Monday, March 10, 2014

Imam al-Ghazali (Kisah Mimpi Ibn Hirzihim)




Akibat fenomena penyempitan pemikiran Islam menyebabkan para ulama besar dan hebat kerap dijatuhkan otoritasnya dan dicela. Padahal, para pencelanya justru tidak memiliki ilmu sekelas ulama besar.  Demikian disampaikan Dr. Ugi Suharto, salah satu pendiri Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS) yang kini menjadi dosen di di University College of Bahrain.

Salah satu contohnya, ia menyebut kitab Ihya’ Ulumuddin, karya Imam al Ghazali yang sering dikatakan mengandung kesesatan serta memuat hadits-hadits palsu.
“Imam al-Ghazali itu memiliki guru-guru hadits berisnad, beliau menguasai hadits. Hanya saja beliau tidak terlalu menonjol dalam bidang hadits. Tapi dibanding kita tidak ada apa-apanya,” demikian disampaikan Ugi pada Kajian Ilmah yang diadakan oleh InPAS Surabaya dengan tema “Posisi Hadits dalam Kerangka Pemikiran Islam: Tantangan dan Dinamika”.

Yang lebih memprihatinkan, kita yang tidak punya isnad hadits, lalu mencela ulama besar sekelas Imam al-Ghazali yang memiliki isnad hadits. Padaha, para imam madzhab terdahulu memiliki kualitas keilmuan yang kaamil (komperhensif) dan luas dibanding kita yang ada saat ini.

“Al-Ghazali dalam Kitab Ihya ‘Ulumuddin menjelaskan karakter keilmuan para imam madzhab sebagai seorang yang ‘aabid (ahli ibadah), zaahidan (zuhud), ‘aaliman bi umuri al akhiroh (‘alim dalam ilmu yang terkait dengan akhirat), faaqihan fii masholihul kholqi fid dunya (faqih dalam menetukan mashlahat makhluk di dunia), wa muriidan bi fiqhihi wajhullahi ta’ala (dan hasrat keinginannya dalam berfikih adalah mengharap ridla Allah semata),” ungkap pria yang pernah menjadi dosen pengampu  “Sejarah dan Metodologi Hadits” di The International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) Malaysia ini.

Ada pula celaan yang tidak tepat lagi. Gara-gara kitab ulama besar yang mengandung hadits dhoif  lalu para ulama dituduh tidak faham hadits. “Padahal, Imam Bukhari, pakar hadits kenamaan. Siapa yang tidak tahu Imam Bukhari? Tapi ia menulis satu kitab berjudul Adabul Mufrad, di dalamnya mengandungi hadits-hadits dhoif lho”, paparnya. Karena itu, katanya, persoalan hadits di masa kini kerap menjadi isu yang bisa membuat orang salah faham. Misalnya, fenomena memahami hadits secara dzahirnya semata-mata, padahal tidak ada ulama 4 madzhab yang mengamalkannya secara dzahir.

***


Maraknya misantropi—yang di lakukan oleh sejumlah kalangan yang mengaku “elit” agamawan mulai dari semasa al-Ghazali masih hidup hingga beliau wafat bahkan sampai dengan era modern banyak yang “sangsi” atas “ampuhnya” kitab ihya ulumuddin—telah menjadikan bintik-bintik hitam itu berserakan. Sungguh benar tatkala Tuhan memberi kata putus bahwa mata tidaklah buta, melainkan hati nurani lah yang tak lagi menatap. Positive thinking pun telah manjadi abu oleh api kebencian, sehingga pro-kontra sudah menjadi keniscayaan, dan kearifan telah terkubur dalam-dalam. Sedangkan Allah sendiri di dalam al-Qur’an pun tertuduh yang bukan-bukan. Allah sendiri tidak dipercaya banyak orang. Apalah nilainya bila manusia yang jadi sasaran?! Didampingi ribuan mala’ikat pun tak akan melepaskannya daribad image orang-orang.

Dari itu, Imam Ghazali sebagai salah seorang manusia, juga ditimpa hal yang lumrah berupa tuduhan negatif dari para penentang. Fatalnya, tuduhan kotor itu berkepanjangan sampai ia melalui ajalnya. Seorang imam bernama Ibnu Hirzihim membaca magnum opusnya Imam Ghazali yang berjudul “Ihya’ Ulumiddin”, ia merasa risih dan tidak menyetujui sehurufpun dari apa yang dipaparkan Imam Ghazali. Terlebih kitab itu mengandung banyak hadits maudhu’ sebagaimana pernyataan banyak orang, kecuali Imam Nawawi, seorang muhaddits termasyhur itu justru menegaskan bahwa Ihya’ Ulumiddin hampir menjadi Qur’an !!

Walhasil, Imam Ibnu Hirzihim mengundang sejumlah ulama’ setempat untuk bersama-sama membedah kitab Ihya’ Ulumiddin karya Imam al-Ghazali Ra. -yang sudah lama meninggal dunia-. Hasil dari pembedahan itu melaporkan hal yang tidak jauh berbeda dari pendapat Imam Ibnu Hirzihim bahwa kitab itu penuh penyesatan dan khurafat. Para ulama’ yang hadir (dipimpin Imam Ibnu Hirzihim) sepakat untuk mengumpulkan semua kitab Ihya’ Ulumiddin dan membakarnya secara masal di hari Jum’at !!

Tepatnya, malam Jum’at, sebelum pembakaran masal Ihya’ Ulumiddin dilangsungkan, Imam Ibnu Hirzihim bermimpi memasuki sebuah masjid dan menjumpai Imam Ghazali duduk menghadap Rasulullah, Saidina Abu Bakr dan Saidina Umar. Imam Ghazali saat itu mengadu kepada Rasulullah dan kedua sahabat mulia itu tentang persekusi total Imam Ibnu Hirzihim terhadap magnum opusnya. Imam Ghazali berjanji jika kitabnya sesat maka ia segera bertaubat, namun jika Imam Ibnu Hirzihim keliru, maka ia meminta haknya secara adil sebelum buku terampuhnya berubah menjadi abu.

Rasulullah kemudian membaca kitab Ihya’ Ulumiddin dari baris dan halaman pertama sampai titik terakhir. Selepas membacanya, beliau bersabda: “Demi Allah, buku ini sungguh mulia“. Selanjutnya Saidina Abu Bakr pun tertarik membacanya, setelah habis menelaahnya, beliau menanggapi: “Demi Allah yang mengutus Nabi Muhammad dengan benar, buku ini sungguh mulia“. Lalu Saidina Umar pun turut membacanya seraya bersaksi: “Demi Allah yang mengutus Nabi Muhammad dengan benar, buku ini sungguh mulia“.

***


Mimpi Imam Ibnu Hirzihim ini benar-benar dahsyat dan unbelievable, Rasulullah Saw. kemudian memanggil Imam Ibnu Hirzihim (dalam mimpi) dan memerintahkannya untuk melepas baju agar dicambuk sampai kapok. Bersiap-siaplah Imam Ibnu Hirzihim menerima sangsi dari Rasul atas kelancangan dan kenekadannya memusuhi para kekasih Tuhan. Setelah cambukan yang kelima kalinya, Saidina Abu Bakr mencoba memohonkan ampun untuknya: “Wahai Rasulullah, mungkin saja dia ingin membela sunnahmu tapi prediksinya salah“. Imam Ghazali menyetujui usulan Saidina Abu Bakr dan Rasul pun -dengan rahmat beliau- memenuhi permohonan itu.

Akhirnya, Imam Ibnu Hirzihim terjaga dari tidurnya. Kebutan detak jantungnya semakin gila. Rasa gelisahnya semakin menjadi-jadi oleh apa yang ia saksikan dalam mimpinya. Dan yang lebih merindingkan bulu, luka-luka akibat cambukan Baginda nampak jelas di punggungnya. Darahnya masih mengalir menjeritkan hati dan perasaannya. Air matanya pun terjun membasahi tubuhnya. Tanpa berpikir pendek sekalipun, ia segera menceritakan apa yang ia alami kepada seluruh tokoh dan masyarakatnya. Ia bersaksi bahwa karya Imam Ghazali adalah kitab suci yang mulia. Jika ada yang belum mempercayai mimpinya, maka luka di punggungnya sebagai bukti paling nyata. Luka itupun terus menyakiti, dan rasa sakit itu terus menemani hingga berbulan-bulan lamanya !!

Imam Ibnu Hirzihim telah bertaubat. Ia sadar bahwa memusuhi auliya’ adalah kriminal yang amat besar. Ia kembali mengkaji dan mengamalkan kitab Ihya’ Ulumiddin serta mengajarkannya kepada khalayak umat. Selepas itu, Rasulullah tiba-tiba datang menjumpainya dan menghapus luka punggung dan hatinya, dan akhirnya ia bebas dari segala belenggu yang telah lama menghantui perasaannya.

Demikian ceritera Syekh Abdul Qadir al-Idrus Ba Alawi dalam bukunya “Ta’rif al-Ahya’ bi Fadha’il al-Ihya’“. Semoga dapat menjadi pelajaran yang cukup bahwa Allah Swt. sangat cemburu terhadap para kekasihNya. Allah tidak akan pernah membiarkan musuh-musuh auliya’Nya berceloteh sesuka nafsu mereka. Sungguh benar sabda Baginda: “Barang siapa memusuhi wali-wali Allah maka ia telah menantang peperangan dengan Allah“. Dan dalam sebuah hadits qudsi, Allah sendiri berfirman: “Barang siapa berani memusuhi wali-Ku maka Aku akan mendeklarasikan bahwa ia patut diperangi” !! Wallahu ‘alam