Bahagia itu,
setiap kali aku berada di sisimu. Melihat raut wajahmu. Menyentuhmu dan
menggenggam erat jari-jemari tanganmu. Sayangnya, aku lebih banyak tak bisa
berada di dekatmu.
Kali ini tak
ada kata dan perasaan lain dan entah kenapa aku ingin sekali selalu berbuat
baik, jujur, iklas sayang padamu. Mengingat sosok tentang kamu. Aku do’akan
semoga engkau sehat dan baik-baik saja di sana. Sekuat apapun keinginanku untuk
bisa berada di sampingmu detik ini, aku hanya sanggup diam tak menolak dan
terpaksa harus pasrah. Kau sedang tak ada di sini. Perjalanan cinta kita yang
demikian, berlahan mulai aku nikmati. Tersuruk dalam cinta seperti ini bukanlah
sesuatu hal yang mudah untuk dipertahankan. Walaupun begitu, aku tetap memilih
bertahan.
Tak dapat
aku membayangkan seandainya takdir memisahkan kita di hari esok, atau lusa
bahkan saat ini! Aku masih membutuhkanmu ada. Aku akan lemah tanpamu, sekalipun
sebenarnya mencintaimu itu merapuhkan kekuatanku yang dikodratkan sebagai
seorang laki-laki biasa, tanpa bisa apa-apa. Namun kutahu kok, hidup memang tak
boleh dicemasi. Hidup hanya pantas dijalani! Itu kata hatiku, dimana hanya kata
itu yang sanggup menguatkan diriku dari terjalnya jalan cinta kita.
Cinta kita
ada dan terjaga, hanya karena-Nya semata.
Kenyataannya tak mudah untuk sekedar dijalani. Hatiku bukan hati berlian yang penuh dengan keikhlasan. Tapi, hatiku masih sering dipenuhi rasa cemburu dan kecurigaan. Apa lagi hatiku sudah remuk, tercabik-cabik sebelumnya. Ketakutanku adalah diam-diam engkau meninggalkanku dan aku takut cinta kita ini berakhir,
Terlalu menyedihkan jika hidupku tanpamu. Dan sebuah catatan sederhana ini, kuyakin inilah bagian dari keputusanku! Sudah dapat aku bayangkan sendiri, aku hanya orang biasa, tidak tau apa-apa apalagi ayat-ayat suci. Namun, bibirmu menyanggah semua itu dan lalu engkau berani mengatakan bahwa cinta kita itu suci.
Kenyataannya tak mudah untuk sekedar dijalani. Hatiku bukan hati berlian yang penuh dengan keikhlasan. Tapi, hatiku masih sering dipenuhi rasa cemburu dan kecurigaan. Apa lagi hatiku sudah remuk, tercabik-cabik sebelumnya. Ketakutanku adalah diam-diam engkau meninggalkanku dan aku takut cinta kita ini berakhir,
Terlalu menyedihkan jika hidupku tanpamu. Dan sebuah catatan sederhana ini, kuyakin inilah bagian dari keputusanku! Sudah dapat aku bayangkan sendiri, aku hanya orang biasa, tidak tau apa-apa apalagi ayat-ayat suci. Namun, bibirmu menyanggah semua itu dan lalu engkau berani mengatakan bahwa cinta kita itu suci.
Sesuci
lisanmu yang selalu mengatakan kebenaran, selalu jujur, tak pernah berbohong dan tak pernah ada yang ditutup-tutupi. selalu melantunkan ayat-ayat Tuhan.
Kutahu, dari lisanmu bukan sekedar kata-kata yang benar nan manis, namun
menggetarkan hatiku, itu yang membuatku minder terhadapmu.
Aku terlalu
lancang mencintaimu. Itu pikirku! Hanya baiknya yang kudapat ialah dengan
beginilah dunia mengajariku bahwa segala sesuatu tak semestinya harus punya
jalan dan proses yang sama. Seperti halnya keadaan gelap malam yang tak selalu
berhiaskan bintang. Juga seperti halnya kamu ada untukku dengan cinta tanpa
lilin.
Saat ini,
ialah saat yang tepat untuk membisikkan beberapa kata hatiku padamu; “Tiada
satu apapun yang membuatku menyesal telah memilihmu. Wahai cintaku, cintaku
padamu adalah sebuah keputusan. Mudah-mudahan saja engkau tahu, bahwa keputusan
itu datangnya dari banyaknya pilihan yang berjumlah sekian. Dan diantara
kesekian itu, kamulah yang terbaik maka aku memutuskan untuk memilihmu. Adiana
Sayang...