Disela kesibukannya Romo FMG (Baca: Franz Magnis Suseno) berkomentar (fatwa; dalam term Islam)., dukungan bagi seorang pemuka agama (kristiani) Sampai sekarang FMG selalu berusaha untuk tidak
menjawab apa "kita" "harus" memilih Prabowo atau Jokowi. Itu bukan hak
saya. Tetapi dengan diketahuinya Manifesto Gerindra saya tidak dapat diam lagi.
Di dalamnya ada dua hal yang serius: Yang pertama, dalam manifesto itu ditulis: "Adanya Pengadilan HAM merupakan sesuatu yang overbodig (berlebihan)." Yang kedua, ditulis "Negara dituntut utk menjamin kemurnian ajaran agama yg diakui oleh negara dari segala bentuk penistaan & penyelewengan dari ajaran agama." Dua-duanya gawat. Kalau yg pertama, sikap Prabowo tentu sangat bisa dimengerti. Namun belum tentu kubu Jokowi lebih baik. Apalagi Ibu Megawati belum pernah peduli pada korban apa pun. Jadi 1 : 1.
Tetapi yang kedua gawat betul. Itu berarti bahwa suatu pemerintah Prabowo akan merasa berhak menindas semua agama & kepercayaan di luar enam agama yang diakui dalam UU Penodaan Agama, misalnya Achmadiyah, Syia, Saksi Yehowa, Mormon, Bahai, Taman Eden & sekian tarekat Islami. Baca juga jawaban yg diberikan oleh "administrasi Gerindra" atas sebuah pertanyaan kritis: "Bung, seluruh WNI hrs dilindungi. Jika mereka berada di jln yg salah, kita buat lembaga utk membuat mereka jera. "Membuat jera mereka!" Ini bukan lagi main-main. Itu bertentangan dgn hak-hak asasi manusia maupun dgn Pancasila & dgn UUD-NRI 1945 Pasal 28E,G(1), I(1) & (2) & Pasal 29 (2); yang semuanya tidak mengenal pembatasan pada "6 agama yg diakui". Dan kalau pemaksaan dalam hal agama & keyakinan religius sudah dimulai, apa akan berhenti di situ? Jangan-jangan lantas kita akan mendpt suatu "UU Kerukunan Agama" yang dalam kenyataan berarti penyumbatan kebebasan beragama & berkeyakinan (apalagi Gerindra dalam koalisi akrab dgn PKS & PPP Suryadarma)?
Romo FMS berpendapat, bahwa kalau Prabowo/Gerindra tdk mencabut pernyataan itu dari manifesto Gerindra, Prabowo tdk boleh dipilih karena merupakan ancient bagi masa depan Indonesia sebagai negara yg adil & beradab.
Dari pernyataan Romo FMS tersebut saya bisa melihat maksudnya untuk menjaga kestabilan negara dari salah satu pernyataan manifesto politik tersebut. Tetapi jg, betapa itu mencerminkan naif dan dangkalnya pemikiran gerindra dalam menghadapi persoalan bangsa, saya berkeyakinan gerindra tidak "aware" bahwa itu bentuk fasisme dimana Prabowo juga buta dalam hal ini. Prabowo tidak fascist tetapi tidak cermat, karena hal itu bisa menjadi celah besar bagi kaum2 fundamentalist untuk menggoalkan skenarionya...lihat saja, ahmadiyah+syiah+keprcayaan pasti habis dengan manifesto itu. Dan seandainya pernyataan itu dibuat dengan sengaja dan sadar akan tujuannya, ya itu Fasisme, dan simpel "Jahat". Negara ini tdk butuh retorika, negara ini memerlukan "integritas" untuk mengembalikan ke akar budaya, kearifan lokal dan keberagaman sbg karakter kuat dari nenek moyang kita dahulu. Apapun itu fasisme adalah kejahatan.
saya lebih senang pada ide revolusi mental.itu artinya yang ingin diperbaharui adalah "diri". memperbaharui bangsa menjadi kuat dan bermartabat itu mulai dari diri. bukan dengan menggunakan kekerasan (fasis). Disinilah letak perbedaan dua calon pemimpin ini, yang 1 ingin memimpin dengan "tongkat besi" - pemaksaan kehendak (ciri khas fasis). yang 1 memimpin dengan pembaharuan dari dalam diri.[]
Di dalamnya ada dua hal yang serius: Yang pertama, dalam manifesto itu ditulis: "Adanya Pengadilan HAM merupakan sesuatu yang overbodig (berlebihan)." Yang kedua, ditulis "Negara dituntut utk menjamin kemurnian ajaran agama yg diakui oleh negara dari segala bentuk penistaan & penyelewengan dari ajaran agama." Dua-duanya gawat. Kalau yg pertama, sikap Prabowo tentu sangat bisa dimengerti. Namun belum tentu kubu Jokowi lebih baik. Apalagi Ibu Megawati belum pernah peduli pada korban apa pun. Jadi 1 : 1.
Tetapi yang kedua gawat betul. Itu berarti bahwa suatu pemerintah Prabowo akan merasa berhak menindas semua agama & kepercayaan di luar enam agama yang diakui dalam UU Penodaan Agama, misalnya Achmadiyah, Syia, Saksi Yehowa, Mormon, Bahai, Taman Eden & sekian tarekat Islami. Baca juga jawaban yg diberikan oleh "administrasi Gerindra" atas sebuah pertanyaan kritis: "Bung, seluruh WNI hrs dilindungi. Jika mereka berada di jln yg salah, kita buat lembaga utk membuat mereka jera. "Membuat jera mereka!" Ini bukan lagi main-main. Itu bertentangan dgn hak-hak asasi manusia maupun dgn Pancasila & dgn UUD-NRI 1945 Pasal 28E,G(1), I(1) & (2) & Pasal 29 (2); yang semuanya tidak mengenal pembatasan pada "6 agama yg diakui". Dan kalau pemaksaan dalam hal agama & keyakinan religius sudah dimulai, apa akan berhenti di situ? Jangan-jangan lantas kita akan mendpt suatu "UU Kerukunan Agama" yang dalam kenyataan berarti penyumbatan kebebasan beragama & berkeyakinan (apalagi Gerindra dalam koalisi akrab dgn PKS & PPP Suryadarma)?
Romo FMS berpendapat, bahwa kalau Prabowo/Gerindra tdk mencabut pernyataan itu dari manifesto Gerindra, Prabowo tdk boleh dipilih karena merupakan ancient bagi masa depan Indonesia sebagai negara yg adil & beradab.
Dari pernyataan Romo FMS tersebut saya bisa melihat maksudnya untuk menjaga kestabilan negara dari salah satu pernyataan manifesto politik tersebut. Tetapi jg, betapa itu mencerminkan naif dan dangkalnya pemikiran gerindra dalam menghadapi persoalan bangsa, saya berkeyakinan gerindra tidak "aware" bahwa itu bentuk fasisme dimana Prabowo juga buta dalam hal ini. Prabowo tidak fascist tetapi tidak cermat, karena hal itu bisa menjadi celah besar bagi kaum2 fundamentalist untuk menggoalkan skenarionya...lihat saja, ahmadiyah+syiah+keprcayaan pasti habis dengan manifesto itu. Dan seandainya pernyataan itu dibuat dengan sengaja dan sadar akan tujuannya, ya itu Fasisme, dan simpel "Jahat". Negara ini tdk butuh retorika, negara ini memerlukan "integritas" untuk mengembalikan ke akar budaya, kearifan lokal dan keberagaman sbg karakter kuat dari nenek moyang kita dahulu. Apapun itu fasisme adalah kejahatan.
saya lebih senang pada ide revolusi mental.itu artinya yang ingin diperbaharui adalah "diri". memperbaharui bangsa menjadi kuat dan bermartabat itu mulai dari diri. bukan dengan menggunakan kekerasan (fasis). Disinilah letak perbedaan dua calon pemimpin ini, yang 1 ingin memimpin dengan "tongkat besi" - pemaksaan kehendak (ciri khas fasis). yang 1 memimpin dengan pembaharuan dari dalam diri.[]