Seorang pengamat politik keagamaan, (alm)
Moeslim Abdurrahman pernah menulis sebuah buku bagus. Berjudul “Islam yang
Memihak”. Dalam buku tersebut, terdapat sebuah kolom menarik tentang
Islam dan perubahan sosial. Menyoroti tentang bagaimana gerak perubahan
sosial yang masih timpang, di mana masih terjadi proses alienasi yang
mengingkirkan banyak orang secara sosial ekonomi. Agama mesti membaca
kemungkaran sosial semacam ini dengan menumbuhkan kesadaran yang lebih memihak
kepada yang lemah. Menumbuhkan gejolak iman yang risau terhadap penderitaan
orang-orang yang lapar, tergusur atau tertindas.
Sunday, December 28, 2014
Sunday, December 21, 2014
Refleksi Hari Ibu: Era Post-Modern-Kapitalistik dan Dilema Ibu
Ibu adalah
orang yang mengandung dan melahirkan kita sebagai anak-anaknya. Dengan penuh
kasih sayang kita dibesarkan. Sentuhan-sentuhan lembut seorang ibu dalam
membesarkan anaknya mempengaruhi jiwa anaknya. Segarang apapun seorang anak,
pasti ada sisi yang lembut penuh kasih sayang seperti ibunya.
Thursday, December 11, 2014
Kidung Cinta Menyayat Qalbu
Setiap rinai yang jatuh menyusup ke bilik rindu, disana kita bertemu dalam sulaman kata yang tak pernah sampai. karena Tuhan yang kuasa menoreh setiap detik...Kita tak pernah tahu sampai waktu menyuguhkan kenyataan.
Aku berlarian di rumput hijau dengan kaki telanjang. Embun yang terinjak membuat sensasi dingin mengalir hingga keubun-ubun. Mentari masih tersipu malu dibalik kelambu langit biru. Sejuk merasuk melewati rongga pernapasan hingga ke tulang rusuk. Pagi, sebentar lagi datang menggelitik akal sehat ku.
Monday, November 10, 2014
Biyung: Ingin Menagis di Pangkuanmu
Saat hati sedang gundah, tertekan dan butuh sandaran seperti ini,
sedang tidak ada seorang manusia-pun yang rela menyerahkan
bahunya untuk dijadikan sandaran,
rasanya pengen bisa mewek di pangkuan ibu, mewek
sekeras2nya sampek rasanya plong,
dan segera menyelesaikan apa yang harus segera
diselesaikan..
Wednesday, November 5, 2014
Ku Pasrahkan Padamu Tuhan
Ya Allahu rabb ....
ada apa dengan diriku
ku sudah berusaha menjadi baik
tp ternyata ku bukan manusia baik di hadapanMu...
ku mencari cinta tuk diriku
belum juga kutemukan jati diriku sebenarnya
ku coba mencintai sosok manusia
yg Kau ciptakan dengan kelembutan seseorang
yg kukagumi.....
tapi cinta tuh bukan untuk ku
sampai kapan kutemukan cinta sejati
yg membuat diriku lebih berguna & satu alasan
membuatku punya tujuan tetap hidup di dunia ini
ada apa dengan diriku
ku sudah berusaha menjadi baik
tp ternyata ku bukan manusia baik di hadapanMu...
ku mencari cinta tuk diriku
belum juga kutemukan jati diriku sebenarnya
ku coba mencintai sosok manusia
yg Kau ciptakan dengan kelembutan seseorang
yg kukagumi.....
tapi cinta tuh bukan untuk ku
sampai kapan kutemukan cinta sejati
yg membuat diriku lebih berguna & satu alasan
membuatku punya tujuan tetap hidup di dunia ini
Friday, October 10, 2014
Mahasiswa Kehilangan Laptopnya?
Kita semua tahu bahwa mahasiswa menjadi
sebuah magnet terbesar dalam setiap bentuk perubahan yang terjadi di dunia ini.
Kaum yang banyak mendapatkan julukan ini tak hanya mampu menyumbangkan
pemikiran, tetapi juga menjadi katalisator perubahan itu sendiri. Sejarah telah
mencatat dalam tinta emas bagaimana mahasiswa mampu mengemban amanat sebagai
agen of change and agen of control. Di
Indonesia sendiri, mahasiswa telah mulai menunjukkan kapasitasnya sebagai kaum
penggerak ketika awal politik balas budi diterapkan oleh penjajah Hindia
Belanda (tahun ).
Thursday, September 11, 2014
Otobiografi Prof. Dr. KH Said Agil Siradj, MA
Said
Aqil Siradj, adalah ulama' sekaligus akademisi yang saya kagumi, meskipun saya secara langsng belum pernah "tabarukan" dengan beliau, namun saya sangat mengidolakan keilmuannya, sang "reformis Spiritual" demikian saya menyebut beliau. meskipun banyak orang menilai kyai Said liberal dan bahkan lebih, tapi itu merupakan tuduhan yang tidak mendasar. bagi saya pemikiran beliau sangat menyegarkan baik dalam karya beliau maupun ceramah-ceramah beliau. Kyai Said lahir di Kempek, Palimanan, Cirebon, pada tanggal 3 Juli 1953. Putra kedua dari 5 bersaudara: Ja'far,
Musthafa, Ahsin dan Niamillah. Kedua
orang tuanya, KH Aqil Siradj Hj.
Afifah adalah seorang
pengasuh disegani dan masih keturunan Sunan Gunung Jati.
Tuesday, August 26, 2014
Islam: Antara Pemikiran dan Aksi
Dalam wacana
pemikiran Arab kontemporer misalnya istilah tafkir itu
bertukar kata dengan takfir. Jika tafkir berarti
pemikiran, maka takfir artinya pengkafiran. Nashr Hamir Abu Zaid adalah
satu contoh orang yang selalu berfikir yang kemudian dikafirkan karena
pemikirannya itu. Ia menulis buku dengan titel Al-tafkir fi Zaman al-Takfir
(Pemikiran pada Zaman Pengkafiran).
Menurut Zaid, zaman pengkafiran terhadap orang yang
menggerakkan pemikiran demikian kuat. Pengkafiran merupakan sebuah fenomena
belakangan, persisnya tahun 1930-an yang terjadi setelah gagalnya era liberal.
Hourani membagi tiga zaman. Pertama, awal abad 19 sampai tahun 1920-an, Kedua,
dari tahun 1920-an sampai tahun 1930-an. Ketiga, dari tahun 1930-an
sampai tahun 1940-an. Memasuki tahun 1940-an muncul berbagai isu politik yang
melanda dunia Arab, terciptanya negara Israel, banyaknya tuntutan kemerdekaan.
Di situ terjadi distraksi pemikiran Islam yang bernuansa liberal dan sejak saat
itulah fenomena pengkafiran itu mulai marak dan puncaknya adalah dua puluh
tahun belakangan. Begitu
banyak kasus pengkafiran di dunia Arab dan sudah banyak memakan korban.
Tuesday, August 12, 2014
ISIS, Fasisme Doktrin “Politik” Berlebel Sinkretis
Fasisme adalah paham yang mengatur
pemerintah dan masyarakat secara totaliter yang dilakukan oleh diktator partai
tunggal yang bersifat supranasionalis, tidak rasionalis, militeris, dan
imperialis. Totaliter artinya menggunakan kekuasaan dan kekerasan pada semua
bentuk hubungan masyarakat, baik hubungan politik maupun sosial. Negara-negara
yang menerapkan fasisme umumnya tidak memiliki sifat demomkrasi dan warga
negaranya menerima fasisme kerana menganggap sesuai dengan sifat masyarakatnya.
Paham Fasisme ini mempunyai ciri 1) Tidak rasional 2) Tidak mengakui persamaan derajat manusia 3) Tidak mengakui posisi 4) Pemerintah oleh kelompok elite 5) Totalitarisme 6) Rasialisme. Dari keenam cirri terseut nampaknya dekat sekali dengan paham (Agama) yang menghendaki berdirinya Negara satu komando seperti ISIS.
Wednesday, July 23, 2014
Anthony Giddens; Sang Teoritikus Stukturasi
Giddens
adalah teoritis sosial Inggris masa kini yang sangat penting dan salah seorang
dari sedikit teoritisi yang sangat berpengaruh
di dunia. Anthony Giddens lahir 18 Januari 1938 (Clark, Modgil dan Modgil, 1990). Ia
belajar di Universitas Hull, di the London School Economics, dan di Universitas
London. Tahun 1961 ia diangkat menjadi dosen di universitas Leicester. Karya
awalnya bersifat empiris dan memusatkan perhatian pada masalah bunuh diri.
Tahun 1969, ia beralih jabatan menjadi dosen sosiologi di Universitas Cambridge
dan sebagai anggota King’s College. Ia terlibat dalam studi tentang pencampuran
kultur, menghasilkan bukunya yang pertama yang mencapai penghargaan
internasional, berjudul The Class Structure of Advanced Societies
(1975).
Selama dekade berikutnya ia menerbitkan sejumlah karya teoritis
penting. Dalam karya-karyanya itu selangkah demi selangkah ia mulai membangun
perspektif teoritisnya sendiri, yang terkenal sebagai teori strukturasi. Tahun
1984 karya Giddens mencapai puncaknya dengan terbitnya buku The Constitution
of Society : Outline of the Theory of Society, yang merupakan pernyataan
tunggal terpenting tentang perspektif teoritis Giddens. Tahun 1985 ia diangkat
menjadi Profesor Sosiologi di Universitas Cambridge.
Islam Adalah (Babon) Komunis
(Indonesia,
NU, Harus Minta Maaf)
Pada awalnya, ketika mengemukakan gagasan mengenai paham
komunis, Karl Marx tidak berbicara masalah negara. Sebab menurut Marx hancurnya
Kapitalisme untuk kemudian digantikan dengan Komunisme adalah sebuah proses
alamiah. Marx hanya berbicara mengenai masyarakat. Ketika gagasan Marx ini
ditangkap oleh Lenin, seorang tokoh Komunis Rusia yang menggantikan posisi
Marx, barulah komunisme berubah menjadi sebuah ideologi politik yang bertugas
untuk mengakselerasi perubahan negara dari negara kapitalis menjadi negara
komunis.
Sunday, July 13, 2014
Sistem Ekonomi Indonesia
Perselingkuhan Birokrat “Biyang” Stagnasi Ekonomi Indonesia
Indonesia adalah Negara besar
bagai miniature surga. Negeri itu, mempunyai area hutan paling luas di dunia,
tanahnya subur alamnya indah, potensi kekayaan laut luar biasa (6,2 juta ikan, mutiara,
minyak dan mineral lain). Di darat terkandung barang tambang emas, nikel,
timah, tembaga, batu bara, uranium dsb. Di bawah perut bumi tersimpan gas dan
minya yang cukup besar. Setelah 69 tahun usia kemerdekaannya, negeri itu hanya
menjadi sarang tikus!
Negeri tikus menangis, negeri
tikus menjadi Negara miskin, beban utang luar negeri tikus lebih dari rp. 1800
Trilyun rupiah, 100 juta orang dalam kemiskinan, 116 juta orang kehilangan
pekerjaan, 4,5 juta anak putus sekolah, jutaan orang mengalami malnutrisi,
kriminalitas meningkat 1000 %, perceraian meningkat 400%, penghuni rumah sakit
jiwa mening 300%. Sementara pemerintah sebagai last landing institute
hanya memikirkan diri sendiri dan kelompok partainya. Mereka menjerat rakyat
dengan kenaikan harga, mencabut subsidi, penegakan hokum yang amburadul, dsb.
Wednesday, July 9, 2014
Rintihan Hati Anak Palestina
Sebuah kilatan
cahaya putih
Menerangi langit di atas Gaza malam ini
Orang-orang berlarian mencari perlindungan
Tidak tahu apakah mereka hidup atau mati
Mereka datang dengan tank dan pesawat mereka
Dengan melanda api berapi-api
Dan tidak ada yang tersisa
Hanya suara naik di tengah asap tebal
Menerangi langit di atas Gaza malam ini
Orang-orang berlarian mencari perlindungan
Tidak tahu apakah mereka hidup atau mati
Mereka datang dengan tank dan pesawat mereka
Dengan melanda api berapi-api
Dan tidak ada yang tersisa
Hanya suara naik di tengah asap tebal
“Women and
children alike Murdered and massacred night after night” ya Tuhan apakah dosa
kami..sehingga kami diperangi semacam
Friday, July 4, 2014
Ramadhan dan Tradisi Dapur Belanja
Sudah menjadi tradisi umat muslim Dunia khususnya Indonesia,
jika memasuki bulan (suci) Ramadhan dapat dipastikan semua kebutuhan (dapur)
meningkat., memang sepertinya tidak masuk akal, namun jika kita liat kenyataan
kita akan percaya jika kebutuhan (dapur) saat Ramadhan meningkat signifikan.,
Wednesday, June 11, 2014
HUKUM DAN PERUBAHAN SOSIAL
PERUBAHAN HUKUM DI TENGAH PERGUMULAN
PERUBAHAN
MASYARAKAT
(Perspektif
Teoritis)
A. Pendahuluan
Perubahan sosial dalam
masyarakat adalah suatu produk dengan berbagai faktor, dan dalam banyak hal,
hubungan antar faktor-faktor tersebut. Selain faktor hukum, ada beberapa
mekanisme perubahan lainnya,
seperti faktor-faktor teknologi, ideologi, kompetisi, konflik, ekonomi, dan
politik, serta masalah struktural (structural strains). Semua
mekanisme tersebut dalam kebanyakan hal saling berhubungan. Hal itu juga
terjadi dalam perubahan hukum : adalah sangat sulit, bahkan tidak mungkin,
untuk menggambarkan hubungan sebab-dan-akibat (cause-and-effect relationship).
Mengintip Lebih Dekat Senyum Dhanhoodtz
Sebuah catatan kecil-ku tentang seorang gadis yang memiliki sifat
seperti kertas, lembut dan penuh lekukan, dan senyum manisnya yang khas, Hyah…meskipun
ia terkadang masih suka “nesu”. Hehe..
Sebuah cerita seorang gadis yang hidup di tengah pergumulan modern, ia
selalu menampakkan senyumnya yang khas. Ia adalah Dhanhoodtz
Katanya, Sebuah senyuman sanggup meredakan amarah seseorang. Wow,
ajaib banget kan manfaat senyum ini yaa. Bahkan menurut penelitian yang
dilakukan oleh Ernest L. Abel dari Wayne State University, Detroit, Amerika
Serikat ditemukan bahwa orang yang sering tersenyum lebar memiliki umur yang
lebih panjang dibanding dengan yang malas tersenyum.
Nah, masih malas tersenyum? Jangan, dong. Biar lebih semangat, ayok memamerkan
senyum manis…
Monday, June 9, 2014
Ekspresi (Untuk Dikenang) Menyambut Bulan Ramadhan
Semerbak harum Aroma bulan suci Ramadhan sudah menusuk qalbu, gegap gempita menyelimuti semua insan muslim, anak kecil maupun dewasa menyambut bulan mulia ini. Dikampung-ku mempunyai tradisi khusus untuk menyambut bulan suci Ramadhan. Konon orang dahulu, jauh sebelum datang bulan Ramadhan ada woro-woro bahwa bulan suci akan datang agar semua mempersiapkan diri, jauh-jauh hari sehingga tatkala masuk bulan seribu bulan ini mereka sudah siap tempur melawan hawa nafsu dan angkara murka.
Melihat Lebih Dekat Tante Dolly
Jika ditarik ke belakang, ternyata sejarah pelacuran
di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman kerajaan, jauh sebelum penjajah
Belanda datang ke Nusantara.
Seperti dikutip dalam Wakhudin (2006), Proses Terjadinya Degradasi Nilai Moral pada Pelacur dan Solusinya (Thesis), Bandung: Program Studi Pendidikan Umum, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Dikatakannya, pelacuran sudah ada sejak zaman raja-raja Jawa. Seluruh kehidupan yang ada di atas tanah Jawa, mulai dari air, udara, tanah, dan sebagainya, adalah milik raja. Hukum dan keadilan, serta kebenaran juga hanya milik raja.
Seperti dikutip dalam Wakhudin (2006), Proses Terjadinya Degradasi Nilai Moral pada Pelacur dan Solusinya (Thesis), Bandung: Program Studi Pendidikan Umum, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Dikatakannya, pelacuran sudah ada sejak zaman raja-raja Jawa. Seluruh kehidupan yang ada di atas tanah Jawa, mulai dari air, udara, tanah, dan sebagainya, adalah milik raja. Hukum dan keadilan, serta kebenaran juga hanya milik raja.
Wednesday, May 28, 2014
Isra’ Mi’raj: Memaknai Kembali Hakikat Tujuh Langit
Di dalam QS. Al-Isra':1 Allah
menjelaskan tentang isra':
"Maha
Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad SAW) pada suatu
malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya,
agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.
Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Dan tentang mi'raj Allah menjelaskan
dalam QS. An-Najm:13-18:
"Dan
sesungguhnya dia (Nabi Muhammad SAW) telah melihat Jibril itu (dalam rupanya
yang asli) pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha. Di dekat (Sidratul
Muntaha) ada syurga tempat tinggal. (Dia melihat Jibril) ketika Sidratul
Muntaha diliputi oleh suatu selubung. Penglihatannya tidak berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat
sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar."
Tuesday, May 27, 2014
Apa Kelas Jilbabmu?
Akhir-akhir ini diskursus jilbab terdengar
lagi. Di Denpasar, seorang siswa dilarang berjilbab, sedangkan hampir di
seluruh Indonesia banyak sekolah mewajibkan berjilbab. Ketika dilarang, banyak
Muslim mengatakan itu melanggar Hak Asasi Manusia dan itu memang betul adanya.
Tapi juga perlu ditambahkan, mewajibkan berjilbab juga melanggar Hak Asasi
Manusia.
Monday, May 19, 2014
Fatwa Romo Franz Magnis Tentang Capres 2014
Disela kesibukannya Romo FMG (Baca: Franz Magnis Suseno) berkomentar (fatwa; dalam term Islam)., dukungan bagi seorang pemuka agama (kristiani) Sampai sekarang FMG selalu berusaha untuk tidak
menjawab apa "kita" "harus" memilih Prabowo atau Jokowi. Itu bukan hak
saya. Tetapi dengan diketahuinya Manifesto Gerindra saya tidak dapat diam lagi.
Da’i Seleb (bukan) Karna Mutunya
Jagad keagamaan terutama dai, sekarang sudah memasuki ranah intertaiment, dalam beberapa dekade ini muncul istilah “Ustadz seleb”, sebuah terminologi yang merepresentasi Dai sekarang yang bak selebritis., mereka punya kelamin ganda, antara ketenaran dalam jagad hiburan sebagai selebritis dan air mata buaya yang mengatas namakan “agama” dengan muatan
keilmuan yang kurang mumpuni. Sehingga ketika mereka ceramah, bukan
tambah menumbuhkan “toleransi” jiwa yang adem, akan tetapi tambah
menyalahan kobarkan api kebencian, menyuruh umat kepada saling menghujat
satu dengan golongan yang lain mengatas namakan agama.
Friday, April 11, 2014
Bani Jawi Keturunan Nabi Ibrahim?
Di dalam Kitab ‘al-Kamil fi al-Tarikh‘ tulisan Ibnu Athir, menyatakan bahwa Bani Jawi (yang di dalamnya termasuk Bangsa Sunda, Jawa, Melayu Sumatera, Bugis… dsb), adalah keturunan Nabi Ibrahim.
Bani Jawi sebagai keturunan Nabi Ibrahim, semakin nyata, ketika baru-baru ini, dari penelitian seorang Profesor Universiti Kebangsaaan Malaysia (UKM), diperoleh data bahwa, di dalam darah DNA Melayu, terdapat 27% Variant Mediterranaen (merupakan DNA bangsa-bangsa EURO-Semitik).
Variant Mediterranaen sendiri terdapat juga di dalam DNA keturunan Nabi Ibrahim yang lain, seperti pada bangsa Arab dan Bani Israil.
Tuesday, April 8, 2014
Pendiri PP. Al-Hikmah Benda: Belajar di Pesantren Tertua Jateng
Sosok tokoh ulama yang kharismatik, lembut, sabar
serta telaten. Beliau menyebarkan agama dengan cara menggelar pengajian kitab
kuning untuk masyarakat Benda dan sekitarnya. Beliau meletakkan pondasi utama
dengan menekankan praktek mu’amalah dan ibadah (Ilmu yang Amaliyah). Beliau adalah KH
Kholil Bin Ma’hali.,
Wednesday, April 2, 2014
Satu Lagi Ide “Nakal” Sumanto al-Qurtuby
Pesantren dan juga perguruan tinggi Islam (IAIN/UIN) mampu disusupi hingga pemikiran liberal menjadi arus utama. Tentu bukan pekerjaan sulap menyulap, namun konsistensi kaum perongrong kemurnian akidah kaum muslimin yang berlangsung sejak tahun 70-an sampai sekarang menuai keberhasilannya, dengan tolok ukur dari banyaknya masyarakat muslim yang setuju dengan ide-ide sekulerisme, pluralisme agama dan liberalisme.
Monday, March 10, 2014
Imam al-Ghazali (Kisah Mimpi Ibn Hirzihim)
Akibat fenomena penyempitan pemikiran Islam menyebabkan para
ulama besar dan hebat kerap dijatuhkan otoritasnya dan dicela. Padahal, para
pencelanya justru tidak memiliki ilmu sekelas ulama besar.
Demikian
disampaikan Dr. Ugi Suharto, salah satu pendiri Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS) yang kini menjadi
dosen di di University College of
Bahrain.
Menggagas Fikih Tarbawi
oleh: Akmal Bashori[2]
A. Prolog
Dalam dunia
pendidikan, hadis memiliki dua manfaat pokok. Manfaat pertama, hadits mampu
menjelaskan konsep dan kesempurnaan pendidikan Islam sesuai dengan konsep
al-quran. Kedua, hadis dapat menjadi contoh yang tepat dalam penentuan metode
pendidikan. Misalnya, menjadikan kehidupan kehidupan Rasulullah saw. dengan
para sahabat ataupun anak-anak sebagai sarana penanaman keimanan. Rasulullah
saw adalah sosok pendidik yang agung dan pemilik metode pendidikan yang unik.
Beliau sangat memperhatikan manusia sesuai dengan kebutuhan, karakteristik, dan
kemampuan akalnya, terutama jika beliau berbicara dengan anak-anak[3].
Kepada wanita,
beliau memahami fitrahnya sebagai wanita, kepada laki-laki, beliau memahami
tugas dan tanggung jawabnya sebagai laki-laki; kepada orang dewasa, beliau
memahami identitasnya sebagai manusia dewasa; dan kepada anak-anak, beliau
memahami karakternya sebagai anak-anak. Beliau sangat memahami kondisi naluriah
setiap orang sehingga beliau mampu menjadikan mereka suka cita, baik material
maupun spritual.
Beliau
senantiasa mengajak setiap orang untuk mendekati Allah dan syariat-Nya sehingga
terpeliharalah fitrah manusia melalui pembinaan diri setahap demi setahap,
penyatuan kecenderungan hati, dan pengarahan potensi menuju derajat yang lebih
tinggi. Lewat cara seperti itulah beliau membawa masyarakat pada kebangkitan
dan ketinggian derajat. Dengan demikian, jelaslah bahwa pendidikan Islam dalam perspektif
hadis senantiasa sejalan dengan al-Qur'an, sehingga dapat dikatakan bahwa pada
dasarnya pendidikan Islam dalam perspektif hadis merupakan cerminan dari konsep
pendidikan dalam al-Qur'an.
Kendatipun
konsep pendidikan telah terdapat dalam al-Qur'an dan hadis, namun demikian
tetap terbuka untuk menafsirkan konsep-konsep pendidikan, sehingga dapat
diterjemahkan dalam semua zaman dan kondisi sesuai dengan tuntutan perubahan.
Dalam artian bahwa konsep-konsep pendidikan yang tertuang dalam al-Qur’an dan hadis
tidak dimaknai secara sempit, akan tetapi hendaknya dimaknai sebagai konsep
universal yang tidak terbatas dalam suatu ruang waktu tertentu.
Dalam makalah
ini akan dijelaskan bagaimana konsepsi metode pendidikan dalam hadis, kemudian
setelah mendeskripsikan bagaimana metode pengajaran tersebut baru kemudian
melakukan rekonstruksi terhadap pemaknaan metode pengajaran yang akan diakhiri
dengan Formulasi Fikih Tarbawi.
B. Konsep
Pendidikan Dalam Perspektif Hadis
1. Metode
Pendidikan
Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan
manusia. Pendidikan (terutama Islam) dengan berbagai coraknya, berorientasi
memberikan bekal kepada manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Oleh karena itu, semestinya pendidikan Islam selalu diperbaharui konsepnya
dalam rangka merespon perkembangan zaman yang selalu dinamis, agar peserta
didik dalam pendidikan Islam tidak hanya berorientasi pada kebahagiaan hidup
setelah mati, tetapi kebahagiaan hidup di dunia juga bisa diraih.
Dalam kenyataannya, di kalangan dunia Islam telah muncul
berbagai isu mengenai krisis pendidikan dan problem lain yang amat mendesak
untuk dipecahkan Inilah yang menuntut agar selalu dilakukan pembaharuan
(modernisasi) dalam hal pendidikan dan segala hal yang terkait dengan kehidupan
umat Islam. Dewasa ini, pendidikan Islam di
seluruh dunia sedang menghadapi tantangan yang sangat berat
seiring dengan datangnya era globalisasi dan informasi.
Sejak mulai lahir kita (umat Islam) sudah diberikan
sinyal bahwa betapa pentingnya belajar dan mengajar, sebuah ilustrasi hadis
yang disampaikan oleh Abdillah bin Abi rabi melihat Rasulullah—meng-adzani
seorang bayi yang baru lahir yang sampai detik ini masih di praktikkan sebagian
besar umat Islam—tiada lain yakni proses penyampaian pendikan (transfer Knowledge).
عَنْ عُبَيْدِاللَّهِ بْنِ أَبِيْ رَافِعٍ عَنْ اَبِيْهِ قَالَ رَاَيْتُ
رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَذَّنَ فِى أُذُنِ الْحَسَنِ
بْنِ عَلِىِّ حِيْنَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِا لصَّلاَةِز( روه ابو داود )
Abdullah bin abi Rafi’ berkata : Aku
melihat rosulullah adzan ditelinganya
hasan bin ali seperti adzan ketika sholat ketika fatimah melahirkannya.(HR. Abu
Daud).
Ibnu Qayyim berkata bahwa hikmah azan dan iqamah di
telinga bayi yang baru lahir adalah agar suara pertama yang didegar adalah
seruan yang mengandung makna keagungan Allah serta syahadat.
Rasul
Saw mengajarkan agar senantiasa memelihara aturan-aturan yang sudah ditetapkan
oleh Allah Swt, tidak melanggar batasan-batasanNya. Kalau ini dilakukan,
niscaya Allah akan memeliharanya juga. Dan jika Allah dijaga dalam arti
hukum-hukumNya ditaati, maka pada saat manusia membutuhkan bantuan Allah, maka
Allah senantiasa di hadapanNya, menolong kesusahannya, meringankan bebannya.
Pelajaran inilah yang perlu ditanamkan kepada setiap
manusia, khususnya anak didik yang masih muda agar ia siap menghadapi kehidupan
yang penuh dengan ujian kesabaran dan keadaan yang serba sulit.
عَنْ عَمْرِو
بْنُ شُعَيْبٍ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ
أَبْنَاءُ سَبْعَ سِنَيْنَ وَاضْرِبُهُمْ
عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُعَشْرٍ وَفَرِّقُوابَيْنَهُمْ فِيْ المَضَاجِعِ ( روه
ابو داود )[4]
Dari Umar bin syu’aib berkata,
Rasulullah Saw bersabda : “Perintahkanlah kepada anak-anak kalian untuk sholat
ketika berumur 7 tahun, dan pukullah
mereka ketika mereka berumur 10 tahun bila mereka enggan menunaikannya, dan
pisahkanlah mereka dari ranjang-ranjangnya”. (Abu Daud)
Adapun hadis yang membolehkan memukul anak dalam rangka mendidik shalat
ini mereka adalah hadis riwayat Abu
Dawud dari Amr bin Syu’ab dari ayahya, dari kakeknya. Oleh beberapa ulama
hadis, hadis ini dinyatakan shahih, misalnya oleh al-Albani dalam kitab Shahih
Sunan Abu Dawud-nya. Sementara menurut al-Utsaimin, hadis ini memiliki
satus hasan.
Sementara Syekh Ibn Baz rahimahullah dalam Majmu’ Fatawa-nya berkata:
“Perhatikanlah keluarga
dan jangan lalai
dari mereka wahai hamba
Allah. Anda harus bersungguh-sungguh
untuk kebaikan mereka. Perintahkan putera
puteri Anda untuk melakukan shalat saat berusia tujuh tahun, pukullah
mereka saat berusia sepuluh tahun dengan
pukulan yang ringan yang dapat mendorong mereka untuk taat kepada Allah dan
membiasakan mereka menunaikan
shalat pada waktunya agar mereka
istiqomah di jalan Allah dan mengenal yang haq sebagaimana hal itu dijelaskan
dari riwayat shahih dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam.” [5]
Dari keterangan-keterangan di atas timbul asumsi dikalangan orang tua Muslim bahwa mereka dibolehkan
memukul anaknya yang usia 10
tahun bila tidak shalat. Dasar
yang mereka pakai adalah hadis Nabi diatas yang meminta kalangan orang
tua agar menyuruh anak-anak shalat sata usia 7 tahun untuk shalat dan memukul
bila sudah usia 10 tahun. Meski redaksi hadis
itu hanya berbicara tentang shalat,
tetapi beberapa ulama bahkan
mengalisanya untuk masalah
pendidikan secara umum.
Dikatakan bahwa seorang ustadz boleh memukul santrinya, seorang guru
dapat saja memukul muridnya, orang tua
boleh saja memukul
anaknya, dan lain sebagainya.
Dalam contoh kasus ini. Memukul anak jika meninggalkan shalat di dalam
Islam sudah dianggap hal yang harus dilakukan dan dianggap wajar berdasarkan
hadis yang telah disebutkan bahwa kata ‘’Dharaba’’ dimaknai ‘’memukul’’
dan disitu kedudukannya sebagai perintah (fi’il amr).Banyak sekali ulama
yang menyatakan hal tersebut, seperti Syekh Fauzan dalam Ighatsatul Mustafid Bi Syarh Kitab Tauhid berkata:
“Memukul merupakan
salah satu sarana
pendidikan. Sorang guru
boleh memukul, seorang pendidik
boleh memukul, orang tua
juga boleh memukul sebagai bentuk
pengajaran dan hukuman. Seorang suami juga boleh memukul isterinya apabila dia
membangkang. Akan tetapi ada batasnya. Misalnya tidak boleh memukul yang
melukai yang dapat membuat kulit lecet atau mematahkan tulang. Cukup pukulan
seperlunya.”[6]
2. Rekontruksi Makna Dharaba
Berangkat dari
permasalahan ini, kita kalangan muslim seringkali dianggap tertinggal oleh
kalangan-kalangan yang telah menggunakan sistem pendidikan modern yang
dikembangkan berdasarkan dari penelitian-penelitian para ahli-ahlinya, sehingga
dalam masalah pendidikan mereka mempunyai metode-metode yang lebih variatif,
dan tentunya fungsinya lebih efektif.
Anggapan-anggapan
yang disematkan terhadap kalangan islam dengan sistem pendidikannya yang
dianggap terlalu keras, bahkan dianggap “kolot”, tidak dapat kita asumsikan sebagai bentuk meremehkan
atau merendahkan. Justru hal itu dapat kita jadikan sebagai bahan tolah ukur
untuk membuka kesadaran berpikir kita dalam merefleksi, meninjau dan menggali
kembali atas makna-makna dan pesan-pesan yang terkandung didalam sumber-sumber
keilmuan Islam. karena bisa saja terdapat kemungkinan bahwasanya pemahaman kita
lah yang barangkali belum, atau kurang tepat terhadap nash-nash hadis yang kita
tafsirkan.
Dalam permasalahan
hadis memukul anak jika meninggalkan shalat diatas, sebenarnya terdapat
kemungkinan-kemungkinan lain dalam segi pemaknaan kata maupun kalimatnya. Tidak
serta-merta menggunakan makna sesuai
dengan lafal yang tertera secara tekstual-nya. Harus ada kajian yang mendalam lagi terhadap
kata maupun kalimat yang dimaksud. Apalagi dikalangan bangsa arab yang terkenal
mempunyai keahlian dalam sastra, dan ketertarikan serta kemahiran mereka dalam
mengolah bahasa. Hal itu tidak menutup kemungkinan akan kata atau kalimat yang
ada didalam nash-nash hadis maupun Al-Kitab mengandung makna-makna lain yang
tersirat.
Didalam lisan
al-‘Arabi sendiri misalnya kata ‘’Dharaba’’. Mempunyai banyak sekali
makna, yang diantaranya adalah:
Dharaba dimaknai sama seperti kata Khoroja (keluar) seperti dalam kalimat خرج فيها تا جرا. Dharaba dimaknai sama seperti kata dzahaba
(pergi) Seperti dalam kalimat ذهب فيهاDharaba dimaknai sama seperti kata saro
(berlalu/lewat/berjalan) Seperti dalam kalimat سا ر في ابتغاء الرزق
Dharaba dimaknai sama seperti kata nahadlo,
nahadlo sendiri mempunyai banyakmakna yang diantaranya adalah;
menaikkan, melaksanakan, mengatur, mengangkat,menyiapkan, mengerjakan dan
sebagainya.
Didalam Al-Qur’an juga terdapat beberapa ayat-ayat yang menggunakan kata
Dharaba tetapi dengan makna yang berbeda, seperti di dalam surat
Al-Baqarah ayat 273. Yang berbunyi:
للفقراء الذين احصروا في سبيل الله لا يستطيعون
ضربا في الارض
(Apa yang kamu infakkan) adalah untuk orang-orang fakir yang terhalang
(usahanya karena jihad) di jalan Allah, sehingga dia yang tidak dapat berusaha
di bumi’’.[7]
Pada ayat diatas terdapat
penggunaan kata Dhoroba, tetapi sama sekali tidak bermakna
memukul sesuai pada makna lafal aslinya, kata dharaba di dalam ayat
tersebut mempunyai makna lain yaitu bermakna ‘’berusaha’’.
Didalam ayat yang lainnya juga dijelaskan bahwa dharaba tidak
bermakna ‘’memukul’’ seperti yang terdapat pada surat ‘Ali ‘Imran ayat
112. Yang berbunyi:
ضربت عليهم الذلة اين ما ثقفوا
Mereka diliputi kehinaan dimana
saja mereka berada
Pada ayat ini juga terdapat makna lain yang terkandung dalam kata Dharaba.
Kata dharaba pada ayat ini mempunyai makna meliputi, yang kemudian di-majhulkan
sehingga menjadi diliputi.
Kemudian dalam Surat Al-Rum
ayat 28. Yang berbunyi:
ضرب لكم مثلا من انفسكم
‘’Dia membuat perumpamaan bagimu dari dirimu
sendiri’’
Pada ayat ini juga menunjukkan bahwa kata dharaba mengandung
makna sebagai bentuk mengumpamakan (perumpamaan).
Kemudian juga dalam Surat An-Nisa ayat 120 juga disebutkan kata Dharaba.
Yang bunyinya:
واذا ضربتم في الارض فليس عليكم جناح ان تقصروا من الصلاة
“Dan apabila
kalian beerpergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kalian mengqasar shalat’’
Jika melihat makna-makna yang terkandung dalam kata dharaba. Maka
terdapat kemungkinan yang sangat besar bahwasanya kata Dharaba yang
menjadi fi’il amr dalam hadis riwayat Abu Dawud diatas mengandung
kemungkinan atau bahkan memang mempunyai makna lain selain makna memukul, yang
didalam fi’il amr-nya menjadi perintah untuk memukul. Apalagi jika kita
tinjau dengan menggunakan pendekatan dan aspek-aspek yang lainnya. bukan hanya
dari dhahir-nya saja.
Disini salah satu
upaya untuk yang dilakukan adalah reinterpretasi terhadap nash tersebut
khususnya pada kata ‘’dharaba’’. reinterpretasi ini dilakukan bukan semata-mata
untuk membuat capaian-capaian baru sehingga dapat mengimbangi terhadap capaian
modernitas. lebih dari itu, reinterpretasi dilakukan sebenarnya adalah untuk
menghidupkan kembali kaidah-kaidah Islam agar lebih hidup, sesuai dan lebih
cocok dengan keadaan zaman.
Pemaknaan ulang
terhadap kata ‘’memukul’’ dengan makna lain yag lebih sesuai dan lebih
tepat dengan kondisi sebenarnya ini barangkali bisa menjadi jawaban yang tepat.
Jika kita melihat riwayat-riwayat lain seperti dalam riwayat mauquf, Abdullah
bin Abbas.[8] “Perhatikanlah anak-anak
kalian dalam masalah
shalat, lalu biasakanlah dengan kebaikan, karena sesungguhnya kebaikan
itu dengan pembiasaan”
Dan di Dalam Musnad Ahmad disebutkan:
Dalam riwayat
diatas tersimpan pesan, bahwa disitu terlihat upaya Nabi untuk melakukan
pendidikan terhadap anak-anak dan cucunya dengan memberikan contoh dan praktik
langsung. Dengan kata lain kata “dharaba” bersifat “levelitas” dan dapat kita artikan sebagai bentuk usaha yang terus
menerus, kesungguhan dan keseriusan dalam mendidik anak untuk melakukan shalat.
Dan pendidikan shalat terhadap anak tentunya penanamannya juga melalui proses
yang sangat panjang dan dimulai sejak dini. Yang didalam proses tersebut
terdapat tahapan-tahapan cara maupun metode agar anak mampu menyerap dan mampu
memahami pesan yang disampaiakan. Yaitu dengan emperkenalkan anak terlebih
dahulu tentang tata cara shalat, juga apa arti dan manfaat shalat itu. Kemudian
baru ke tahap pembiasaan dengan memberikan contoh langsung.
3. Peace Education
Sekarang sudah semakin banyak sekali metode-metode pengajaran terhadap
anak yang disajikan dari hasil penelitian oleh para ahli. Di dalam al-Qur’an terdapat ayat yang berbunyi:
ادع إلى سبيل ربّك بالحكمة و الموعظة الحسنة ( النحل : ١٢۵ )
Artinya: Serulah (manusia)
kepada jalan Tuhanmu dengan Hikmah dan pengajaran yang baik. (an-Nahl: 125)
Dalam Ayat ini tentu banyak sekali pesan-pesan yang terandung. Pada ayat diatas terdapat kata hikmah menurut Ibnu
Mandur, hikmah adalah ibarat mengetahui keutamaan sesuatu dengan keutamaan ilmu.
Disitu bisa berupa mengedepankan maslahat dan menolak madlarat. Pada
ayat diatas juga tedapat perintah untuk berdakwah dijalan Allah dengan
menggunakan pengajaran yang baik. pengajaran yang baik tersebut bisa berupa
sikap maupun perkataan. Apalagi bila pengajaran itu kita berikan kepada
anak-anak yang masih berusia dini. Yang dimana Cinta dan kasih sayng bagi
mereka merupakan santapan psikologis yang mensuplai pribadinya sehingga
nantinya mereka dapat berkembang dengan baik dan matang berkat suplai dari
cinta dan kasih sayang itu.
Jika dalam mendidik
anak disertai dengan sikap yang lembut, penuh makna dan penuh hikmah, juga
disertai dengan kehangatan perasaan kita, kasih sayang dan perhatian kita
kepada mereka. Justru nantinya mereka juga akan membeikan sikap timbal balik,
sehingga sang anak akan percaya penuh dan merasa tenang kepada kita. Sehingga
kepercayaan dirinya akan tumbuh. Dan yang lebih penting lagi, semua ajaran,
perintah dan bekal yang akan kita
berikan kepada anak akan mudah diterima olehnya. Dengan hati mereka yang lebih
terbuka.
memperlakukan anak
dengan baik merupakan pendekatan yang sifatnya lebih sesuai dengan apa yang
diajarkan oleh Islam. Dijelaskan dalam surat Ali Imran: 159 yang artinya: “Maka
disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu”
Dari penjelasan
ayat diatas jelas kiranya, mendidik anak dengan sikap yang lemah lembut
merupakan metode yang tepat. Dan mampu membuka hati anak agar mau menerima apa
yang hendak diajarkan kepada mereka.
C. Formulasi
Fikih Tarbawi sebuah ancangan
Memukul anak atau guru
memberikan hukuman fisik terhadap muridnya, dianalogikan kepada memukul istri,
karena kata-kata memukul anak tidak terdapat di dalam ayat, sedangkan kata
memukul istri, ada teksnya di dalam al-Quran. Syaikh Abdurrazaq
Al-Abbad menjelaskan bahwa sebagian suami yang masih awam menyangka bahwa kata
“memukul” itu ditafasirkan, “menampakkan kekuatannya,” kepada sang istri
sehingga menjadikannya takut adalah metode yang terbaik untuk mendidik sang
istri. Oleh karenanya, ada sebagian orang Arab masa lalu, tatkala malam pertama
langsung memukul istrinya agar istrinya tahu kekuatannya dan takut kepadanya di
kemudian hari. Sebagian lagi ada yang di malam pertama mendatangkan ayam jantan
dan dinampakkan di hadapan istrinya lalu dengan sekali genggaman maka iapun
mematahkan leher ayam jantan tersebut. Hal ini tidak lain adalah untuk
menakut-nakuti istrinya.
Apakah anak boleh ditakut-takuti dengan hukuman fisik
seperti itu? Sebagaimana yang beliau sampaikan dalam syarah kitab “Al-Kabaair”
karya Al-Dzhabi. Sebagian suami langsung memukul istrinya jika melakukan
kesalahan. Memang benar bahwasanya Islam membolehkan untuk memukul istri.
Terkadang guru dan orang tua, dihadapkan pada
kondisi di mana anak-anak melakukan kenakalan yang membuat marah, kecewa dan
jengkel. Perasaan-perasaan itu kemudian mendorong untuk melakukan pemukulan
kepada mereka, mulai dari pukulan yang ringan sampai pukulan yang keras.
Memang Rasulullah SAW. pun membolehkan orang tua (guru) mendidik dengan memukul anak (didik) sebagaimana
hadits (artinya): Perintahkan anak-anakmu untuk melakukan sholat ketika berusia
7 tahun dan pukullah mereka jika meninggalkannya ketika berusia 10 tahun[9].
Bagaimana Islam menuntun para orang tua untuk mengamalkan hadits di atas?
Ayah dan Ibu serta guru-guru.
a. Ketentuan dan
aturan dalam memukul anak-anak
1. Hendaknya
meyakini bahwa memukul adalah peritah Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian
perasaan, emosi dan rasa kesal yang berlebihan yang biasanya mendomiasi sikap orang
tua akan hilang ketika menerapkan metode ini.[10] Maksud dari memukul adalah
tarbiyah/pendidikan untuk memperbaiki anak, bukan melampiaskan amarah,
menakut-nakuti, mengancam atau yag semisalnya. Pukulan harus dilakukan dengan
rasa cinta kasih dan sayang disertai doa yang baik untuknya.
2.
Usia anak sudah 10 tahun dan sebab
memukulnya adalah karena dia meninggalkan sholat. Adapun penyebab selainnya,
maka dilakukan orang tua bila melihat ada maslahatnya (sisi positifnya),
misalnya anak tidak berhenti dari penyelewengan kecuali dengan dipukul.
3.
Tidak menyiksa dan tidak menyakitkan,
serta jangan memukul wajah.
4.
Hindari riya’ dan sum’ah (pamer) karena
sebagian orang tua berkeliling dengan tongkat mencari anaknya dalam keadaan
marah dan memukulnya sepanjang jalan untuk memperlihatkan kepada manusia bahwa
ia amat sungguh-sungguh, tegas dan sangat peduli dalam mentarbiyah dan
menghukum anak. Ini salah dan merupakan amal yang sia-sia.
5.
Berhubung pemukulan ini maksudnya
adalah sebagai obat,[11] maka harus disesuaikan kadarnya dan
tidak boleh melampaui batas. Artinya, memukul sekali dan tidak boleh
berkali-kali sehingga akan menyiksa. Pemukulan dengan pelan sehingga tidak
menyakitkan, dengan tangan biasa tanpa alat dan bukan dengan kaki, bukan pula
meninju atau bukan menempeleng kepala.
b. Pendidikan memukul
dalam Maqashid al-Syari’ah
Setiap yang
diperintahkan Allah dan Rasul-Nya pasti memiliki maqashid[12],
atau hikmah dan tujuan. Dalam hal perintah dan larangan Allah, secara umum
manusia terbagi menjadi dua golongan, yaitu (1) orang yang cukup menerima
nasihat dengan dalil kitab dan sunnah dan (2) orang yang membangkang. Golongan
yang kedua inilah yang perlu diterapkan hukuman padanya. Firman Allah ta’ala
(artinya):…Dan kami menurunkan besi yang memiliki kekuatan yang sangat keras
dan bermanfaat bagi manusia…”[13]
Maqshid itu di
antaranya bermakna manfaat, misalnya manfaat besi adalah untuk memerangi
orang-orang kafir dan untuk menegakkan qishash. Ini adalah manfaat yang
sangat nampak, sebab manusia akan takut pada pedang sehingga mereka pasrah pada
agama Allah. Maka maqashid atau manfaat memukul anak karena meninggalkan
sholat, bertujuan untuk antara lain:
1.
Memberi pelajaran kepada anak bahwa hak
Allah adalah sangat lebih besar, sehingga segala sesuatu akan menjadi hina di hadapan-Nya.
Tubuh yag seharusnya dipelihara dan tidak boleh (haram) disakiti menjadi halal
dan harus merasakan sakit lantaran meremehkan hak Penciptanya.
2.
Menampakkan kepada anak bahwa orang tua
memiliki kekuasaan dalam melazimkan hukum-hukum Allah kepada mereka, sehingga
tidak ada pilihan baginya kecuali pasrah dan menyerah kepada Rabbnya.
3.
Memberi pelajaran kepada anak bahwa
manusia setinggi apapun kedudukannya, status sosialnya dan nasab keturunannya,
tidak memiliki kebebasan mutlak dalam mengikuti kehendaknya yang bertentangan
dengan kehendak Allah.
c. Memukul anak
yang sesuai dengan maqashid al-syari’ah
Ada perbedaan
antara memukul biasa, dengan memukul yang diatur oleh syari’at.[14] Memukul menurut kebiasaan sebagian orang
tua atau pendidik yang gampang emosi dan suka memukul. Suka memukul adalah
akhlaq tercela. Perhatikan nasehat Rasulullah SAW., kepada Fatimah binti Qois
tatkala mengabarkan kepada beliau bahwa dirinya dilamar oleh dua orang sahabat,
salah satunya adalah Abu Jahm.
Maka Rasulullah
bersabda,”Adapun Abu Jahl, maka ia suka memukul wanita (maksudnya
akhlaqnya tidak baik).” Dan ketahuilah bahwa maksud dari memukul adalah agar
anak takut, sehingga tunduk kepada perintah Allah bukan agar si anak takut
kepada bapaknya semata, sehingga makin berwibawa. Maksud memukul adalah agar
anak mengamalkan perintah Allah dengan ikhlas karena-Nya. Sesungguhnya tidak
ada manfaatnya bila seorang anak nampak taat kepada Allah di hadapan orang
tuanya sementara di balik itu ia tidak bertaqwa kepada-Nya.
d. Punishment; Limitasi
Bawah
Orang-orang
yang memukul anak-anak hendaknya takut kepada Allah. Jangan sampai
termasuk golongan orang-orang yang tidak masuk surga atau bahkan tidak mencium
baunya. Di antaranya sekelompok manusia yang memiliki cambuk seperti ekor
sapi untuk memukul manusia.[15] Ada ulama fiqih yang menyatakan bahwa
yang dimaksud ”orang yang boleh memukul,” bisa saja guru, para polisi, satpam,
mandor-mandor pada jaman sekarang ini.[16] Mereka berkeliling dengan tongkat lalu
memukul dan menendang siapa saja, hanya karena mengatur dan megamankan. Lalu
bagaimana caranya agar guru, polisi, satpam dan para mandor mengamankan dan
mengatur tanpa berbuat aniaya? Jawabnya, dengan anjuran taqwa kepada Allah,
nasihat dan pengarahan dengan lisan, dengan cara yang baik atau dengan tangan
tanpa menyakiti karena kezhaliman adalah kegelapan di akhirat!
Aturan yang
paling populer selama ini ialah anak-anak harus berhati-hati dengan
‘kekeramatan’ orang tua. Tapi patut diingat,
secara religi ada lima, kejahatan orangtua yang wajib dihindarkan. Pertama,
apabila suka memaki. Kedua menghina anak sendiri. Ketiga melebihkan anak dari
yang lain. Keempat mendoakan keburukan anak. Kelima tidak memberi pendidikan
anak. Merupakan kemuliaan bangsa, jika
orang tua dan guru, mampu menjadikan generasi muda, cerdas lahir batin,
bermoral mulia dan berbhakti kepada orangtua, sesama, bangsa dan semesta.
Hukuman itu
untuk menyadarkan bukan untuk melakukan pembalasan. Hukuman itu agar anak-anak
menyadari kekeliruan mereka dan agar tidak mengulangi perbuatan jeleknya, bukan
untuk melakukan balas dendam. Hukuman dalam pendidikan jangan dikelirukan
dengan balas dendam. Jean Soto menulis, “Semua penderitaan manusia,
ketidakadilan, dan sebagainya berakar dari hukuman-hukuman dan kekerasan-kekerasan
yang diterima oleh anak-anak dari orangtua mereka. Karena itu hukuman-hukuman
itu harus dihapus sama sekali agar penderitaan umat manusia ini bisa sirna.”
Tetapi
argumentasi beliau ini bisa dijawab dengan; pertama-tama , itu hanyalah klaim
dan belum tentu bisa dibuktikan secara ilmiah. Yang kedua , seandainya kita
terima pernyataan seperti itu bahwa penderitaan manusia itu berakar dari
hukuman-hukuman keras yang diterima dari orangtuanya, maka akarnya adalah
terlalu kerasnya hukuman tersebut dan bukan hukuman biasa. Hukuman ekstrim
itulah yang menjadi sumber penderitaan umat manusia.[17]
Russel
menambahkan, “Hukuman fisik yang ringan memang tidak begitu berbahaya, tapi
tetap saja tidak ada gunanya dalam pendidikan. Hukuman seperti itu baru efektif
kalau bisa menyadarkan si anak. Sementara hukuman fisik seperti itu biasanya
tidak bisa membuat jera. Hukuman fisik itu membuat si anak merasa terpaksa
memperbaiki diri dan bukan atas niatnya sendiri.” Jawabannya bahwa anak-anak
akan menyadari kekeliruannya melalui hukuman itu, dan kemudian dia akan lebih
mengerti bahwa perbuatannya tidak disenangi orang lain dan karena ia ingin
diterima oleh orang lain, ia akan berusaha menyesuaikan keinginannya dengan
keinginan orang lain, supaya bisa mendapatkan bantuan atau memperoleh apa yang
diinginkannya dari orang lain. Dengan demikian, hukuman fisik yang ringan pun
masih ada gunanya jika diberikan dengan kadar dan waktu yang tepat.[18]
D. Penutup
Tulisan ini hanya baru mengkaji
sebagian kecil dari permasalahn tersebut. Oleh karena itu masih bersifat
embriotik dan pioner. Namun demikian upaya embriotik dan pionir ini merupakan
kunci pembuka pintu gerbang bagi para ilmuan dalam permasahan fikih pendidikan
yang cukup prospektif. Kajian lebih lanjut lebih lempang dan leluasa dengan di
bukanya pintu gerbang kajian fikih tarbawi atau pendidikan ini.
Pada akhirnya semua itu, penulis
kembalikan kepada Allah yang telah memberikan petunjuknya sehingga makalah ini
dapat di tulis., terima kasih penulis sampaikan kepada para jajaran pengurus
MPP (masyarakat pemantau Pendidikan) Kab. Pemalang yang telah memberikan
kesempata bagi penulis utuk mempresentasikan makalah sederhana ini.
Permohonan maaf juga patut penulis
sampaikan karena tidak menafi’kan banyak kekurangan dalam makalah ini. Kesempurnaan
memang bukanlah tujuan, karena kesempurnaan tidak melekat pada diri (pemikiran)
seorang. Ilmu (pendidikan) dan kecerdasan juga bukanlah sebuah jaminan
keberhasilan atau menyelesaikan problematika yang ada. Ilmu hanya merupakan
sebuah sarana (wasilah) untuk menuju keberhasilan, namun keberhasilan tentunya
hanya ada pada hak priogatif Allah.
Rabby zidny ‘ilma wa al-arzukny fahman.
[1] Disampaikan dalam acara,
lokakarya pengawasan dan pemantauan pendidikan Kab. Pemalang. 13/04/2013.,
[2] Alumni fakultas syari’ah IAIN
Walisongo Semarang tahun 2012. Aktif di Masayarakat Pemantau Pendidikan (MPP)
devisi Research dan Pengembangan SDM.
Kab. Pemalang-Jawa Tengah, juga aktif di departemen pengembangan wacana di Investor Partner berpusat di kota
Semarang dan bekerja sama dengan Rusian
Indoinstafx.,
[3] Dasar-dasar Pendidikan dalam Hadits dalam http://sdnngrompak1.blogspot.com/2012/12/dasar-dasar-pendidikan-dalam.html. diakses 11/03/2013.
[5] Abdullah bin Baz, 2012, Majmu’ Fatawa, Beirut: dar al-fikr. Hal. 46,
[6] Syeikh al-Fauzan Ighatsatul Mustafid Bi Syarh Kitab
Tauhid, diakses dari
http://islamqa.info, (2012, 282)
[7] Al-Qur’an
dan terjemahannya, Depag RI
[8] Al-Baihaqi, Sunan al-Baihaqi al-Kubra jilid. 3, Heiderabad: Majlis Dairah
al-Ma’arif al-Nizhamiyah, 1344 H. hal 84. Lihat juga Ahmad bin Hambal, Musnad
Ahmad bin Hanbal (tk: Mu’assasah al-Risalah, 1999,. Hal. 279) “…Sesungguhnya
Nabi pernah shalat dan Umamah binti Zainab binti Nabi dari pernikahannya dengan Abi Ash bin
al-Rabi’ bin Abdul Uzza bergelayut di leher beliau. Apabila ruku, beliau
menurunkannya dan bila sudah bangun dari sujud, anak itu dikembalikan
bergelayut dileher beliau.” .
[9] Lihat: Shohih Abu Dawud…Op. cit. hal. 494
[10] Usia anak
sudah 10 tahun dan sebab memukulnya adalah karena dia meninggalkan sholat.
Adapun penyebab selainnya, maka dilakukan orang tua bila melihat ada
maslahatnya (sisi positifnya), misalnya anak tidak berhenti dari penyelewengan
kecuali dengan dipukul. Ini ketetpan Allah, bukan ketetapan guru atau mufti.
Imam Ibnu Qayyim berkata “Seorang mufti dan seorang hakim (penguasa, qadhi) tidak
akan bisa berfatwa dan memutuskan perkara dengan kebenaran, kecuali bila
memadukan dua pemahaman (fiqih). Pertama : memahami
dan mengerti betul waqi’
(realita), serta menyimpulkan ilmu tentang hakekat realita yang ada dengan qarinah, amarah dan alamat
(bukti-bukti dan data-data) sehingga ilmunya meliputi realita. Kedua :
memahami apa yang wajib (kewajiban syariat) atas realita, yaitu memahami hukum
Allah yang ditetap kan dalam kitab-Nya atau melalui lesan Rasul-Nya atas
realita tersebut. Baru kemudian menerapkan yang satu (hukum syariat, pent) atas
yang lain (realita)
[11] Arti
penting teori maqashid al-syari’ah yang
pertama tersebut dianggap dapat memberi napas bagi produk-produk fiqih para
ulama yang terlalu terpaku pada teks dan tanpa mengindahkan konteks. Misalnya
hukuman fisik bagi anak yang tidak shalat, merupakan obat bagi kemalasannya.
Lebih dari itu juga dapat menepis anggapan sementara orang bahwa hukum Islam
adalah hukum yang mati, ambigu, bahkan terkadang, menurut mereka, kurang
manusiawi (al-Turabi, 2000: 18). Oleh karena itulah, teori ushul fiqih
dan maqashid al-syari’ah harus
dikawinkan untuk mengatasinya. Selanjutnya, dengan metodologi Imam al-Syathibi
dalam al-Muwafaqat-nya
yang mencoba menggabungkan teori-teori ushul fiqih dengan maqashid al-syari’ah akan
menjadi penghubung sekaligus jembatan untuk meng-“ishlahkan” kedua kecenderungan di atas. Memisahkan maqashid al-syari’ah dari
teori-teori ushul fiqh merupakan kesalahan karena tidak semua persoalan dapat
diselesaikan dengan maqashid al-syari’ah an.sich,. Apa yang dikemukakan Thahir bin Asyur dalam bukunyaMaqashid al-Syari’ah al-Islamiyyah yang
secara yakin menjadikan maqashid
al-syari’ah ini sebagai ilmu mustaqil yang terlepas dari ilmu
ushul fiqh (Asyur, 1999: 180), kata Darusmanwiati, adalah tidak benar,
karena teori-teori dan kerangka yang dikemukakan Asyur sendiri, disadari atau
tidak, adalah teori-teori ushul fiqh itu sendiri hanya dengan format yang
berbeda (Darusmanwiati, Islamlib: 309). Sebenarnya, maqashid al-syari’ah telah
dikembangkan oleh para mujtahid sebelum al-Syathibi dan bahkan dikembangkan dan
disempurnakan juga oleh para pemikiran kontemporer zaman ini. Kata al-maqashid sendiri
menurut Ahmad Raisuni, pertama kali digunakan oleh al-Turmudzi al-Hakim, ulama
yang hidup pada abad ke-3. Dialah, menurut Raisuni, yang pertama kali
menyuarakan maqashid al-syari’ah melalui
buku-bukunya, al-Shalah
wa Maqashiduhu, al-Haj wa Asraruh, al-‘Illah, ‘Ilal al-Syari’ah, ‘Ilal
al-‘Ubudiyyah dan juga bukunya al-Furuq yang kemudian diadopsi
oleh Imam al-Qarafi menjadi judul buku karangannya (al-Raisani, 1995: 32).
[12] Sudah tidak
asing di kalangan para ulama yang berkecimpung dalam juresprudensi Islam (ushul al-fiqh) mengenai
teori maqashid al-Syari’ah yang
disistematisasi dan dikembangkan oleh al-Syathibi. Bahkan Musthafa Said al-Khin
dalam bukunya al-Kafi
al-Wafi fi Ushul al-Fiqh al-Islamy membuat kategorisasi baru
dalam aliran Ilmu Ushul Fiqh. Bila sebelumnya hanya dikenal dua aliran saja,
yaitu Mutakallimin dan fuqahaatau Syafi’iyyah dan Hanafiyyah, maka
al-Khin membaginya menjadi lima bagian:Mutakallimin, Hanafiyyah, al-Jam’i, Takhrij al-Furu’ ‘alal Ushul dan
Sya-thibiyyah (al-Khin,
2000: 8). Dengan demikian, pembagian tersebut telah menempatkan pemikiran Imam
al-Syathibi dalam al-Muwafaqat menjadi
salah satu bagiatn corak aliran yang terpisah dari aliran ushul fiqih lainnya.
Hal ini karena dalam coraknya, al-Syathibi mencoba menggabungkan teori-teori (nadhariyyat) ushul fiqh
dengan konsep maqashid
al-syari’ah sehingga produk hukum yang dihasilkan lebih hidup
dan lebih kontekstual. Menurut Darusmanwiati, Ada dua nilai penting apabila
model al-Syathibi ini dikembangkan para ulama sekarang dalam menggali hukum: Pertama, dapat
men-jembatani antara “aliran kanan” dan “aliran kiri”. “Aliran kanan” yang
dimaksud adalah mereka yang tetap teguh berpegang pada konsep-konsep ilmu ushul
fiqh sedangkan “aliran kiri” adalah mereka yang terakhir ini vokal dengan
idenyatajdid ushul al-fiqh dalam
pengertian perlu adanya dekonstruksi ushul fiqih demi menghasilkan produk fiqih
yang lebih kapabel …. Kedua,
model al-Syathibi ini akan lebih menghasilkan produk hukum yang dalam istilah
Ibnu al-Qayyim, al
fiqh al-hayy, fiqih yang hidup. Karena itu, fiqih yang terlalu teksbook yang
penulis istilahkan dengan Fiqh
Ushuly akan berubah menjadi Fiqh Maqashidy Darusmanwiati,
Islamlib: 309.
[13] Lihat: QS. Al Hadid (57) : 25
[14] Suruhlah
anak-anakmu untuk melaksanakan shalat pada usia tujuh tahun, dan pukullah
mereka jika tidak mau melaksanakannya pada usia sepuluh tahun, serta
pisahkanlah tempat tidur mereka.”[Hadits shahih, diriwayatkan oleh Ahmad
(II/ 180, 187), Abu Dawud (no. 495), Al-Hakim (I/197), Al-Baihaqi (III/84),
Ibnu Abi Syaibah (no. 3482), Ad-Daruquthni (I/230), Al-Khathib (II/278), dan
Al-‘Uqaili (II/167), dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhuma.
Lihat juga Shahihul Jami’ (no. 5868)] Ada beberapa syarat
yang harus dipenuhi berkaitan dengan pukulan kepada anak ini, yaitu: a. Anak
mengerti atas alasan apa dia dipukul. b. Orang yang memukulnya adalah walinya,
misalkan ayahnya. c. Tidak boleh memukul anak secara berlebihan. d. Kesalahan
yang dilakukan oleh sang anak memang patut untuk mendapatkan hukuman. e.
Pukulan dimaksudkan untuk mendidik anak, bukan untuk melampiaskan kemarahan.
Lihat: Al-Qaulul Mufid (II/473-474) dan Bekal Menanti Si Buah Hati
, 55-56
[15] HR. Muslim
: 2128
[16] Lihat
Jurnal al Mawaddah Edisi 4 tahun ke-3, November 2009
[17] Adapun
pukulan yang dimaksud adalah: a. Pukulan yang dapat diterima oleh si anak,
yakni pukulan yang ringan, b. Pukulan yang tidak menimbulkan bekas atau luka
pada tubuh si anak, c. Pukulan di bagian tubuh, kecuali wajah. [Lihat Menanti
Buah Hati, hal. 347-348). Bersikap adil kepada semua anak dan bersabar
dalam menghadapi mereka. Orang tua terkadang memiliki kecenderungan pada salah
satu atau sebagian anak dibandingkan dengan anak-anak lainnya, baik dalam hal
materi maupun imateri. Padahal, sikap orang tua yang demikian itu tidak akan
memberikan dampak yang baik bagi kejiwaan anak-anaknya. Sebab akan ada anak
yang merasa tidak disayangi dan tersisihkan, sementara dia melihat saudaranya
mendapatkan perlakuan berbeda dari orang tuanya. Hal seperti ini akan sangat
mungkin untuk memicu perselisihan bahkan permusuhan antar sesama saudara. Dan
sikap seperti ini juga berarti menzhalimi mereka. [Lihat Ensiklopedi Adab
Islam (I/201)] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda, “Aku tidak mau menjadi saksi atas perbuatan zhalim, bertakwalah
kalian kepada Allah dan bersikap adillah kepada anak-anak kalian.” [Hadits
shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (no. 2586, 2587) dan Muslim (no. 1623), dari
Nu’man bin Basyir radhiyallahu’anhu] Selain itu, orang tua juga harus
menyadari bahwa anak adalah fitnah (ujian) bagi orang tua maka hendaknya orang
tua dapat bersabar dalam menghadapi gangguan dari anak-anaknya. Allah ‘Azza
wa Jalla berfirman, Artinya: “Dan ketahuilah! Sesungguhnya
harta-hartamu dan anak-anakmu adalah fitnah (ujian/cobaan bagimu). Dan
sesungguhnya Allah (yang) disisi-Nyalah terdapat ganjaran yang besar.”
(Qs. Al-Anfal: 28) Artinya: “Hanya saja harta-hartamu dan anak-anakmu
adalah fitnah (ujian/cobaan bagimu). Dan sesungguhnya Allah (yang)
disisi-Nyalah terdapat ganjaran yang besar.” (Qs. Ath-Taghabun:
15).Terutama bagi pasangan orang tua yang memiliki anak perempuan, hendaknya
mereka bersabar dalam mengasuh dan mendidiknya, karena anak perempuan yang
diasuh dengan baik oleh orang tuanya dapat menjadi penghalang bagi kedua orang
tuanya dari api Neraka. Dan hal ini telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam sabdanya berikut ini,. Artinya: “Barang
siapa diuji dengan anak-anak perempuan lalu dia memberi asuhan yang baik kepada
mereka, maka anak-anak perempuan itu akan menjadi penghalang antara dirinya
dari Neraka.”[Hadits shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (no. 1418, 5998)
dan Muslim (no. 2629)]
[18] Apabila
manusia telah meninggal, maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara:
sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang
mendo’akan kebaikan baginya.” [Hadits shahih,
diriwayatkan oleh Muslim (no. 1631), Ahmad (II/372), Bukhari dalam Al-Adabul
Mufrad (no. 38), Abu Dawud (no. 2880), An-Nasa’i (VI/251), Tirmidzi (no.
1376), dan Al-Baihaqi (VI/278) dari Abu Hurairah.
Subscribe to:
Posts (Atom)