Sinar surya sudah memancar
menyinari alam, menebar kehangatan. Sinar itu menyapa dengan ramah daun-daun
yang hijau royo-royo, menghampar bagai permadani nan luas. Burung burung pipit
beterbangan ke sana ke mari dengan riang. Alam semakin hangat. Semakin
benderang. Sinar matahari pagi itu terus bergerak menerobos menyingkirkan
kegelapan. Aku buka tirai kamarku, merasakan kesejukan udara pagi nan sejuk.
Dari jendela kamar kost “sederhana”
ini aku dapat menyaksikan dari dekat betapa indahnya ciptaan Tuhan, gunung
Kembar (Sindoro, Sumbing) yang gagah perkasa menjulang ke langit, menjaga
keseimbangan alam terlihat dengan jelas di-depan pelupuk mata, dataran tinggi
Dieng yang di atasnya terdapat candi Arjuno, dinilai mempunyai peradaban (cukup)
tua yakni peninggalan dynasty Sylindra terlihat begitu memesona. Subhanallah, betapa
indah ayat-ayat kauniyah-NYA itu.
Di aktifitasku yang sekarang ini,
Kauman adalah tempat tinggalku sementara waktu. Kauman, sebuah nama yang sangat
familiar ditelinga. pasalnya, hampir dipastikan tiap kota pasti ada sebuah kota
namanya Kauman., jika kita mendengan nama ini pasti yang terbesit dalam benak
kita adalah pemukiman yang kental dengan tradisi Arab, karna pemukiman ini
hampir rata-rata dulunya dihuni oleh pendatang Arab dan keturunannya. Begitu
juga di wonosobo, ada juga nama Kauman, yang letaknya ±300 meter sebelah utara
alun-alun kota Wonosobo.
Meskipun dapat dikatakan kota,
namun kota ini belum begitu maju seperti kota-kota yang ada di pesisir lor. Masyarakat di sini sebenarnya sudah
mulai hidup dengan cara kota meskipun orang gunung terkenal dengan orang desa, “di
manapun gunung ya desa”demikian kata sebagian orang. Namun, di sini hampir tidak
lagi menggunakan cara dusun yang sebenarnya. Desa yang sudah tidak orisinil dengan
perawan kedusunannya. Gadis-gadis dan para pemudanya tidak lagi lugu dan polos.
Sudah banyak yang bertingkah mengada-ada dan sok kota. Sebagian mereka bahkan
tidak mau dicap sebagai orang desa, meskipun gunung. Mereka ingin dianggap
sebagai orang kota. Faktor Kontak budaya yang begitu massif dan tekhnologi yang
luar biasa dinamis membuat cara pandang dan bergaul masyarakat gunung ini tak
mau dikata desa.
Wonosobo merupakan nama kota yang
terdiri dari dua suku kata wana yang artinya hutan dan saba
yang dikunjungi. Jadi wonosobo adalah kota yang dikunjungi. Pada kenyataan kota
ini memang banyak dikunjungi oleh wisatawan, baik local maupun mancanegara. Saya
sendiri sering menjumpai turis asing yang berasal dari Belgia, Inggris, amerika
dll. Memang saya akui kota ini sangat
menarik dengan keindahan alamnya, mulai dari gunung Sindoro, Sumbing dan
dataran tinggi Dieng yang di atasnya terdapat telaga warna dan candi arjuno,
dan juga di sebelahnya ada gunung prau yang menjadi favorit para pendaki, baik
pemula maupun tingkat advance. Jika liburan di atas gunung prau banyak sekali
terdapat orang yang kemping di atasnya, di samping itu karena di puncak gunung
prau dapat menampung hingga 2500-an orang.
Di lihat dari beberapa bangunan yang
terdapat di tengah kota, nampaknya sejak dulu kota ini memang sudah mempunyai
daya tarik tersendiri bagi para turis asing, terbukti ada hotel yang berdiri kokoh
dan megah meskipun usianya cukup tua, yakni hotel Kresna. Hotel ini dibangun
oleh pemerintah Belanda tahun 1917 dan bangunannya sampai sekarang masih asli, begitu
juga dengan design interiornya, hanya kamar mandinya yang sudah direnovasi dan
disesuaikan dengan zaman sekarang. Ketika saya berkesempatan bermalam di hotel
tersebut, Nampak lukisan-lukisan tua yang memang sengaja di buatkan galeri
khusus di hotel tersebut. Oleh karena itu jika kita ingin bermalam di hotel
tersebut harus merogoh kocek cukup mahal yakni, 800 ribu/malam. Hal itu
menunjukkan bahwa sejak zaman dahulu kota ini sering dikunjungi oleh wisatawan.
Demikian kota Wonosaba atau yang lebih nyentrik dengan istilah, Negri SABA’.
Tak hanya itu, kota ini juga
banyak dikunjungi oleh para pelajar dan santri., mereka dengan sengaja menuntut
ilmu di kota ini, misalnya sebut saja dengan nama Ari satu dari sekian ribu santri
yang sengaja belajar di kota ini, ia nyantri dengan Kyai As’ad al-Hafidz
sekaligus sebagai mahasiswa UNSIQ angkatan 2012. Meskipun di kota ini banyak
daerah yang terdapat pondok pesantren, namun yang menjadi tujuan para murid
untuk mencari ilmu adalah Kec. Kali beber, terletak di sebelah barat daya kurang
lebih 4 km dari pusat kota., di situ terdapat
ribuan santri menuntut ilmu, baik agama maupun umum. Dari mulai pelajar hingga Perguruan
Tinggi, yakni Universitas Sains al-Qur’an (UNSIQ) berdiri pada tahun 1989 yang
di prakarsai oleh alm KH. Munthaha al-Hafidz (Allah yarham) hingga sekarang
masih berdiri kokoh bahkan terus berkembang dan tak kalah dengan kampus (elit) yang
berada dikota-kota besar, terlihat jumlah mahasiswanya lumayan funtastis. tidak kurang 10 ribu-an.
Di negeri yang dingin ini, belum
banyak aktivitas yang saya lakukan di tempat baru ini, kecuali di kampus—Universitas
Sains al-Qur’an (UNSIQ)—bersama mahasiswa yang Kental dengan tradisi akademik. Di
kampus yang mempunyai slogan Humanis, Saintis yang berwawasan al-Qur’an inilah
saya belajar “mengabdi” sekarang. Meskipun mempunyai kesamaan dalam hal penyelenggaraan
perkuliahan, namun terdapat perbedaan yang cukup mendasar dengan tradisi
akademik di kota-kota lain atau bahkan kota-kota besar lainnya. Jika tradisi
akademik di kota lain hanya mengkaji akademik saja, kalau di sini kental dengan
tradisi pesantren khususnya hufad
(para penjaga Qur’an). Oleh karena itu kampus yang di kelilingi banyak pondok
pesantren Tahfid ini, mensyaratkan minimal mahasiswa (harus) hafal 4 juz
al-Qur’an.
Di tengah lalu-lalang ramainya
akademik, aktivitas berfikirku terhenti sejenak tertuju kepada dua sosok yang
sangat aku kenal dan tak mungkin akan ku lupakan dalam hidupku. Di samping itu,
aku juga harus
bersiap menjemput musim dingin yang mulai datang, hamparan bumi-pun akan di
tumbuhi bunga aneka warna yang menebarkan wewangian yang membius hatiku... Pesona tersebut adalah pesona
ayah-ibuku, mereka
selalu memberikan yang terbaik bagi-ku, mereka selalu mendo’akan supaya aku
menjadi seorang yang dapat bermanfaat. Ibu yang mengandung dan melahirkanku
merawat dengan penuh sabar dan berharap aku tumbuh menjadi orang yang baik. Ayah
yang tak kenal lelah dan tak kenal waktu mencari uang demi menghidupi keluarganya.
Mereka yang mendidikku dari kecil,
menyekolahkanku hingga aku bisa baca tulis sampai umurku seper empat abad.
Setiap kali aku pulang dan mencium tangan beliau tahun berganti taun aku dapati
tangan keduanya semakin keriput, kerutan-kerutan di wajah mulai terlihat jelas
uban dikepala yang sudah mulai tumbuh sebagai tanda kebijaksanaan. Namun meskipun begitu,
laksana matahari terbit, dari ufuk timur setiap pagi datang, Menyinari
kegelapan jiwa dan mengusir embun dingin dengan kehangatan cinta kalian. tanpa
aku sadari Jiwaku menjelma taman indah yang berhiaskan kicauan burung, dengung
lebah gemericik air sungai, deruan angin, goyang rerumputan dan harum
bunga-bunga. itulah citra keindahan-mu cintamu wahai ayah-bunda.
Setelah engkau berikan kepada-ku
bekal yang cukup, dalam hatiku selalu beteriak bagaimana cara membalas budimu
wahai ayah-bunda? Setelah engkau menyekolahkanku sampai tinggi, aku justru
memilih merantau, jauh darimu? Bagaimana jika engkau sakit? Siapa yang
membantumu? Pikiranku terbang keangkasa melintasi awan khayalan, menggapai
rembulan dan bintang gemilang. Dan bagaikan burung patah sayap, aku merasakan
terkapar tanpa daya.
Namun inilah hidup, mau tidak mau saya
harus memilih apakah seperti falsah jawa “mangan ora mangan sing penting
ngumpul”? atau merantau membangun peradaban baru? Tentu itu bukan sesuatu sekedar
kata tanpa makna, itu adalah sebuah pilihan yang harus aku pilih dan jalani. aku
putuskan harus memilih berpisah untuk berkumpul dengan harapan akan lebih baik dari
yang sekarang.
Tak sadar ternyata waktu sudah cukup terik,
aku harus bangkit dan kembali ke aktivitas nyata. Tiba-tiba bunyi pesang
singkat, aku raba ponselku kudapati ternyata dari kedua orang tuaku. Surat singkat, orangtuaku, seolah
menjadi mentari bagiku. Di tengah gelap dan dinginnya gunung sahara kerinduan kepada
kalian, suratmu adalah Obat kedinginan sekaligus selimut jiwa yang
menghangatkan..
*LOVE YOU ma-pa MISS You
20 October 2015