ritual itu dijalankan. Misalnya, jamaáh NU ketika shalat subuh melengkapi dengan qunut, sedangkan Muhammadiyah tidak.  
 Selain itu, NU ketika shalat jumát,  adzannya dua kali, sedangkan Muhammadiyah hanya sekali saja. NU  setelah shalat fardhu  berdzikir bersama, sedangkan Muhajmmadiyah tidak. NU membiasakan membaca puji-pujian menjelang shalat berjamaáh, sedangkan Muhammdiyah tidak. Untuk menentuikan awal puasa atau mengakhirnya, Muhammadiyah   lewat pendekatan hisab, sedangkan NU menggunakan rukyat. Hasilnya kadang sama, tetapi sekali-kali  berbeda.
Persoalan ritual dalam Islam,  sebenarnya adalah merupakan bagian kecil  dari  keseluruhan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad,  atau dalam al Qurán itu sendiri. Dalam hal yang lebih luas, Islam mengajak umatnya menjalani kehidupan ini secara sempurna, mengembangkan semua aspek dalam dirinya. Islam mengajarkan bagaimana menggunakan akal pikirannya secara benar. Islam juga mengajarkan agar jiwa dan raganya  menjadi sehat.  Islam mengajarkan bagaimana agar ucapan, pikiran, hati,  dan anggota badannya selalu  dijaga agar bersih dan bahkan suci. Dalam Islam diajarkan tentang tazkiyatun nafs. Sedangkan kegiatan ritual, sekalipun sungguh amat penting, namun  hanyalah merupakan bagian kecil dari ajaran Islam.
Apa saja  yang terkait dengan ritual mestinya bukan diperdebatkan, melainkan seharusnya segera dijalankan. Berdedat soal ritual tidak akan membawa hasil, dalam arti diketemukan  mana yang paling duluan diterima dan yang ditolak oleh  Tuhan. Tidak akan ada seorang pun yang tahu bahwa ritualnya diterima atau ditolak. Penerimaan dan atau penolakan kegiatan ritual adalah hak prerogative Tuhan sendiri.   Seseorang mungkin menang dalam berdebat, maka sebenarnya belum tentu benar-benar menang di hadapan Allah.  Bisa saja yang terjadi justru sebaliknya,  bahwa mereka yang kalah,  karena ritualnya dilakukan secara lebih khusuk dan ikhlas justru diterima. Sebaliknya,  pihak yang menang hanya akan mendapatkan kemenangannya di hadapan orang.
Ajaran Islam sedemikian luas, yaitu mengajarkan agar para umatnya kaya ilmu pengetahuan, menjadi manusia unggul dalam arti bertauhid, berhasil bisa dipercaya,  dan selalu menjaga kesucian dalam semua aspek kehidupannya. Selain itu, Islam mengajarkan tentang  tatanan sosial yang adil dan juga agar menjalankan semua pekerjaan atau amalnya   secara professional atau beramal saleh. Dalam al Qurán disebutkan bahwa siapa yang beriman dan beramal saleh akan selamat hidupnya, baik di dunia maupun di akherat.
Sebenarnya boleh saja di mana-mana  terjadi perbedaan atau  bahkan berdebat. Tetapi hendaknya  perdebatan itu   dalam soal yang terkait dengan ilmu pengetahuan, membangun keadilan dan mencari cara  yang tepat dalam beramal saleh. Sebab berbeda dalam ilmu pengetahuan dan lainnya itu  akan melahirkan rakhmat. Artinya dengan  perbedaan dan perdebatan itu justru pengetahuan dan pengalaman seseorang  akan  semakin bertambah. Akan tetapi,  perbedaan dalam ritual secara berkepanjangan,  yang  didapat   sebaliknya, yaitu umat akan terpecah dan bercerai berai sebagaimana yang tampak selama ini.
 Perbedaan dalam beritual sebenarnya sudah terjadi sejak zaman nabi. Banyak kisah tentang itu, misalnya   menyangkut tentang  pelaksanaan shalat dan bahkan juga haji. Setiap ada perbedaan di antara para sahabat  segera  dikonsultasikan langsung kepada Nabi. Maka,  jika ada pengaduan seperti itu,  selalu saja Nabi membenarkan semuanya.  Artinya semua  yang telah dilakukan oleh sahabat dalam menjalankan ritual dibolehkan dan atau dibenarkan. Oleh karena itu, maka dengan perbedaan ritual itu sebenarnya tidak perlu masing-masing mengklaim,  bahwa diri atau kelompoknya yang paling benar.   
Dalam soal  ritual, asalkan masih berada pada frame atau kerangka pokoknya, semua dibolehkan. Sedangkan menyangkut  cara yang detail-detail tidak perlu  harus diperdebatkan. Kalaupun harus ada yang  dipersoalkan adalah  menyangkut  kekhusukannya. Sebab Nabi dalam suatu riwayat,   pernah menyuruh salah seorang untuk mengulangi shalatnya, karena dinilai kurang khusu’.  Ternyata,  bukan terkait dengan persoalan yang sering diperdebatkan selama ini. Akhirnya, jika hal seperti itu dipahami dan dihayati bersama,  maka   kewajiban  agar supaya umat Islam  selalu menjaga persatuan  akan  berhasil dijalankan.

b.         Aspek Peradaban dan Pemikiran
                    Nahdhatul Ulama’ (NU)
Usaha-usaha yang dilakukan organisasi NU antara lain:
1.  Bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
2.     Bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa (seperti halnya pesantren salaf).
3.      Bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
4.      Bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat.
5.      Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi masyrakat.

Muhammadiyah
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik (ini dibuktikan dengan jumlah lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah yang berjumlah ribuan). Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang ekstrem.
Muhammadiyah yang merupakan sebuah gerakan sosial keagamaan yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan ini tak lepas dari gerakan pembaharuan dan suatu fenomena modern pada saat ini. Ciri kemodernan ini, menurut M. Amien Rais, ada tiga hal pokok:
a.      Bentuk gerakannya yang terorganisasi.
b.      Aktivitas pendidikannya yang mengacu pada model sekolah modern untuk ukuran zamannya.
c.   Pendekatan teknologis yang digunakan dalam mengembangkan aktivitas organisasi terutama amal usahanya.
Kendatipun Muhammadiyah lahir sebagai suatu perwujudan dari suatu proses pemikiran yang mendalam, tetapi yang diberikan Muhammadiyah kepada masyarakat bukanlah dalam bentuk gerakan pemikiran semata-mata, akan terapi diaplikasikan berupa amal nyata di tengah-tengah masyarakan.