Sunday, May 22, 2016

Berilah Judul Sendiri

Saat Ini…

Aku ingin bungkam seperti hadirnya rembulan yang ditunda hujan. Menjadi gelap menyayat namun rintikan gerimis hujan yang konstan seolah mampu menggantikan sinar benderangnya yang lenyap itu di suatu malam yang sendu, bila tiba. Mulai kulenyapkan rasaku, satu-persatu menuju kekosongan yang bukan dewasa adanya melainkan polos kekanak-kanakan seperti dulu.


Kupejamkan ingatanku jauh dari puji-pujian semacam apa saja dari orang yang pernah aku terima sebelumnya. Dan kurasakan sungguh bahwa aku belum berbuat apa-apa. Persetan dengan sanjungan, lalu sudah mulai ku acuhkan pula mimpiku yang sewaktu-waktu akan tersendat hebat memekatkan ketidak jernihan pikiran ini sampai nanti.

Terlalu jauh cerita hidupku jika sengaja diputar dari ingatan ini, sendiri. Karena hanya aku dan Tuhan yang mengerti, termasuk borok hidupku kini. Berhati-hati, kupesankan batinku untuk bersabar menanti keajaiban hidup. Yang aku yakini, memang seperti “Ada”.

Entah, kenapa itu enggan terjadi?

Barangkali tak tergubris oleh Ilahi karena kerak-kerak dosa yang meracuni menjadi penghalang rejeki. Setan-setan yang menggandrungiku datang dan hilang, pergi tak permisi kemudian bersembunyi, pelan-pelan menyelinap, melebur bergumul dengan sepi, sesepi kalbu ini jauh dari dzikir-Mu sepanjang hari ya Robbi…

Hidup untuk dijalani dengan sepenuh kecitaannya yang hakiki. Tak perlu takut; gensi, caci, obsesi dan dibenci. Toh, kadang hidup memang mesti terselingi dengan hal begini. Orang bilang, hidup itu: “Baiknya dibikin heppi aja…”.

Ehm, namun entah aku?

Mataku terpejam dahsyat, ingin kutemukan sesuatu yang dapat kupegang erat (wanita yang betul-betul menyayangiku tanpa syarat) sebelum betul-betul aku nanti mati sekarat. Dalam hatiku berkata aku ingin berhenti mempedulikan diriku sendiri. Agar seluruh dunia tak ada lagi yang sudi mempersoalkan tentang siapa diriku yang teramat lugu.

Oh..Tapi itu keliru,

Karena kumasih punya bapak-ibu. Sefatalnya apa bentuk kepribadianku, secacatnya apapun kelakuanku, tetap membahagiakan mereka di usia senja hingga sepanjang waktu setelah itu adalah cita-cita besarku. Aku mau ini, mau itu. Ada yang mampu kudapat dan ada beberapa sesuatu yang harus aku tunggu serta usahakan dulu. Biar hafal mana yang patut digugu atau dihempas demikian saja seperti debu berwarna abu-abu..

Dan taukah kamu, apa itu abu-abu?

Keberlangsungan hidupku yang terpenting demi orang tuaku tidak merasa terpukul, dari itulah aku berjanji untuk tidak memutus urat nadi sendiri, sekeji apapun aku ini. Kebosanan hidup lebih sering bersahabat denganku, ketimbang aku bersemangat karena materi. Entah berapa nama orang lain yang kini satu-persatu mulai kukenali. Hingga pada akhirnya diantara mereka sangat tulus dan baik padaku, ada yang ingin memanfaatkan kebodohanku, ada yang bermuka dua padaku, dan ada yang suka menertawaiku setiap kali aku terjatuh.

Ehm. Satu, dua, tiga orang datang menawarkan diri untuk menjadi mentor (motifasi) hidupku. Betapa beruntungnya aku sebenarnya. Seolah ada jalan yang terang untuk memperbaiki reputasi. Sayang, kekuasaan Tuhan berhak menang untuk menjadikan aku yang sekarang.

Hahaha. Aku sudah muak meributkan diri sendiri.Yang jelas, kehidupan hari ini akan terus berlanjut seiring kapan Tuhan akan mengijinkanku tutup umur. Di mana nanti aku akan dikubur, entahlah...

Tuhan, di tempat ini. Aku masih menunggu kepastian-Mu.



Wonosobo, 23 Mei 2016