Tuesday, October 29, 2013

Gejolak PiKiran



Sebagian orang membatasi pola berpikirnya dalam batas-batas tauhid, sebagai konklusi ajaran agama Islam. Bagi madzhab rasionalism Kedengarannya aneh, mengapa berfikir hendak dibatasi. Apakah Tuhan itu takut dengan rasio yang diciptakan oleh Tuhan itu sendiri?  Tuhan bukan daerah terlarang bagi pemikiran. Tuhan ada bukan untuk tidak dipikirkan “adanya”. Tuhan bersifat wujud bukan untuk kebal dari sorotan kritik. Karena sesungguhnya orang yang mengakui ber-Tuhan, tetapi molak berfikir bebas berarti menghina rasionalitas eksistensinya Tuhan. Jadi dia menghina Tuhan karena kepercayaannya sekedar kepura-puraan yang tersembunyi.
Kalau betul-betul Islam membatasi kebebasan berfikir. Maka sebaiknya perlu ditinjau ulang dasn dipikirkan matang-matang anutan (ketundukan) kita terhadap Islam. Maka hanya ada dua al-ternatif menjadi muslim sebagian atau setengah-setengah, atau bahkan menjadi kafir. Namun agaknya sampai sekarang Tuhan tidak membatasi, dan Tuhan akan bangga terhadap otak-otak manusia yang selalu bertanya, tentang Dia. Karena orang-orang yang berfikir, walaupun hasilnya salah, jauh lebih baik dari pada orang-orang yang tidak pernah salah karena tak pernah berfikir. Dan mengapa orang-orang begitu phobi dengan pemikiran bebas. Bukan-kah material itu hanya suatu translasi (pemudahan)?. Walaupun itu ada kemungkinan efek jeleknya, tapi kegunaanya akan jauh lebih besar daripada madharatnya. Malahan orang yang takut untuk berfikir bebas itu ditimpa oleh ketakutan dan keraguan akan kepura-puraannya yang sudah tak terlihat.
Dia ragu untuk berkata bahwa ada suatu pikiran yang dia benamkan dibawah sadarnya. Pikiran yang dia benamkan ini ia larang untuk mencul dalam kesadarannya. Padahal dengan berfikir bebas manusia akan lebih banyak tahu tentang dirinya sendiri. Manusia akan lebih banyak tahu tentang kemanusiaannya. Mungkin akan ada orang yang mengemukakan bahaya dari orang berfikir yaitu, orang yang berpikir bebas itu cenderung atau bahkan bisa jadi atheis. Betulkah? Orang yang sama sekali tidak berpikir juga bisa atheis! Lebih baik atheis karena berpikir bebas dari pada atheis karena tidak berpikir sama sekali “meskipun sama-sama jelek”.
Dengan berpikir bebas bisa slah hasilnya. Dengan tidak berpikir bebas juga bisa salah hasilnya. Lalu mana yang lebih potensial untuk tidak salah? Dan mana yang lebih potensial untuk menemukan kebenaran-kebenaran baru? Untuk menjawab pertanyaan tersebut tentuk memerlukan kerja otak untuk berpikir. —Walupun  tidak mendewakan otak seperti katl max sehingga seolah-olah absolut—karena kekuatan berpikir manusia itu ada batasnya, tapi siapa yang tahu batasan itu. Otak atau pikiran sendiri tidak bisa menentukan sebelumnya.    

Kegelisahan Pemikiran  anak rantau
27/10/2013

Saturday, October 26, 2013

Ilmu Falaq



DISKURSUS PENENTUAN HARI RAYA MADZHAB INDONESIA
(Kritik dan Upaya Solusi Terhadap Permasalahan Hisab Rukyah)




A.       Pendahuluan
Permasalahan penentuan awal bulan kamariah merupakan sebuah wacana yang sudah usang namun masih selalu up-date seiring berjalannya waktu. Indonesia dengan konsep wilayatul hukmi yang telah dijunjung, ternyata tidak mampu menyatukan perbedaan tersebut. Masih saja perbedaan hari raya idul fitri maupun idul adha serta perbedaan penentuan awal bulan ramadhan ternyata masih saja terjadi. Dan dampak dari perbedaan ini sangat konkrit terlihat di seluruh penjuru Indonesia. Dua desa yang sangat berdekatan, harus saling mendahului dalam pelaksanaan hari raya. Desa yang satu telah terdengar gema suara takbir sedangkan desa yang lainnya masih khusyu’ dengan shalat tarawihnya. Bahkan fenomena ini tidak hanya terjadi antar desa melainkan juga terjadi bagi mereka yang hanya berada dalam satu desa.

Sejarah Sosial Hukum Islam



FORMULASI HUKUM ISLAM ERA FORMATIF ISLAM
(Konstruksi Hukum Islam masa Rasulullah Saw)

I.          Pendahuluan
Istilah “Hukum Islam” sebenarnya merupakan istilah khas Indonesia, sebagai terjemahan al-fiqh al-islamy atau dalam konteks tertentu dari al-syariah al-Islamy  Istilah ini dalam wacana ahli hukum Barat digunakan Islamic law. sedangkan di dalam al-Qur’an maupun Sunnah istilah tersebut tidak dijumpai (Rofiq, 2013: 3, Lihat juga, Rofiq, 2001: 1). Sedangkan  Hukum Islam dalam pandangan ahli ushul adalah titah Allah SWT yang berkaitan dengan aktivitas para mukallaf, baik bentuk perintah (suruhan dan larangan), pilihan maupun ketetapan (Zahra, t.t h: 24) hokum Islam tersebut digali dari dalil-dalil yang terinci (al-Qur’an dan Sunnah).
Tidak ada gagasan baik yang terlembagakan dalam bentuk agama maupun ideologi-ideologi  sekuler, muncul  dari  ruang  hampa.  Kemunculan suatu  gagasan  pasti diawali  dengan  serangkaian  peristiwa  yang  melatar-belakanginya.  Islam  sebagai  suatu agama juga tidak terlepas dari aksioma tersebut. Hukum Islam juga lahir dari serangkaian dialog antara keabadian firman Allah yang universal dan eternal dengan kondisi lokal dan aktual di Bumi (Arab)  empat  belas  abad  yang  lalu. Oleh  karena  itu  gambaran  situasi  dan  kondisi masyarakat Arab pra-Islam menjadi sangat penting untuk dikaji agar dapat dilihat sejauh mana dialog yang terjadi, serta seperti apa bentuk akhir dari hasil dialog tersebut.