Fasisme adalah paham yang mengatur
pemerintah dan masyarakat secara totaliter yang dilakukan oleh diktator partai
tunggal yang bersifat supranasionalis, tidak rasionalis, militeris, dan
imperialis. Totaliter artinya menggunakan kekuasaan dan kekerasan pada semua
bentuk hubungan masyarakat, baik hubungan politik maupun sosial. Negara-negara
yang menerapkan fasisme umumnya tidak memiliki sifat demomkrasi dan warga
negaranya menerima fasisme kerana menganggap sesuai dengan sifat masyarakatnya.
Paham Fasisme ini mempunyai ciri 1) Tidak rasional 2) Tidak mengakui persamaan derajat manusia 3) Tidak mengakui posisi 4) Pemerintah oleh kelompok elite 5) Totalitarisme 6) Rasialisme. Dari keenam cirri terseut nampaknya dekat sekali dengan paham (Agama) yang menghendaki berdirinya Negara satu komando seperti ISIS.
Jika dilihat dari keenam tersebut
nampaknya ISIS masuk kedalam kelompok fasisme yang berlindung dibawah teks
agama, dan menggunakannya sebagai “senjata” untuk melancarkan aksinya.
organisasi yang sebenarnya dibentuk oleh AS, untuk mengacaukan timur tengah dengan
mengatas namakan "Agama" sebenarnya bentuk fasisme baru yang sedang
trend di timur tengah. hal ini dikuatkan oleh Mantan Menlu AS Hillary Clinton
membuat pernyataan yang mengejutkan dunia. Hillary mengakui, gerakan Islamic
State of Iraq and Suriah (ISIS) merupakan gerakan buatan AS guna memecah belah
dan membuat Timur Tengah senantiasa bergolak. (inilah.com)
Pernyataan Hillary tersebut, selain
disiarkan berbagai media massa barat juga dilansir harian Mesir, Elmihwar. Rabu
(6/8/2014) lalu harian itu menuliskan bahwa Hillary menyatakan hal itu dalam
buku terbarunya, “Hard Choice”. Mantan Menlu di kabinet Obama masa
jabatan pertama itu itu mengaku, pemerintah AS dan negara-negara barat sengaja
membentuk organisasi ISIS demi memecah belah Timur Tengah (Timteng). Hillary
mengatakan gerakan ISIS sepakat dibentuk dan diumumkan pada 5 Juni 2013. “Kami
telah mengunjungi 112 negara sedunia. Lalu kami bersama-sama rekan-rekan
bersepakat mengakui sebuah Negara Islam(Islamic State/IS) saat
pengumuman tersebut,” tulis Hillary.
Dalam buku tersebut juga diuraikan
bahwa ‘negara Islam’itu awalnya akan didirikan di Sinai, Mesir, sesuai revolusi
yang bergolak di beberapa negara Timur Tengah. Semua, kata dia, berantakan saat
kudeta yang digerakkan militer meletus di Mesir. “Kami memasuki Irak, Libya dan
Suriah, dan semua berjalan sangat baik. Namun tiba-tiba meletus revolusi 30
Juni-7 Agustus di Mesir. Itu membuat segala rencana berubah dalam tempo 72
jam,” ungkap istri mantan presiden AS, BillClinton, itu.
Hillary menambahkan, pihak barat sempat
berpikir untuk menggunakan kekuatan. Persoalannya, Mesir bukanlah Suriah atau
Libya, karena militer negara itu tergolong kuat. Selain itu, warga Mesir
cenderung tidak pernah meninggalkan militer mereka. “Jadi, jika kami gunakan
kekuatan melawan Mesir, kami akan rugi. Tapi jika kami tinggalka, kami pun
rugi,” tulis dia.
ini adalah fasisme buatan yang sengaja
untuk mendobrag dan mengacaukan stabilitas negara di bagian timur tengah. fasisme doktrin politik yang bergaya sinkretik,
***
Sangat sulit memang, sebenarnya jika
kita hendak mengatakan fasisme sebagai sebuah ideologi yang utuh. Di tengah
pergulatan antara “kiri” dan “kanan” pada abad 20, fasisme tampil sebagai paham
yang bergaya sinkretis. Di beberapa negara, paham ini sedikit “kekiri-kirian”,
tetapi juga mengambil unsur dari “kanan”. Zeef Sternhell melihat fasisme
sebagai hasil sintesis antara sosialisme radikal dan nasionalisme. Dan mencoba
untuk menjadi “jalan ketiga” dengan menyerang ideologi-ideologi lain yang lebih
mapan.
Melihat perjalanan fasisme, bagi
sebagian orang doktrin ini tampak sulit dipahami. Roger Eatwell mengatakan,
fasisme bisa dipahami jika kita fokus pada dua perkembangan besar di akhir abad
19 dan awal abad 20 yaitu nasionalisme dan pemikiran rasis yang holistis.
Partai Buruh Nasionalis Jerman atau yang dikenal dengan sebutan Nazi, tampil
sebagai gerakan yang mengusung kedua paham ini sebagai doktrin politiknya.
Nasionalisme yang cenderung berlandaskan ikatan “darah” yang emosional
memunculkan sikap anti-semit di Jerman. Maka tak heran jika selama Hitler
berkuasa lahir undang-undang yang diskriminatif terhadap orang-orang Yahudi.
Pemikiran rasis yang menonjolkan
superioritas bangsa Arya menjadi ciri khas fasisme di Jerman. Hitler dalam Mein
Kampf –yang menjadi kitab suci partai Nazi- memaparkan teori ras unggul
bangsa Arya sebagai alasan untuk melakukan pemurnian ras dan penaklukan
besar-besaran ke berbagai wilayah. Kebijakan luar negeri Hitler yang melakukan
invasi ke negara lain sangat dipengaruhi oleh Haushofer yang menyodorkan teori
geopolitiknya kepada Hitler yang dikenal dengan “The Heartland Theory”.
Dalam teori tersebut, kawasan Asia Tengah disebut sebagai Heartland
(jantung bumi) karena memiliki kekayaan minyak bumi dan gas alam. Jika kawasan
kunci ini dikuasai Hitler, maka dunia akan berada di bawah kendali Jerman.
Sementara di Italia, fasisme muncul
dalam bentuk yang berbeda. Perbedaan yang signifikan antara keduanya adalah
fasisme Italia tidak didasarkan pada rasisme biologis. Renzo De Felice
berpandangan fasisme Italia muncul dari “kiri”, sedangkan Nazisme berakar di
“kanan”. Fasisme di Italia menuai sukses dalam menancapkan doktrin-doktrinnya
setelah Mussolini mendirikan Republik Salo Italia (1943 – 1945). Fasisme gaya
Mussolini –sebagaimana juga Nazisme- terkenal dengan propagandanya yang sangat
kuat dan terkesan anti-ideologi. Mussolini mengatakan bahwa menjadi Fasis
berarti menjadi “konservatif sekaligus progresif”, “mematuhi sekaligus
melawan”, dan “aristokrat sekaligus demokrat”. Sehingga banyak pihak yang
mengatakan bahwa fasisme lebih mementingkan “gaya” ketimbang muatan ideologi.
Fasisme terlihat sebagai doktrin yang
sinkretis dari pandangan Mussolini yang mendefinisikan fasisme dengan:
“Perpaduan dan kesatuan seluruh nilai. Di bawah puing-puing doktrin liberal,
sosialis, dan demokrasi, fasisme mengambil unsur-unsur yang masih penting dari
doktrin tadi... menggantikan sosialisme dan liberalisme... menciptakan
perpaduan baru.... Manusia adalah makhluk yang utuh, ia adalah makhluk politik,
ekonomi, religius, ia adalah orang suci sekaligus prajurit.”
***
Fasisme sesungguhnya telah gagal
menunjukkan dirinya sebagai ‘ideologi’ politik. Sebagai pendatang baru di awal
kemunculannya, fasisme tidak bisa merumuskan konsep yang diperlukan untuk
mengurus sebuah negara. Hitler dan Mussolini, selama kepemimpinannya justru
mempertontonkan kesewenangan dan kebrutalan yang beragam. Walaupun fasisme
tidak hanya ditujukan pada gerakan yang dipimpin kedua tokoh ini, tetapi
setidaknya kedua aktor inilah yang mendapat sorotan paling banyak ketika
membahas tema-tema fasisme. Dan besar kemungkinan jika gerakan fasisme di
negara lain sangat dipengaruhi oleh kedua tokoh ini.
Fasisme sangat menekankan “gaya” dan
propaganda yang berlebihan dari pada sebuah konsep fundamental yang diperlukan
untuk menjadi basis argumentasi doktrin politik mereka. Sehingga doktrin
politik mereka tidak bertahan lama dan begitu cepat menemui ajalnya.
Kepemimpinan yang kharismatis tanpa ideologi yang kuat juga menjadi problem
gerakan fasisme. Kekuatan gerakan hanya bertumpu pada satu orang yaitu pemimpin
yang memiliki kekuatan persuasi massa yang hebat. Ketika pemimpin ini tidak
ada, maka lenyaplah kekuatan gerakan. Seperti yang terjadi pada Nazi
sepeninggal Hitler, gerakan ini pada akhirnya bubar tanpa bisa melestarikan
lagi pengaruhnya.
Nasionalisme telah menjadi paham yang
mengakar kuat dalam gerakan fasisme. Ikatan yang didasarkan pada paham
kebangsaan semacam ini adalah ikatan yang sangat lemah. Sifatnya temporal dan
hanya muncul jika ada ancaman yang datang. Jika dalam keadaan normal, ikatan
ini tidaklah muncul. Nasionalisme juga merupakan ikatan yang sifatnya emosional
dan muncul secara spontan. Ikatan ini cenderung berubah-ubah, sehingga tidak
layak dijadikan ikatan yang permanen dan kuat.
Sangat berbahaya jika doktrin fasisme
menjangkiti kaum Muslim. Baik dengan mengambil sebagian doktrinnya atau
keseluruhannya. Umat Islam telah memiliki ikatan yang lebih kuat, yakni ikatan
iman yang akan langgeng sepanjang masa. Perlu entitas politik yang global
–bukan nation state- untuk mewujudkan ikatan ini. Yang menjamin hak-hak umat
Islam terpenuhi secara adil.
Gerakan-gerakan Islam yang berkembang
di Timur mengupayakan re-unite wilayah-wilayah umat Islam yang terpencar
dalam bentuk nation state. Gerakan Islam yang dianggap fundamentalis
yang berbahaya bagi Barat justru memiliki ideologi yang lebih kuat ketimbang
ideologi yang berkembang di Barat. Islam sebagai agama dan ideologi telah mampu
merumuskan seluruh konsep yang diperlukan untuk mengatur negara di saat fasisme
gagal tampil sebagai ideologi alternatif. Secara historis telah dibuktikan
dengan nyata ketika Khilafah sebagai entitas politik tampil menguasai banyak
wilayah selama 1300 tahun dengan ideologi Islam yang khas, unik, dan kuat.
Adalah suatu bentuk kebodohan
intelektual jika mengambil fasisme ataupun ideologi politik lainnya sebagai
“jalan ketiga” di saat “kiri” dan “kanan” gagal menyejahterakan umat manusia.
Bagi umat Islam, (jangan tertipu dengan gerakan yang mengatas namakan islam untuk gerakan politik). Sudah saatnya mengambil Islam sebagai The Third Way di
tengah-tengah kegagalan Kapitalisme global. Dan mengupayakan perubahan yang
radikal dengan jalan revolusi Islam. Konsep Negara ala NU yang dibutuhkan umat (Islam) dunia dewasa ini. []