Sebagian orang membatasi pola
berpikirnya dalam batas-batas tauhid, sebagai konklusi ajaran agama Islam. Bagi
madzhab rasionalism Kedengarannya aneh, mengapa berfikir hendak dibatasi.
Apakah Tuhan itu takut dengan rasio yang diciptakan oleh Tuhan itu sendiri? Tuhan bukan daerah terlarang bagi pemikiran.
Tuhan ada bukan untuk tidak dipikirkan “adanya”. Tuhan bersifat wujud bukan
untuk kebal dari sorotan kritik. Karena sesungguhnya orang yang mengakui
ber-Tuhan, tetapi molak berfikir bebas berarti menghina rasionalitas
eksistensinya Tuhan. Jadi dia menghina Tuhan karena kepercayaannya sekedar
kepura-puraan yang tersembunyi.
Kalau betul-betul Islam
membatasi kebebasan berfikir. Maka sebaiknya perlu ditinjau ulang dasn
dipikirkan matang-matang anutan (ketundukan) kita terhadap Islam. Maka hanya
ada dua al-ternatif menjadi muslim sebagian atau setengah-setengah, atau bahkan
menjadi kafir. Namun agaknya sampai sekarang Tuhan tidak membatasi, dan Tuhan
akan bangga terhadap otak-otak manusia yang selalu bertanya, tentang Dia.
Karena orang-orang yang berfikir, walaupun hasilnya salah, jauh lebih baik dari
pada orang-orang yang tidak pernah salah karena tak pernah berfikir. Dan
mengapa orang-orang begitu phobi dengan pemikiran bebas. Bukan-kah
material itu hanya suatu translasi (pemudahan)?. Walaupun itu ada kemungkinan
efek jeleknya, tapi kegunaanya akan jauh lebih besar daripada madharatnya.
Malahan orang yang takut untuk berfikir bebas itu ditimpa oleh ketakutan dan
keraguan akan kepura-puraannya yang sudah tak terlihat.
Dia ragu untuk berkata bahwa
ada suatu pikiran yang dia benamkan dibawah sadarnya. Pikiran yang dia benamkan
ini ia larang untuk mencul dalam kesadarannya. Padahal dengan berfikir bebas
manusia akan lebih banyak tahu tentang dirinya sendiri. Manusia akan lebih
banyak tahu tentang kemanusiaannya. Mungkin akan ada orang yang mengemukakan
bahaya dari orang berfikir yaitu, orang yang berpikir bebas itu cenderung atau
bahkan bisa jadi atheis. Betulkah? Orang yang sama sekali tidak berpikir juga
bisa atheis! Lebih baik atheis karena berpikir bebas dari pada atheis karena
tidak berpikir sama sekali “meskipun sama-sama jelek”.
Dengan berpikir bebas bisa
slah hasilnya. Dengan tidak berpikir bebas juga bisa salah hasilnya. Lalu mana
yang lebih potensial untuk tidak salah? Dan mana yang lebih potensial untuk
menemukan kebenaran-kebenaran baru? Untuk menjawab pertanyaan tersebut tentuk
memerlukan kerja otak untuk berpikir. —Walupun
tidak mendewakan otak seperti katl max sehingga seolah-olah
absolut—karena kekuatan berpikir manusia itu ada batasnya, tapi siapa yang tahu
batasan itu. Otak atau pikiran sendiri tidak bisa menentukan sebelumnya.
Kegelisahan
Pemikiran anak rantau
27/10/2013