Tuesday, August 12, 2014

ISIS, Fasisme Doktrin “Politik” Berlebel Sinkretis


Fasisme adalah paham yang mengatur pemerintah dan masyarakat secara totaliter yang dilakukan oleh diktator partai tunggal yang bersifat supranasionalis, tidak rasionalis, militeris, dan imperialis. Totaliter artinya menggunakan kekuasaan dan kekerasan pada semua bentuk hubungan masyarakat, baik hubungan politik maupun sosial. Negara-negara yang menerapkan fasisme umumnya tidak memiliki sifat demomkrasi dan warga negaranya menerima fasisme kerana menganggap sesuai dengan sifat masyarakatnya.

Paham Fasisme ini mempunyai ciri 1) Tidak rasional 2) Tidak mengakui persamaan derajat manusia 3) Tidak mengakui posisi 4) Pemerintah oleh kelompok elite 5) Totalitarisme 6) Rasialisme. Dari keenam cirri terseut nampaknya dekat sekali dengan paham (Agama) yang menghendaki berdirinya Negara satu komando seperti ISIS.


Jika dilihat dari keenam tersebut nampaknya ISIS masuk kedalam kelompok fasisme yang berlindung dibawah teks agama, dan menggunakannya sebagai “senjata” untuk melancarkan aksinya. organisasi yang sebenarnya dibentuk oleh AS, untuk mengacaukan timur tengah dengan mengatas namakan "Agama" sebenarnya bentuk fasisme baru yang sedang trend di timur tengah. hal ini dikuatkan oleh Mantan Menlu AS Hillary Clinton membuat pernyataan yang mengejutkan dunia. Hillary mengakui, gerakan Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS) merupakan gerakan buatan AS guna memecah belah dan membuat Timur Tengah senantiasa bergolak. (inilah.com)

Pernyataan Hillary tersebut, selain disiarkan berbagai media massa barat juga dilansir harian Mesir, Elmihwar. Rabu (6/8/2014) lalu harian itu menuliskan bahwa Hillary menyatakan hal itu dalam buku terbarunya, “Hard Choice”. Mantan Menlu di kabinet Obama masa jabatan pertama itu itu mengaku, pemerintah AS dan negara-negara barat sengaja membentuk organisasi ISIS demi memecah belah Timur Tengah (Timteng). Hillary mengatakan gerakan ISIS sepakat dibentuk dan diumumkan pada 5 Juni 2013. “Kami telah mengunjungi 112 negara sedunia. Lalu kami bersama-sama rekan-rekan bersepakat mengakui sebuah Negara Islam(Islamic State/IS) saat pengumuman tersebut,” tulis Hillary.

Dalam buku tersebut juga diuraikan bahwa ‘negara Islam’itu awalnya akan didirikan di Sinai, Mesir, sesuai revolusi yang bergolak di beberapa negara Timur Tengah. Semua, kata dia, berantakan saat kudeta yang digerakkan militer meletus di Mesir. “Kami memasuki Irak, Libya dan Suriah, dan semua berjalan sangat baik. Namun tiba-tiba meletus revolusi 30 Juni-7 Agustus di Mesir. Itu membuat segala rencana berubah dalam tempo 72 jam,” ungkap istri mantan presiden AS, BillClinton, itu.

Hillary menambahkan, pihak barat sempat berpikir untuk menggunakan kekuatan. Persoalannya, Mesir bukanlah Suriah atau Libya, karena militer negara itu tergolong kuat. Selain itu, warga Mesir cenderung tidak pernah meninggalkan militer mereka. “Jadi, jika kami gunakan kekuatan melawan Mesir, kami akan rugi. Tapi jika kami tinggalka, kami pun rugi,” tulis dia.

ini adalah fasisme buatan yang sengaja untuk mendobrag dan mengacaukan stabilitas negara di bagian timur tengah. fasisme doktrin politik yang bergaya sinkretik, 

***

Sangat sulit memang, sebenarnya jika kita hendak mengatakan fasisme sebagai sebuah ideologi yang utuh. Di tengah pergulatan antara “kiri” dan “kanan” pada abad 20, fasisme tampil sebagai paham yang bergaya sinkretis. Di beberapa negara, paham ini sedikit “kekiri-kirian”, tetapi juga mengambil unsur dari “kanan”. Zeef Sternhell melihat fasisme sebagai hasil sintesis antara sosialisme radikal dan nasionalisme. Dan mencoba untuk menjadi “jalan ketiga” dengan menyerang ideologi-ideologi lain yang lebih mapan.
  
Melihat perjalanan fasisme, bagi sebagian orang doktrin ini tampak sulit dipahami. Roger Eatwell mengatakan, fasisme bisa dipahami jika kita fokus pada dua perkembangan besar di akhir abad 19 dan awal abad 20 yaitu nasionalisme dan pemikiran rasis yang holistis. Partai Buruh Nasionalis Jerman atau yang dikenal dengan sebutan Nazi, tampil sebagai gerakan yang mengusung kedua paham ini sebagai doktrin politiknya. Nasionalisme yang cenderung berlandaskan ikatan “darah” yang emosional memunculkan sikap anti-semit di Jerman. Maka tak heran jika selama Hitler berkuasa lahir undang-undang yang diskriminatif terhadap orang-orang Yahudi.

Pemikiran rasis yang menonjolkan superioritas bangsa Arya menjadi ciri khas fasisme di Jerman. Hitler dalam Mein Kampf –yang menjadi kitab suci partai Nazi- memaparkan teori ras unggul bangsa Arya sebagai alasan untuk melakukan pemurnian ras dan penaklukan besar-besaran ke berbagai wilayah. Kebijakan luar negeri Hitler yang melakukan invasi ke negara lain sangat dipengaruhi oleh Haushofer yang menyodorkan teori geopolitiknya kepada Hitler yang dikenal dengan “The Heartland Theory”. Dalam teori tersebut, kawasan Asia Tengah disebut sebagai Heartland (jantung bumi) karena memiliki kekayaan minyak bumi dan gas alam. Jika kawasan kunci ini dikuasai Hitler, maka dunia akan berada di bawah kendali Jerman.

Sementara di Italia, fasisme muncul dalam bentuk yang berbeda. Perbedaan yang signifikan antara keduanya adalah fasisme Italia tidak didasarkan pada rasisme biologis. Renzo De Felice berpandangan fasisme Italia muncul dari “kiri”, sedangkan Nazisme berakar di “kanan”. Fasisme di Italia menuai sukses dalam menancapkan doktrin-doktrinnya setelah Mussolini mendirikan Republik Salo Italia (1943 – 1945). Fasisme gaya Mussolini –sebagaimana juga Nazisme- terkenal dengan propagandanya yang sangat kuat dan terkesan anti-ideologi. Mussolini mengatakan bahwa menjadi Fasis berarti menjadi “konservatif sekaligus progresif”, “mematuhi sekaligus melawan”, dan “aristokrat sekaligus demokrat”. Sehingga banyak pihak yang mengatakan bahwa fasisme lebih mementingkan “gaya” ketimbang muatan ideologi.

Fasisme terlihat sebagai doktrin yang sinkretis dari pandangan Mussolini yang mendefinisikan fasisme dengan: “Perpaduan dan kesatuan seluruh nilai. Di bawah puing-puing doktrin liberal, sosialis, dan demokrasi, fasisme mengambil unsur-unsur yang masih penting dari doktrin tadi... menggantikan sosialisme dan liberalisme... menciptakan perpaduan baru.... Manusia adalah makhluk yang utuh, ia adalah makhluk politik, ekonomi, religius, ia adalah orang suci sekaligus prajurit.”

***

Fasisme sesungguhnya telah gagal menunjukkan dirinya sebagai ‘ideologi’ politik. Sebagai pendatang baru di awal kemunculannya, fasisme tidak bisa merumuskan konsep yang diperlukan untuk mengurus sebuah negara. Hitler dan Mussolini, selama kepemimpinannya justru mempertontonkan kesewenangan dan kebrutalan yang beragam. Walaupun fasisme tidak hanya ditujukan pada gerakan yang dipimpin kedua tokoh ini, tetapi setidaknya kedua aktor inilah yang mendapat sorotan paling banyak ketika membahas tema-tema fasisme. Dan besar kemungkinan jika gerakan fasisme di negara lain sangat dipengaruhi oleh kedua tokoh ini.

Fasisme sangat menekankan “gaya” dan propaganda yang berlebihan dari pada sebuah konsep fundamental yang diperlukan untuk menjadi basis argumentasi doktrin politik mereka. Sehingga doktrin politik mereka tidak bertahan lama dan begitu cepat menemui ajalnya. Kepemimpinan yang kharismatis tanpa ideologi yang kuat juga menjadi problem gerakan fasisme. Kekuatan gerakan hanya bertumpu pada satu orang yaitu pemimpin yang memiliki kekuatan persuasi massa yang hebat. Ketika pemimpin ini tidak ada, maka lenyaplah kekuatan gerakan. Seperti yang terjadi pada Nazi sepeninggal Hitler, gerakan ini pada akhirnya bubar tanpa bisa melestarikan lagi pengaruhnya.

Nasionalisme telah menjadi paham yang mengakar kuat dalam gerakan fasisme. Ikatan yang didasarkan pada paham kebangsaan semacam ini adalah ikatan yang sangat lemah. Sifatnya temporal dan hanya muncul jika ada ancaman yang datang. Jika dalam keadaan normal, ikatan ini tidaklah muncul. Nasionalisme juga merupakan ikatan yang sifatnya emosional dan muncul secara spontan. Ikatan ini cenderung berubah-ubah, sehingga tidak layak dijadikan ikatan yang permanen dan kuat.

Sangat berbahaya jika doktrin fasisme menjangkiti kaum Muslim. Baik dengan mengambil sebagian doktrinnya atau keseluruhannya. Umat Islam telah memiliki ikatan yang lebih kuat, yakni ikatan iman yang akan langgeng sepanjang masa. Perlu entitas politik yang global –bukan nation state- untuk mewujudkan ikatan ini. Yang menjamin hak-hak umat Islam terpenuhi secara adil.

Gerakan-gerakan Islam yang berkembang di Timur mengupayakan re-unite wilayah-wilayah umat Islam yang terpencar dalam bentuk nation state. Gerakan Islam yang dianggap fundamentalis yang berbahaya bagi Barat justru memiliki ideologi yang lebih kuat ketimbang ideologi yang berkembang di Barat. Islam sebagai agama dan ideologi telah mampu merumuskan seluruh konsep yang diperlukan untuk mengatur negara di saat fasisme gagal tampil sebagai ideologi alternatif. Secara historis telah dibuktikan dengan nyata ketika Khilafah sebagai entitas politik tampil menguasai banyak wilayah selama 1300 tahun dengan ideologi Islam yang khas, unik, dan kuat.

Adalah suatu bentuk kebodohan intelektual jika mengambil fasisme ataupun ideologi politik lainnya sebagai “jalan ketiga” di saat “kiri” dan “kanan” gagal menyejahterakan umat manusia. Bagi umat Islam, (jangan tertipu dengan gerakan yang mengatas namakan islam untuk gerakan politik). Sudah saatnya mengambil Islam sebagai The Third Way di tengah-tengah kegagalan Kapitalisme global. Dan mengupayakan perubahan yang radikal dengan jalan revolusi Islam. Konsep Negara ala NU yang dibutuhkan umat (Islam) dunia dewasa ini. []